Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Kalang Kabut (Laba-Laba)

×

Kalang Kabut (Laba-Laba)

Share this article

Oleh:  Dr. Nasaruddin Idris Jauhar, M.Ed.*

 

Di pohon bidara di belakang rumah, bersarang seekor laba-laba hitam dengan perut bergaris putih. Saat pertama kali saya amati beberapa bulan lalu, ukurannya hanya sebesar biji jagung, sekarang hampir sebesar biji kurma. Sarannya pun semakin melebar.

Seiring meningginya pohon, sarang laba-laba ini semakin banyak menerima terpaan angin. Tapi, walaupun demikian, tidak ada bagian sarangnya yang tampak sobek atau berlubang. Melihat ini, diam-diam saya berpikir, ternyata sarang laba hanya-laba itu kuat, walaupun teranyam dari bersih-selaput tipis.

Namun demikian, saya tetap menyimpan asumsi bahwa sarang laba-laba itu rapuh dan mudah sobek. Suatu hari saat menyiram tanaman, iseng saya menyemprotkan udara yang cukup deras ke sarang laba-laba itu. Saya ingin menguji sejauh mana kekuatannya. Sarangnya seketika berguncang dan laba-laba sampai menggulung tubuhnya agar tidak terhempas udara yang saya semprotkan.

Tapi, setelah sekian menit, derasnya semprotan air sama sekali tidak menghempaskan si laba-laba, bahkan tidak sedikit pun merusak sarangnya. Saya pun menyimpulkan bahwa sarang laba-laba itu, untuk sesuatu yang hanya berupa anyaman saja-selaput tipis, ternyata kuat dan tidak rapuh.

Saya kemudian bertanya dalam hati, kalau sarang laba-laba kuat seperti itu, atau minimal tidak serapuh yang saya duga, lalu apa maksud ayat yang menyatakan bahwa rumah atau sarang laba-laba itu sangat rapuh? Dalam al-Qur’an, tepatnya ayat 41 surah al Ankabut (Laba laba), memang ditegaskan bahwa rumah laba-laba adalah serapuh rapuhnya rumah.

Saya cek Tafsir At Thobari, Ibn Katsir , dan al-Qurthubi. Semunya menjelaskan bahwa tamsil sarang laba-laba itu untuk menganalogikan kelemahannya sandaran kaum musyrikin yang mengandalkan selain Allah. Patung dan berhala yang mereka sembah dan andalkan sedikit pun tidak bisa membantu saat mereka membutuhkan pertolongan dan tidak melindungi mereka saat mendapat bahaya. Ini bertahan dengan laba-laba yang membangun rumah yang begitu terbuka bahkan tidak mampu melindungi dari panas dan dingin.

Selain itu, titik lemah lain dari sarang laba-laba adalah sandaran atau tautannya. Ia selalu menggantungkan atau menempel di tempat atau benda-benda yang rentan rusak dan tidak permanen, seperti dahan, daun, rumput, kayu, papan, dan lain-lain. Ketika benda-benda ini bergeser atau rusak, lenyaplah sarang laba-laba.

Begitu juga kaum musyrikin yang menyekutukan Allah dengan benda berhala atau manusia. Ketika berhala-berhala itu rusak atau musnah, rusak dan musnah pula sandaran mereka. Begitu juga ketika manusia yang mereka andalkan mati, mati pulalah andalan mereka.

Berhala dan manusia yang mereka andalkan itu bahkan tidak bisa membantu dirinya sendiri. Berhala tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri, misalnya, ketika dipenggal dan dikalahkan oleh Nabi Ibrahim. Fir’aun, manusia yang mengaku Tuhan itu, bahkan tidak mampu menyelamatkan dirinya dan pengikutnya ketika ditenggelamkan oleh Allah.

Dan puncaknya adalah di akhirat nanti. Kaum musyrikin tersebut kelak akan kalang kabut menghadapi pengadilan agung hari itu. “Kalang kabut” itu sendiri berarti “seperti laba-laba”, yaitu bingung, panik, tanpa perlindungan dan pertolongan, karena ketika di dunia mereka salah memilih pertolongan, pertolongan dan perlindungan. Mereka bersandar dan mengandalkan Allah, padahal Allah lah satu-satunya Pelindung dan Penolong Sejati: Ni’mal Maula wa Ni’man Nashiir (al-Anfal:40).

Jadi, tamsil rumah atau sarang laba-laba adalah peringatan bagi kita agar jangan memilih sandaran dan andal dalam hidup ini. Kita harus mengandalkan dan bersandar pada apa yang akan melindungi dan menyelamatkan kita di akherat kelak. Dan itu tidak lain adalah Allah SWT. Wallahu A’lam.

*Penulis dan Dosen Bahasa Arab di UIN Surabaya

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply