KHITTAH.CO, Surabaya- Atas penahanan tiga petani Pakel, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqaddas menyatakan sikap. Wujudnya adalah penjaminan dirinya sebagai penangguh penahanan.
Hal tersebut dilakukan bersama perwakilan akademisi dari Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, MHH Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, beserta tim TeKAD GARUDA.
Mereka mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur untuk menyerahkan surat penjaminan penangguhan penahanan, pada Senin, 20 Februari 2023.
Kehadiran mereka sekaligus untuk mendesak Kapolda Jawa Timur untuk segera membebaskan ketiga petani Pakel yang kini ditahan oleh kepolisian.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyampaikan bahwa persoalan penetapan tersangka hingga penahanan atas ketiga petani tersebut sangat disayangkan.
Menurut dia, penahanan tersebut tidak melihat aspek moral hukum. Menurut dia, ketiga petani tersebut merupakan korban konflik agraria. Tidak hanya itu, ketika mereka ditahan, mereka tidak menjalankan tanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.
“Kami (PP Muhammadiyah) tetap konsisten mengawal penyelesaian konflik agraria ini dan berharap pemerintah melihat ini. Karena petani Pakel butuh negara hadir dalam penyelesaiannya. Selain itu kami berharap institusi polisi terutama POLDA Jawa Timur mengedepankan moral hukum, di mana menerima surat penjaminan dari berbagai pihak untuk menangguhkan penahanan dan membebaskan ketiga petani tersebut,” kata Busyro tegas.
“Kami di sini menjamin jika mereka tidak akan ke mana-mana selama proses hukum dan tentu kami akan terus mendampingi,” ujar Busyro saat ditemui oleh Dirkrimum Polda Jawa Timur.
Sementara itu, Habibus Shalihin dari LBH Surabaya selaku perwakilan dari TeKAD GARUDA menyayangkan sikap kepolisian. Ia menyampaikan, sekalipun derasnya dukungan publik, tapi pihak Polda Jawa Timur tampak tetap tak bergeming.
Padahal, permintaan penangguhan penahanan pada ketiga petani Pakel di rumah tahanan Polda Jawa timur, setidaknya sudah 16 hari terhitung sejak Jumat, 3 Februari 2023.
“Seharusnya jaminan dari ribuan warga dan jaringan petani dan buruh serta masyarakat sipil harusnya jadi pertimbangan dari pihak kepolisian untuk segera mengabulkan pembebasan ketiga petani Pakel yang ditahan,” ujar Habibus.
Selanjutnya, Satria Unggul dari KIKA menyampaikan bahwa urusan untuk membebaskan tiga petani dari Desa Pakel yakni Mulyadi, Suwarno, dan Untung adalah kewajiban dari penegak hukum dalam hal ini Kapolda Jawa Timur.
Menurut Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya ini ketiga petani tersebut terus berjuang mempertahankan tanah mereka dari penguasaan ulayat yang dilakukan oleh PT Bumi Sari.
“Otoritas seperti BPN yang menerbitkan HGU dan mengesampingkan hak warga atas tanahnya merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip HAM yang telah diatur dalam mekanisme hukum internasional dan hukum nasional, serta prinsip Anti-SLAPP yang terkandung pada Pasal 66 UU Lingkungan Hidup,” jelas Satria.
Sejak dari awal, lanjut dia, pihaknya menilai penetapan tersangka dan penahanan kepada tiga petani Pakel merupakan bentuk pembungkaman.
Sebelumnya, tim hukum TeKAD GARUDA menduga bahwa penahanan yang terus berlanjut atas ketiga petani tersebut merupakan sebuah sebuah siasat licik dari Polda Jawa Timur.
Hal itu diduga untuk menggugurkan uji formil di Pra-peradilan yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Banyuwangi. Diketahui, pada Jumat, 17 Februari 2023, agenda sidang Pra-peradilan putaran pertama dilaksanakan.
Namun, sangat disayangkan Polresta Banyuwangi (Termohon I), Polda Jawa Timur (Termohon II) dan Kejaksaan Jawa Timur (Turut Termohon) mangkir atas panggilan sidang yang jauh-jauh hari sudah dijadwalkan.
Bahkan, sampai hari ini, penyidik masih disibukkan untuk mencari-cari keterangan saksi dan keterangan tambahan dari pihak tersangka.
Karena itulah, pihaknya berharap kasus ini segera mendapatkan perhatian. Terlebih, dukungan publik sudah semakin luas. Namun, hingga kini, tidak ada respons Polda Jawa Timur atau tindakan berarti.
Pihaknya berharap, pembebasan ketiga petani yang ditahan serta konflik agraria yang menjadi akar persoalan kasus ini dapat segera diselesaikan.
Pihaknya juga meminta, ATR/BPN untuk konsekuen dalam penyelesaian konflik agraria dengan mengevaluasi BPN Banyuwangi serta menjadikan kasus ini sebagai prioritas penyelesaian konflik agraria.
Hal itu karena persoalan Pakel adalah problem ketimpangan penguasaan lahan yang seharusnya, pemerintahan Joko Widodo melalui kebijakan Reforma Agrarianya membebaskan tanah Pakel untuk dikelola kembali oleh warga yang kebanyakan tak bertanah.
Diketahui, pada Ahad 19 Februari 2023, setidaknya ada sekitar 23.273 orang yang telah menandatangani petisi dalam situs change.org.
Tidak hanya itu, 1008 warga, akademisi, puluhan lembaga masyarakat sipil, dan tambahan dari 6 Kades di Banyuwangi dengan sukarela menjaminkan dirinya sebagai penangguh.
Maksud dari aksi solidaritas tersebut sebagai respons atas kriminalisasi yang disematkan kepada tiga Petani Pakel yaitu Mulyadi, Suwarno, dan Untung atas tuduhan melanggar tindak pidana pasal 14 dan 15 UU No. 1/1946.
(Rls)