KHITTAH.CO, MAKASSAR- Menghadiri acara anak Seni memang menghadirkan atmosfer berbeda. Apalagi, kalau acaranya bertajuk kuliah umum.
Hal itu juga yang terasa ketika Khittah menghadiri kuliah umum yang dihelat Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Atmosfer berbeda itu semakin terasa ketika Kiai Cepu, sang pembawa kuliah, membacakan puisi pertamanya.
Dengan suaranya yang menggelar ia membuat semua mulut terkunci dan mata para hadirin khusyuk kepadanya. Sampai di puisi ketiga, Kiai Cepu panen tepuk tangan.
Kuliah umum jadinya lebih mirip pertunjukan seni. Tepuk tangan meriah dan penampilan pembacaan puisi yang disertai dengan bincang karya dan prosesi kreatif.
Kiai Cepu berbicara terkait Estetika Ruang Publik dalam Kajian Islam di Mini Hall FKIP Unismuh Makassar, pada Jumat, 16 Juni 2023.
Sebagai pembuka, lak-laki bernama lengkap Kusen itu menjawab keresahan Ketua Prodi Pendidikan Seni Rupa, Meishar Ashari terkait seni yang seringkali dijauhkan dari nilai Islam.
Untuk menjawab itu, Kusen alias Kiai Cepu mengawali dengan kisah dirinya saat terpaksa harus ke diskotik di Moskow, Rusia.
Sebagai mahasiswa asing di Rusia, ia harus memilih ikut ke diskotik, karena belum bisa pulang sendiri. Ditambah lagi kemampuan bahasanya yang masih pas-pasan, sementara suhu minus 30 derajat Celcius.
Di diskotik, Kiai Cepu dan teman-temannya disuguhi penampilan tari telanjang. Ia mengaku sudah kuat iman dan menganggap biasa suguhan erotis itu.
“Pertanyaan saya, alat organ tubuh manusia yang paling sensitif menurut kamu apa?” tanya Kiai Cepu kepada para mahasiswa yang sejak tadi terpaku atas paparannya.
Kiai Cepu dengan tegas menjawab bahwa alat kelamin bukanlah yang paling sensitif. Semua hadirin tampak terkejut.
Mahasiswa yang tadi menopang dagu, seketika memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak.
Kiai Cepu melanjutkan, sebenarnya, hal yang paling sensitif dalam diri manusia adalah pikirannya.
“Rata-rata, orang yang kalau saya tanya ini, jawabnya alat kelamin. Saya tolak! Yang paling sensitif adalah otak, pikiran. Kenikmatan rangsangan atau tidak, itu di pikiran. Maka, ketika saya tiba di Rusia, ketika disodorkan bugil total, saya sudah terlatih di Cepu,” tegas dia.
Ia melanjutkan, dalam Islam, ada dua kategori haram, yaitu haram karena illat dan haram karena zat.
Haram karena illat, menurut dia seperti air yang jelas halal tapi jika diperoleh dengan mencuri, maka jadi haram. Sementara, haram karena zat, seperti babi dan khamar.
Menurut Kiai Cepu, hukum seni rupa itu dapat ditinjau berdasarkan illat-nya. Sayangnya, ulama Muhammadiyah, seringkali menetapkan hukum perkara kesenian, tanpa pemahaman terkait seni.
Padahal, menurut Dosen Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, untuk menentukan sebuah hukum, hakikat dari hal yang akan dijatuhi hukum itu harus dipahami mendalam.
Terkait hukum kesenian, Kiai Cepu mengungkapkan, dirinya sempat berdiskusi dalam forum ilmiah dengan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syamsul Anwar yang saat itu masih Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT).
“Kami membincang terkait hadis yang berbunyi orang yang paling berat siksaannya di neraka adalah para pelukis, para pematung,” kata dia.
Kiai Cepu yang juga merupakan Kader Ulama Tarjih MTT PWM DKI Jakarta itu berpendapat bahwa hadis itu lemah, sementara MTT menegaskan bawa Muhammadiyah bersumber pada Quran dan Sunah Maqbulah.
“Alhamdulillah, semua kritik saya dibenarkan oleh Prof. Syamsul bahwa dalam Tarjih memang ada yang dhaif. Lah, kok bisa? Menurut Prof Syamsul, itu bukan pandangan Muhammadiyah. Itu hanya, untuk, ini lho hadis-hadis yang berbicara tentang seni,” ungkap dia.
Sayangnya, Kiai Cepu tidak memiliki banyak waktu untuk bicara secara mendalam dan lebih panjang.
Pasalnya, waktu Salat Jumat akan segera masuk. Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah itu harus membawakan khutbah di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar.