Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipMuhammadiyahNasionalOpiniPendidikanPolitik dan HukumTokoh

Ketua Umum DPP IMM: Tidak ada Usaha Makar

×

Ketua Umum DPP IMM: Tidak ada Usaha Makar

Share this article
Foto: Taufan Putra Revolusi (Ketua Umum DPP IMM) yang sedang orasi di depan DPR RI
Foto: Taufan Putra Revolusi (Ketua Umum DPP IMM) yang sedang orasi di depan DPR RI

Oleh: Taufan Putra Revolusi

(Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)

KHITTAH.co- Akhir-akhir ini Makar menjadi trending topik setelah beberapa tokoh masyarakat dan aktivis senior ditangkap bertepatan dengan aksi 212, di silang monas kemarin. Mereka dituding sebagai orang yang ingin melakukan makar, dan sebagian lain katanya melanggar UU ITE.  Mereka itu adalah Aktivis senior seperti Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Rizal Kobar, musisi Ahmad Dhani, sampai anak proklamator RI Rahmawati Sukarno Putri. Beberapa orang tersebut ditangkap didaerah berbeda dan langsung ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua. Sungguh Ironis, dengan dugaan Makar dan pelanggaran UU ITE, mereka Langsung ditahan, sementara tersangka penistaaan agama masih bebas, pengemplang BLBI, dan otak intelektual Century masih misteri.

Makar menjadi trending topic, setelah bosan diskusi tentang mahar.

Makar diatur dalam KUHP, pasal 104, 106, dan 107. Dalam KUHP makar dapat berarti upaya jahat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah,  ataupun upaya untuk mengambil alih suatu wilayah, serta memisahkan diri dari NKRI. Pelakunya bisa dihukum seumur hidup. Namun Tak ada yang bisa menjelaskan apa dasarnya sehingga yang akan dilakukan oleh para aktivis senior, ataupun tokoh masyarakat layaknya Rahmawati Sukarno Putri disebut sebagai Makar atau pemufakatan jahat.

Sikap yang sama yang kami sampaikan disaat konferensi pers, bahwa tak ada indikasi Makar di Republik ini. Termasuk tuduhan terhadap Tokoh-tokoh dan aktivis senior yang ditahan. Nasionalisme mereka tak diragukan lagi. Tak ada pasukan khusus yang dilatih mengangkat senjata, berperang melawan TNI untuk menggulingkan kekuasaan yang sah, tidak ada usaha untuk merebut kekuasaan ditangan Presiden Atau merebut sebagian wilayah di RI. Senjata yang mereka miliki hanyalah semangat dan senjata ilmu, dengan tujuan yang Konstitusional, dan strategi gerakan yang konstitusional, dengan mendatangi DPR/MPR, untuk menyatakan pendapat tentang perlunya kembali ke UUD 1945 yang asli. Apakah menyatakan pendapat adalah makar, mendatangi DPR/MPR adalah Makar? Bukankah Reformasi 1998, saat Mahasiswa menduduki DPR/MPR mengkritik orba apa itu disebut Makar? Apa hasil reformasi hari ini adalah hasil Makar? Pertanyaan seperti ini harus dijawab dengan akal sehat.

Sebaliknya Penangkapan dan penahanan terhadap aktivis dan tokoh masyarakat bertepatan dengan aksi 212 adalah merupakan sikap anti kritik pemerintah, sikap kesewenang-wenangan rezim dan ini menandakan bahwa institusi pemerintah sudah mulai tidak menginginkan adanya inteprupsi dari akal yang waras untuk membangun bangsa yang lebih maju. Mungkin saja pemerintahan yang berkuasa sekarang ingin mewarisi gigantisme kekuasaan orde baru dalam bentuk neo-orba. Dan ini bahaya, karena yang dipakai untuk melegitimasi tindakan itu adalah UU. Sebagaimana yang dikatakan Kahlil Gibran, Inilah titik awal kematian sebuah bangsa.

