KHITTAH.CO, MAROS – Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Fakultas Teknik, PK IMM Seni dan Desain (FSD) serta PK IMM MIPA Universitas Negeri Makassar (UNM) sukses menggelar Darul Arqam Dasar (DAD) kolaborasi pertama tahun 2025 di Hotel Bantimurung, Senin, 27 Januari 2025. Pengkaderan formal itu berhasil melahirkan 14 kader baru dari berbagai fakultas di UNM.
Setelah penutupan, kegiatan dilanjutkan dengan Follow Up (tindak lanjut) di Rumah ke 2, salah satu tempat belajar non formal milik Muhammad Ikhwan alias Iwan Dento, seorang aktivis lingkungan pelopor pelindung karst di Rammang-rammang, Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Diketahui, Iwan Dento adalah salah satu penerima penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2023 berkat kegigihannya dalam menjaga karst di tempat itu dari ancaman industri ekstraktif.
Di lokasi, Iwan menerima kader-kader IMM itu dengan suka cita, lalu memulai diskusi pada pukul 11.00 WITA.
Iwan mengawali perbincangan dengan penegasan bahwa segala sesuatu yang ada di bumi, khususnya alam, diciptakan oleh Allah dalam kondisi yang seimbang. Setelah itu Allah menurunkan manusia sebagai salah satu subjek pengelola bumi, termasuk mengambil manfaat yang ada.
Menurut dia, alam akan tetap lestari jika manusia mengambil manfaat secara terukur dan tidak berlebihan. Namun, jika eksplorasi dilakukan secara berlebihan, alam akan mengalami kerusakan dan bisa mendatangkan petaka bagi manusia.
“Allah telah menata alam ini secara seimbang. Ketika ada ulah dan tingkah laku yang membuatnya tidak seimbang, maka alam akan beradaptasi, lalu kita menyebutnya bencana, seolah-olah itu adalah ulah tuhan, padahal itu adalah adaptasi lingkungan, karena keluar dari bentuk aslinya,” tutur Iwan.
Salah satu bentuk eksplorasi alam yang berlebihan bagi Iwan adalah industri ekstraktif. Di Maros, industri ekstraktif yang sangat eksis adalah tambang semen.
Selain itu, Iwan juga menyinggung tambang batu bara yang ada di Indonesia. Ia menghimpun sejumlah informasi dan menyebut tambang batu bara di Indonesia telah dieksploitasi secara berlebihan. Hal itu bisa dibuktikan dengan terjadinya perubahan bentuk alam (lubang bekas galian) yang membahayakan. Selain itu pencemaran sungai dan deforestasi juga terjadi akibat penambangan.
Setelah itu Iwan juga menyindir sikap kelembagaan Muhammadiyah yang menerima tawaran IUP dari pemerintah untuk mengelola tambang. “Muhammadiyah ini Ormas Islam paling kaya di Indonesia, tak mengelola tambang pun tetap eksis dan bisa melakukan kerja-kerja dakwah,” tukas Iwan.
Usai memantik diskusi, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Keilmuan (KPK), Muhammad Yusuf menanggapi Iwan soal tambang batu bara. Menurutnya, per hari ini, mayoritas masyarakat yang menggunakan listrik untuk keperluan sehari-hari bersumber dari PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan dasar.
“Lampu yang kita manfaatkan hari ini juga sumbernya dari batu bara,” tutur Yusuf.
Menanggapi itu, Iwan menyampaikan bahwa yang harus ditolak adalah eksplorasi alam yang berlebihan namun manfaatnya tak diberikan kepada masyarakat.
“Al-Qur’an menggunakan bahasa ambillah manfaat dari alam, artinya, diskusi kita hari ini terbatas pada dikemanakan batu bara yang dikeruk, siapa yang mendapat manfaatnya?,” kata dia. Begitu juga dengan ketergantungan listrik yang bersumber dari batu bara, Iwan menegaskan bahwa pemerintah bisa meninggalkan sumber itu secara bertahap.
Selain batu bara, Iwan juga menyinggung nikel sebagai salah satu kekayaan alam yang manfaatnya tidak dirasakan masyarakat. Sebab, kebanyakan bahan mentah atau bijih nikel murni dijual ke luar negeri.
Setelah berdiskusi selama dua jam, Iwan menutup percakapan dengan menegaskan bahwa keresahan terhadap semua permasalahan lingkungan saat ini hanya bisa diselesaikan dengan tindakan.
“Banyak diantara kita yang resah, tapi jawabannya hanya tindakan. Untuk teman-teman IMM, bisa memulai tindakan dari hal yang sederhana. Misal sampah yang kita hasilkan setiap hari dibuang kemana? Seberapa bertanggungjawab kita atas dampak lingkungan yang kita hasilkan,” kata Iwan.
“Kalau teman-teman tidak mampu melakukan tindakan yang besar, cukup lakukan tindakan yang kecil, sebagaimana kisah burung pipit yang berusaha memadamkan api yang membakar nabi Ibrahim. Burung pipit bilang, kalaupun api ini padam karena sebab lain, tapi saya terlibat di dalamnya. Sama dengan kita sekarang, pun kalau kita terlibat dalam merusak sesuatu meskipun kecil, kita tetap dihitung terlibat,” tambah dia.
Testimoni Kader Baru Soal Diskusi Lingkungan
Usai diskusi, salah satu kader IMM jebolan DAD Kolaborasi 1 IMM UNM, Muh Haidir Nugraha mengaku mendapat wawasan baru soal masalah lingkungan kini, khususnya di Indonesia.
“Diskusi tadi sangat menarik, tambang memang punya manfaat dan mudharat, tapi kan mayoritas tambang di Indonesia merusak lingkungan, mulai dari deforestasi, dan pencemaran sungai. Banyak juga primata yang kehilangan rumah,” ujar Haidir.
Selain itu, Haidir juga menyoroti konflik sosial yang ditimbulkan industri tambang. “Terkadang tambang juga tak melihat hak hidup masyarakat setempat, contoh pembuangan limbah ke sungai. Masyarakat tak lagi bisa mengakses air bersih, air minum tak ada, termasuk makhluk hidup di sungai bisa mati,” kata dia.
“Kita semua harus memikirkan masa depan generasi setelah kita, untuk apa keuntungan kita dapat kalau generasi setelah kita mendapat ampasnya,” tandas dia.