Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Keseimbangan di Era Digital: Peran Agama Menetralkan Pengaruh Negatif Algoritma

×

Keseimbangan di Era Digital: Peran Agama Menetralkan Pengaruh Negatif Algoritma

Share this article

Oleh: Budi Winarto*

KHITTAH. CO – Agama secara konkret bukan termasuk algoritma, tetapi hal-hal tertentu memiliki kesamaan dengannya. Panduan, aturan, dan tujuan dari mekanisme kerja algoritma, secara substansial memiliki kesamaan sebagaimana panduan ajaran agama bagi setiap pemeluknya.

Kenapa agama bukan termasuk algoritma? Minimal ada beberapa point yang menyebabkan keduanya berbeda. Mulai dari sifatnya, agama memiliki sifat yang lebih kompleks dan abstrak dari pada algoritma. Berikutnya dari sisi keyakinan juga berbeda, agama melibatkan keyakinan dan iman, sedangkan algoritma lebih bersifat rasional dan logis.

Dari segi fleksibilitas, algoritma lebih rigit dan sistematis sedangkan agama memiliki fleksibilitas dalam intepretasi dan penerapannya. Serta yang paling mencolok adalah agama memiliki aspek-aspek yang lebih kompleks dan abstrak yang menyebabkan ia memiliki peran tak terbatas, sedangkan algoritma cara kerjanya sistematis, logis serta terbatas.

Berdasarkan sifat, keyakinan, fleksilibitas, dan tak terbatasnya, agama bisa berperan menetralkan pengaruh negatif algoritma. Hal ini disebabkan, agama bukanlah benda mati melainkan ia bisa hidup dan memengaruhi sifat dan watak yang menjalankan ajarannya dengan benar.

Ajaran yang membungkus simbolnya, bukan hanya sekadar bentuk ritualitas melainkan bisa menyelesaikan berbagai permasalahan, mulai sebelum sampai hadirnya masalah itu sendiri. Sebelum keberadaannya, berarti manusia sebenarnya bisa mengontrol dan mengendalikan masalah agar tidak mencuat ke permukaan, agama menyediakan ruang pengetahuan untukitu. Sedangkan ketika masalah itu tidak bisa terhindar, muncul di permukaan, agama juga bisa berperan menyediakan solusi untuk berbagai penyelesaiannya.

Secara definisi, algoritma memiliki arti sebagai serangkaian instruksi yang sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Dalam perkembangannya, algoritma tidak hanya digunakan untuk mengembangkan perangkat lunak dari sistem komputer, tetapi ia juga bisa ditemukan dalam bidang matematika, dan peran lain dalam kehidupan sehari-hari seperti kesehatan, ekonomi maupun bisnis secara praktis.

Dari segala varian dari perangkat lunak yang tersedia, ada banyak sisi negatifnya. Pada saat konsumen memanfaatkan fasilitasnya, seolah adrenalin mereka berpacu kencang, dan tak ingin cepat-cepat keluar dari zona nyaman. Maka, jangan heran ketika konsumen bermain game online atau berkunjung ke online shop baik itu TikTok, Shopee, atau fasilitas lainnya, tanpa sadar mereka lupa waktu karena hilangnya kesadaran. Hal itu karena peran sisi lunak dari algoritma yang bekerja memengaruhi kendali kesadaran.

Selain dari perangkat lunak, tak kalah dahsyat, di era berkemajuan seperti ini, cara kerja algoritma juga bisa merambah mengendalikan prilaku manusia melalui perangkat kerasnya. Kenapa saat berada di Mall kita seakan-akan lupa waktu? Tentu, selain ada perasaan bahagia, ternyata konstruksi bangunannya dirancang untuk memengaruhi kesadaran manusia.

Dampaknya seseorang akan betah berlama-lama tinggal di sana. Ruang tanpa jendela, pijaran lampu yang membuat hati tenang serta aroma yang menebarkan harum di setiap ruang, tentu itu bukan hal yang kebetulan. Belum lagi penataan barang-barangnya yang memiliki hitung-hitungan sempurna dengan konsumen. Targetnya, ada yang ingin “dikondisikan”, membeli atau setidaknya hal lain yang menguntungkan bagi investornya.

Oleh sebab itu, jangan heran ketika masuk Mall, pada awalnya hanya berniat jalan-jalan, tetapi setelah tiba di dalam ruang, keinginan tidak bisa terkondisikan. Parahnya ketika tanpa sadar kita harus berjejer mengantri di kasir untuk membayar barang yang sesungguhnya tidak diniatkan atau direncanakan sebelumnya. Demikian tata ruang bisa memengaruhi seseorang. Pertanyaannya apakah itu masalah? Ya tentu itu masalah karena kita tidak bisa mengontrol diri.

Ketajaman algoritma telah membuat diri kita terbawa untuk mengikuti pola dari tujuan mereka diperintahkan. Bisa jadi yang disuguhkan pada perangkat lunak maupun perangkat kerasnya itu bukan sekadar penampilan, melainkan sebuah manipulasi dari ruang, waktu sehingga atmosfernya bisa menjauhkan diri dari kesadaran.

Ketika kita berada pada zona seperti itu, peran agama bisa diaktifkan karena ia memiliki tools untuk menghindar dari kontrol algoritma yang tidak diinginkan. Di antara peran yang bisa menangkal adalah intropeksi dan mawas diri.

Intropeksi diri akan berperan sebagai pengingat bahwa apa yang ada disekitarnya bukanlah sebuah manipulasi keadaan, melainkan keadaan real yang harus dihadapi. Dengan intropeksi diri, sesuatu yang ingin memanipulasi diri dan kehidupannya akan terkontrol dengan kejujuran yang akan menjadi perisai dalam mengendalikan algoritma negatif.

Mawas diri pun akan melahirkan regulasi diri yang bisa memunculkan kesadaran akan pentingnya waktu serta pendidikan yang cukup sebagai benteng pertahanan. Regulasi bagi diri ini penting karena akan menjadi pembatas dari apa pun yang algoritma susun. Dengan regulasi diri yang kuat, manusia akan bisa menyeimbangkan keinginan nafsu dengan nurani untuk memenuhi apa yang ia butuhkan, dan bukan apa yang ia inginkan.

Regulasi diri itu berbeda dengan regulasi algoritma dalam bisnis. Algoritma dalam bisnis, tujuannya untuk mengecoh kesadaran konsumennya, sedangkan regulasi diri itu diibaratkan waktu dalam salat. Ia menjadi batas waktu yang tepat karena sudah ada ketentuannya. Tujuannya agar manusia tidak lalai.

Berikutnya juga pendidikan yang hadirnya dari mawas diri, ia akan membentuk kesadaran dari akal untuk menangkal algoritma negatif yang ingin memengaruhi. Dengan pendidikan yang cukup, seseorang tidak akan hanya sekadar ikut, tetapi pengalaman dan keilmuannya akan menjaganya dari segala keburukan.

Begitulah peran agama yang bisa menjaga kesadaran diri dari pengaruh negatif sebuah algoritma. Dari kesadarannya, penggunaan waktu itu bukan sekadar hitungan angka melainkan bagaimana memanfaatkannya secara produktif untuk melakukan kebaikan yang satu ke kebaikan lainnya.

Wallau a’lam bis-shawab

*Penulis kelahiran Kab. Malang yang sekarang tinggal di Kab. Mojokerto

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner ITKESMU SIDRAP

Leave a Reply