Gerakan selamatkan NKRI yang bercita-cita kembali ke UUD 1945, adalah gerakan yang mulia. Lepas dari pro dan kontra, senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, serta mungkin butuh diskusi panjang jika Indonesia kembali ke UUD 1945. Namun dapat disimpulkan bahwa gerakan selamatkan NKRI mengandung spirit perubahan, akumulasi kekecewaan akibat liberalisasi di segala lini, menggunakan regulasi dan kebijakan pemerintah untuk memuluskan agenda-agenda neoliberal di RI. Pemerintah hanya menjadi sekuriti, satpam, untuk kepentingan para pemilik modal, baik asing ataupun kapitalis dalam negeri. Indonesia semakin kehilangan kedaulatan nya.

Apakah yang dimaksud dengan Makar

Makar secara istilah adalah penggulingan pemerintahan, atau kekuasaan. Namun jika dipahami secara utuh, Makar telah terjadi di Indonesia sejak lama. Menurut KBBI, Makar adalah akal busuk, tipu muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dan sebagainya, perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Pemufakatan jahat dapat diartikan sebagai Makar. Maka upaya untuk membajak demokrasi, dapat dikatakan sebagai makar terhadap kedaulatan rakyat. Demokrasi di Indonesia bukan berdasarkan atas kedaulatan rakyat, tapi berdasarkan kekuatan uang. Demokrasi dibajak pemilik modal. Demokrasi di Indonesia sangat liberal, bahkan Lebih liberal daripada Negara barat, nenek moyang nya demokrasi itu sendiri. Demokrasi Indonesia hanya berkutat pada prosedural semata, kehilangan nilai substansial. Egalite, Fraternite, dan Liberti, masih sebatas mimpi.  Demokrasi di bangsa ini, dinikmati oleh orang-orang yang tidak paham tentang demokrasi itu sendiri. Sementara orang-orang yang demokratis terpinggirkan. ‘Demokrasi tanpa kaum Demokrat’ kata buku nya Fazlur Rahman.

Selanjutnya, pemufakatan jahat untuk menguasai ekonomi bangsa juga bisa dikatakan makar ekonomi. Kekuasaan ekonomi yang seharusnya dikuasai oleh pemerintah dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, diambil-alih oleh para corporate kapitalis dan state kapitalis. Bumi air dan kekayaan alam di Indonesia, untuk kepentingan sebagian kecil kelompok saja, jembatan dari negara-negara adidaya untuk memenuhi dapur pendapatan negara-negara asing. Sementara rakyat Indonesia jadi kuli di negeri sendiri. Sebut saja Migas, yang hampir 90% dikuasai asing. Bahkan air diprivatisasi. Produksi air bersih yang dikelola pemerintah, jauh dibawah produksi air kemasan yang dikuasai kapitalis asing. Kondisi ini juga tidak diimbangi dengan industrialisasi. Tidak ada brands produk RI yang mampu bersaing di pasar global. Benarlah apa yang dikatakan Menteri BAPPENAS, Bambang Brodjonegoro, bahwa kondisi ekonomi Indonesia hari ini, sama dengan kondisi bangsa Indonesia dizaman penjajahan.

Oleh karena itu, daripada menghabiskan energi menangkap dan menahan para aktivis dan tokoh masyarakat yang kritis ini Dengan tudingan Makar dan pemufakatan jahat yang tak berdasar, lebih baik pemerintah mengantisipasi bahkan melawan Makar ekonomi dan politik yang dilakukan oleh para neo-mperialis dan neo-kolonialis. Jika tidak, maka hanya ada dua kemungkinan, pertama Nasionalisme pemerintah RI lemah, kedua, bagian dari pelaku pemufakatan jahat atau Makar ekonomi dan politik di Bangsa Indonesia.

Wallahu’alam bi sawab.(*)

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI