Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Kebiasaan Membaca dan Mengajak Menulis

×

Kebiasaan Membaca dan Mengajak Menulis

Share this article

Oleh :  Muhammad Chirzin*

Setiap orang memiliki pengalaman membaca dan menulis sendiri. Sejak kapan ia membaca, dan kapan pula ia mulai menulis. Membaca adalah membuka jendela dunia. Membaca adalah guru yang pandai dalam segala ilmu. Bacaan seseorang menunjukkan kapasitas dan kepribadiannya.

Di masa kecilku, bacaan itu identik dengan Al-Quran dan koran. Teman-teman sebaya suka main ke tetangga yang berlangganan Kedaultan Rakyat untuk mendukung. Salah satu kesukaan mereka terletak di sudut kanan bawah KR, yakni SST (Sungguh-Sungguh Terjadi). Saya pun pernah berbagi SST di sana, “Banyak sebutan untuk minyak tanah (yang kini langka). Di Tegal disebut minyak hewan peliharaan; di Gunungkidul minyak troli, dan di Jogja minyak liun. Jika dirangkai jadilah petroliun(m).”

Minat membacaku sedikit demi sedikit tumbuh dari kebiasaan ayah kami membaca buku setiap habis subuh dengan suara keras, seperti orang sedang berpidato di atas mimbar. Ayah kami selalu menuliskan naskah khutbah Jumat di kertas folio bergaris dengan rapi untuk dibaca.

Sebuah patung di Jepang dibangun dengan sebuah kedalaman makna, “Bobotmu ditentukan oleh seberapa banyak buku yang kau baca.” Mula-mula aku suka membaca buku kisah para rasul dan komik silat, lalu cerpen dan novel. Aku pun kagum dengan guru-guruku yang pintar, dan rata-rata mereka suka membaca buku. Sesekali waktu aku memberanikan diri meminjam buku dari guruku.

Tiga kalimat sakti tentang menulis terpatri dalam hati, “Bila Anda tidak ingin dilupakan orang setelah meninggal dunia, maka lakukanlah sesuatu yang patut diingat atau tulislah sesuatu yang patut dibaca”; “Kata-kata terucap menguap, kata-kata tertulis abadi menetap”; “Menulislah, jika tidak engkau akan terusir dari panggung peradaban dan tersingkir dari pusaran sejarah.”

Minat menulisku tumbuh ketika sebagai santri dihimbau untuk membuat majalah dinding bersama. Betapa senangnya hatiku ketika tulisanku ikut terpampang di sana. Aku pun terdorong untuk menulis dan menulis lagi. Minat menulisku terasah dengan menulis artikel di majalah mahasiswa kampus. Dan makin kusadari bahwa untuk menulis memang perlu membaca.

Aku mendorong murid-murid untuk menulis dan meminjamkan buku-buku bacaan ringan, serta menggilirkan buku pilihan untuk dibaca. Kini sebagian dari mereka sudah meraih gelar doktor dan menulis sejumlah buku atau artikel di majalah maupun jurnal ilmiah.

Aku suka menuliskan kata-kata bijak di papan tulis untuk selingan pembelajaran. Suatu kali, setelah sekian tahun berhenti dari mengajar di SMP, seseorang menyapa di toserba, “Pak Muhammad, saya murid Bahasa Inggris Bapak di SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Saya masih ingat kata-kata mutiara yang Bapak tulis di papan tulis…”

Aku rajin menyambangi kios buku loakan dengan harga yang murah meriah. Kebiasaan ini aku ceritakan juga kepada para mahasiswa, dengan menyebutkan referensi ceritaku yang notabene diperoleh di kios loakan. Sekali dua kali aku pun berjumpa mahasiswa yang berkunjung ke kios loakan langganan.

Sebagai dosen mata kuliah Ilmu Al-Quran dan Tafsir, aku menggunakan metode diskusi dalam perkuliahan. Mahasiswa setiap kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah tatap muka dalam satu semester. Berkat kolaborasi dengan para mahasiswa lahirlah buku daras, Al-Quran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: Dana Bhakti Pirma Yasa, 1997), mendahului buku-buku serupa yang disusun oleh para dosen hingga kini.

Suatu saat salah seorang mahasiswaku menulis di kolom remaja KOMPAS. Aku pun mengkliping dan memfotokopi lalu membaginya kepada teman-teman sekelas. Kini penulis itu telah meraih Doktor dari ICRS dan menjadi Anggota DPR salah satu parpol di Senayan. Beberapa orang temannya pun menjadi Dosen dan telah menulis sejumlah buku pula.

Aku juga rajin mengunjungi toko dan pameran buku. Kadang hanya untuk belanja gagasan, dan survei trend buku yang terbit maupun kecenderungan penerbit tentang buku-buku yang diterbitkan. Belakangan aku membeli buku hanya yang benar-benar dapat aku gunakan untuk menulis.

Setiap kali terbit buku baruku kubawa ke kelas dan kutunjukkan kepada mahasiswa. Kusebutkan nama penerbit dan sepintas kilas isinya. Kadang satu atau dua buku kubagi untuk mahasiswa yang antusias membacanya. Ada pula yang kemudian mengirimiku hasil resensinya di majalah atau surat kabar.

Tiga kali aku menulis buku bersama, dan beberapa kali bergabung sebagai penulis dalam antologi, baik di dalam maupun di luar kampus, terutama dengan teman-teman grup WA Sahabat Pena Kita (SPK). Di antara tulisan-tulisanku di antologi yang kumaksud, “Titik Balik Menjadi Apa Adanya“ dalam Much. Khoiri (ed.), Titik Balik Menuju Cahaya (Gresik: Sahabat Pena Kita, 2021), “Gaya Hidup Sehat Ala Nasha`ihul Ibad” dalam Rita Audriyanti (ed.), Gaya Hidup Sehat di Era Covid-19 (Gresik: Sahabat Pena Kita, 2021), “Serba-Serbi dan Suka-Duka Berutang” dalam Ngainun Naim (ed.), Merdeka dari Utang: Kiat Hidup Tenang tanpa Tekanan (Gresik: Sahabat Pena Kita, 2021).

Aku pun menulis lirik lagu untuk SPK demikian.

Sahabat Pena Kita

Rumah singgah bersama

Mengasah daya cipta

Mengabdi untuk bangsa.

 

Mari bergandeng tangan

Bergerak beriringan

Singkirkan sgala rintangan

Wujudkan karya idaman.

 

Kepadamulah kami percayakan

Estafet literasi di negeri ini

Kepadamulah kami amanatkan

Estafet literasi di negeri ini.

 

Senang sekali bila aku diundang untuk berbagi pengalaman menulis. Salah satu komunitas yang pernah mengundang adalah Forum Lingkar Pena (FLP) dalam talkshow dengan tema “Menulis Buku Membangun Generasi Berliterasi” di Yogyakarta 1 Mei 2019.

Aku juga sering mengkampanyekan literasi dengan membuat meme, dan membukukannya dalam sebuah buku. Di antara meme-meme literasiku, “Tiada hari tanpa menulis walau sebaris”; “Setiap penulis adalah guru”; “Apa saja yang diucapkan, bila dicatat, jadi tulisan”; “Literasi barometer akademisi”. Dari keenampuluhan buku yang telah kutulis, favoritku trilogi: Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, Nur Ala Nur: Sepuluh Tema Besar Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 2020).

Tuhan berfirman dalam Al-Quran, “Bacalah!” Yuk, menulis apa saja untuk dibaca.

*Guru Besar Tafsir Al-Qur’an UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply