(Salam Hormat Pak Zakir dan Bang Erwin)
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Dalam dunia pendidikan tinggi, tugas seorang dosen terdiri atas tiga pilar yang membedakannya dengan masyarakat pendidik lainnya. Pendidikan, pengajaran, dan pengabdian pada masyarakat. Melaksanakan ketiga pilar ini adalah kewajiban bagi seorang dosen yang tidak bisa ditawar-tawar.
Pendidikan dan pengajaran tentu sudah jelas, ini terkait dengan proses mencari, meneguhkan, dan transfer ilmu pengetahuan kepada mahasiswa, baik yang dilakukan dalam bentuk mengajar mahasiswa dalam kelas, laboratorium, maupun melaksanakan penelitian.
Untuk kedua pilar ini, sudah lazim dilaksanakan oleh para akademisi di seluruh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Bahkan dari ketiga pilar ini, hanya pendidikan dan pengajaran saja yang paling banyak dilakukan oleh para dosen, sesuai dengan kemampuan, bakat dan kehendak masing-masing.
Untuk kategori ketiga, yakni pengadian pada masyarakat juga sudah lumrah dilakukan oleh para dosen. Mulai dari tahap sederhana sampai kepada tahap yang sangat tinggi. Mulai sekedar untuk memperoleh nilai angka kredit, ala kadarnya, sampai kepada upaya untuk mengaktualisasikan potensi dirinya kepada masyarakat dalam konteks yang sesungguhnya. Tergantung sikap akademik, dedikasi, minat, dan kemampuan yang bersangkutan.
Per definisi, pengabdian masyarakat adalah suatu kegiatan yang berupaya membantu masyarakat dalam beberapa aktivitas tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun. Dalam keadaan normal, pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh seorang dosen adalah melakukan kegiatan yang mampu mengentaskan masyarakat yang tersisih secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Bentuk pelaksanaan pengabdian masyarakat selama ini masih sangat terbatas, rutinitas. Masih langka yang dilakukan untuk tujuan yang benar-benar diperlukan oleh masyarakat pada saat itu. Bentuk pengadian masyarakat masih terdapat yang dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban dirinya sebagai dosen.
Meskipun tidak boleh digeneralisir, namun terdapat di antaranya yang hanya untuk mendapatkan piagam dan bukti pengabdian yang ditandatangi oleh kepala desa, bahwa dia sudah mengadakan kegiatan di desa itu. Dengan piagam tersebut, dapat dipakai sebagai bagian dari syarat untuk naik pangkat. Setelah naik pangkat, tentu akan naik pula gaji atau tuntangannya.
Saya pernah diminta oleh seorang calon guru besar pada salah satu perguruan tinggi umum terkemuka sekitar sepuluh tahun lalu, untuk membuatkan surat keterangan bahwa dia adalah pengurus salah satu organisasi Islam, padahal sepanjang yang saya ketahui saat itu, dia tidak pernah jadi pengurus.
Surat keterangan itu penting baginya, karena menjadi bagian dari penilaian dalam kategori pengabdian masyarakat untuk memperoleh pangkat akademik; profesor. Meskipun tak memperoleh surat keterangan tersebut dari saya, tetapi belakangan saya dengar beliau telah meraih pangkat akademik dimaksud.
Sesungguhnya hal tersebut tidak boleh terjadi dilakukan oleh seorang dosen. Pilar pengabdian masyarakat dalam konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, seharusnya dilakukan oleh seorang dosen adalah wujud pengabdian kepada masyarakat dalam arti yang sesungguhnya benar-benar dikerjakan dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Pengabdian masyarakat mesti dilakukan dengan jiwa dan semangat yang utuh, sebagai wujud dari kecintaan kepada masyarakat. Memaksimalkan potensi diri yang ada pada dirinya; ilmu, tenaga, kesehatan, kesempatan, dan harta, demi kemaslahatan bersama.
Dan ini harus dilakukan tanpa maksud untuk mendapatkan piagam penghargaan semata, atau bahkan dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai murni yang terkandung dalam pengabdian tersebut.
Salah satu bentuk medan pengabdian masyarakat yang saat ini sangat penting dilaksanakan oleh seorang dosen, adalah memberikan bantuan terhadap korban bencana alam yang sedang melanda sebagian negeri ini.
Musibah yang paling dekat dengan kita di Pulau Sulawesi adalah adanya gempa bumi di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat. Kita sangat bergembira dan senang melihat banyak sekali warga masyarakat, handai tolan, teman sejawat kita yang menjadi relawan dan berangkat ke lokasi bencana.
Baik yang berangkat dengan rombongan atas nama kampus maupun atas nama organisasi sosial kemasyarakatan atau lembaga sosial bukan negara. Mereka yang berangkat ke lokasi bencana itu, adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk yang sesungguhnya.
Tidak ada surat perjalanan dinas, tidak ada honor maupun bukan atas paksaan dari pihak lain. Mereka juga menggalang dana dan memobilisasi relawan terjun ke lokasi bencana untuk membantu warga yang terdampak musibah.
Selain membawa barang bantuan, terdapat pula relawan yang datang ke lokasi bencana untuk memberikan informasi tentang keadaan yang terjadi pada saat dan pasca bencana.
Dari berbagai relawan yang ada, dalam pantauan saya, terdapat dua orang dosen yang menjabat sebagai dekan fakultas pada perguruan tinggi swasta yang berangkat ke lokasi bencana.
Pertama adalah Saudara Dr. Zakir Sabara Haji Wata, Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar dan Saudara Erwin Akib, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Keduanya sudah berada di lokasi bencana bahkan ketika aparat yang seharusnya menangani hal itu belum berada di sana. Justru dari mereka banyak informasi diperoleh warga.
Zakir Sabara misalnya, memberikan informasi yang sengat menyentuh. Beliau mengunggah dalam media sosialnya, bahwa terdapat beberapa desa di Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene, yang terisolir akibat gempa.
Tidak bisa sama sekali dilalui karena jalanan yang rusak dan tertutup oleh timbunan tanah longsor. Oleh karena itu, dengan lantang beliau meminta kepada pemerintah agar sesegera mungkin mengirimkan pesawat helikopter untuk membawa bantuan ke desa-desa tersebut.
Kita bersyukur karena informasi tersebut benar-benar ditindaklanjuti oleh pemerintah, sehingga warga masyarakat dapat segera memperoleh bantuan. Demikian pula halnya dengan Erwin Akib, beliau membawa relawan ke Kabupaten Majene dengan barang bantuan berton-ton untuk diserahkan kepada warga yang membutuhkan. Mereka menyisir satu per satu desa yang tekena dampak bencana yang belum sempat ditangani oleh pemerintah.
Apa yang dilakukan oleh kedua dekan ini sesungguhnya adalah contoh pengabdian kepada masyarakat yang sesungguhnya. Mereka berani meninggalkan rutinitas di kampus; mengajar, membimbing, maupun tugas pokok dan fungsinya sebagai dekan, yang boleh jadi lebih menyenangkan dan menghasilkan keuntungan finansial.
Bahkan keduanya menjadikan lembaga yang dipimpin, tidak hanya sebagai fakultas akademik semata, pun telah mewujudkan fakultas yang menangani, peka, dan pro-aktif menangani bencana alam. ***
Wassalam
Penulis adalah Dosen Komunikasi Politik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar