KHITTAH.CO, YOGYAKARTA — Kasus Warga Air Bangis menjadi perhatian Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah M. Busyro Muqaddas. Ia kembali mengeluarkan pernyataan sikap yang tegas dalam surat pernyataannya tertanggal Selasa, 8 Agustus 2023.
Dalam surat pernyataannya, Ia menyebut kasus yang menimpa warga Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat itu sebagai kriminalisasi.
Busyro meminta Pemerintah beserta aparat kepolisian harus menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga Air Bangis, sehingga, mereka bisa kembali ke kampung halaman untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk pemanfaatan hasil alam sebagai mata pencaharian hidup.
“Karena itu, arapat pemerintah yang masih berada di sekitar lahan masyarakat, untuk dapat ditarik agar situasi intimidasi hilang dari pandangan masyarakat,” tegas Busyro dalam surat pernyataan sikapnya.
Warga Air Bangis itu tinggal di atas lahan seluas 30.162 Ha, yang akan dibanguni Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marives).
Berhari-hari, warga Air Bangis menggelar aksi demonstasi terhadap Gubernur Sumatera Barat. Demonstrasi yang terjadi sejak Senin, 31 Juli hingga Sabtu, 5 Agustus 2023 itu meminta gubernur mencabut usulan proyek itu.
Sayangnya, gubernur tidak menyambut baik aksi warga itu. Bahkan, kronologi yang temuat dalam pernyataan sikap atas nama Busyro Muqaddas mengabarkan, hingga 4 Agustus 2023, gubernur justru menerima masyarakat Air Bangis lain yang diduga sebagai demonstran tandingan.
Pada Sabtu, 6 Agustus 2023, di saat masyarakat sedang beristirahat di Masjid Raya Sumatera Barat, Wakil Bupati Pasaman Barat menemui masyarakat Air Bangis untuk mengajak kembali ke tempat masing-masing di Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis.
Namun, masyarakat menolak ajakan tersebut karena mereka menuntut harus bertemu Gubernur. Permintaan itu pun diiyakan, dengan didampingi oleh Kapolda Sumatera Barat di Kantor Gubernur.
Bersamaan dengan itu, masyarakat dipaksa pulang dari Majid Raya Sumatera Barat. Sayangnya, aparat pemerintah membawa 17 warga Air Bangis ke Polda Sumatera Barat karena diduga melakukan perlawan, meski akhirnya mereka dipulangkan.
Atas dasar kronologi kejadian tersebut, menurut Busyro, peristiwa itu merupakan konflik agraria antara masyarakat setempat dan pemerintah provinsi.
“Di mana dalam keterangan pers Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia tanggal 07 Agustus 2023 No. 47/HM.00/VIII/2023 ditekankan pentingnya untuk mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia berupa cara-cara yang persuasif dan dialogis daripada tindakan kekerasan,” kata Busyro.
Busyro meminta untuk mengedepankan cara-cara damai dalam bermusyawarah antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat adat setempat untuk mencari solusi terbaik tanpa adanya tindakan kekerasan.
Pelibatan masyarakat secara luas menjadi kunci utama dalam penyelesaian konflik agraria ini dengan tetap mempertimbangkan aspek analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan dampak perekonomian terhadap masyarakat setempat.
“Siapapun yang masuk ke dalam masjid sebagai rumah ibadah Islam, mereka harus menaati aturan yang berlaku sehingga tidak melukai perasaan dan hati kaum Muslim,” tegas Busyro.
Muhammadiyah Sumatera Barat juga telah membentuk Tim 13 yang diketuai oleh Ki Jal Atri Tanjung.
Tim itu bertugas melakukan kajian, investigasi, dan pencarian fakta terhadap kasus konflik agraria tersebut. Tim juga terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai pihak.
Busyro melanjutkan, Muhammadiyah mengajak kepada pemerintah dan semua pihak untuk melakukan pendampingan terhadap warga Air Bangis yang terdampak sehingga mereka mendapatkan keadilan secara hukum dan politik sebagai warga negara Indonesia.
“Semoga ini mendapat perhatian oleh pihak-pihak terkait sehingga masalah ini dapat terselesaikan dengan cara damai dan meraih jalan keluar terbaik untuk kebaikan masyarakat luas dan persatuan Indonesia,” tandas Busyro.