Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Krisis Iklim, Eco Bhinneka-MLH Muhammadiyah Gerakkan Kolaborasi Antarumat

×

Krisis Iklim, Eco Bhinneka-MLH Muhammadiyah Gerakkan Kolaborasi Antarumat

Share this article
Buku “Merawat Lingkungan dan Melestarikan Lingkungan” karya Eco Bhinneka dan MLH PP Muhammadiyah (sumber foto: rls)

KHITTAH.CO, Jakarta– Krisis iklim menjadi perhatian serius Eco Bhinneka dan Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Atas itu, tokoh lintas-iman dan pegiat lingkungan berkumpul dalam merayakan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia dengan menghelat seminar, sarasehan lintas-agama, dan pameran Eco Bhinneka.

Acara yang bertajuk “Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman” itu dihelat pada Jumat, 9 Juni 2023 di Aula Lantai 1 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta itu.

Tercatat, ada 270 hadirin dalam perayaan yang berlangsung sejak pukul 09.00 – 15.00 WIB itu.

Agenda pertama diawali dengan peluncuran buku “Merawat Lingkungan dan Melestarikan Lingkungan” karya Eco Bhinneka dan MLH PP Muhammadiyah.

Buku itu merupakan upaya untuk mengarahkan pandangan masyarakat luas bahwa dengan spirit keimanan, umat beragama mampu berkontribusi besar untuk mencegah kerusakan lingkungan.

Menariknya, pengunjung dapat mengunduh versi digital buku itu secara gratis di arena pameran.

Dalam sambutannya, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas menekankan kepada peserta pentingnya membaca buku itu.

“Di buku ini ada tulisan menarik bagi saya, solusinya adalah Bersatu Demi Bumi. Kita perlu bersatu bergandengan tangan tanpa melihat agama, suku, budaya, untuk mengurangi global warming, karena ini adalah ancaman bagi kita semua. Mari kita bersatu dalam melindungi bumi.” ucap Anwar.

Ketua yang membidangi lingkungan hidup itu juga mengungkapkan kegelisahannya atas krisis iklim yang kini terjadi.

Ia menekankan, krisis iklim menjadi ancaman yang serius bagi umat manusia. Kini, bumi semakin panas, es di kutub utara dan selatan perlahan mencair.

Tidak hanya itu, Pantai Utara Jawa juga sering kali dilanda rob. Kata dia, itu merupakan bencana kemanusiaan.

“Semua akan merasakan dampaknya tanpa melihat latar belakang agama maupun suku, dan saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dialami generasi berikutnya,” kata Anwar.

Seminar ‘Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman’

Agenda selanjutnya adalah seminar yang dihadiri oleh para tokoh lintas-iman dan pegiat lingkungan. Mereka berdiskusi secara panel dengan tema: “Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman.”

Direktur Program Eco Bhinneka sekaligus Koordinator GreenFaith Indonesia Hening Parlan, mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan dan perubahan iklim tidak bisa dibiarkan.

“Kita bisa membangun peace building dengan pendekatan lingkungan. Mari kita setting agar bumi kita adem, termasuk orang-orangnya juga kita ademkan,” ucap dia.

Sementara itu, Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung, mengajak peserta auntuk turut berupaya mencegah kerusakan lingkungan dimulai dari hal-hal kecil yang bisa dilakukan sehari-hari.

“Hal-hal yang kecil harus mulai kita lakukan dan kita tularkan. Karena satu langkah kecil inilah yang akan menyelamatkan bumi ini,” kata dia.

Azrul mencontohkan dengan mulai memilah sampah di rumah sendiri, membawa tumbler ke mana pun pergi, dan menggunakan barang yang bisa digunakan berulang-ulang.

Azrul menjelaskan bahwa ada aspek-aspek lingkungan yang bisa dimanfaatkan untuk ekonomi, di antaranya fokus mengenai sampah.

“Muhammadiyah punya sekian banyak rumah sakit. Bagaimana limbah medis atau sampah medis menjadi komoditi bisnis, itu bisa jadi kita gerakkan,” ucap dia.

Ia berharap agar ke depan semua pihak bisa berkolaborasi, baik kantor-kantor Muhammadiyah, gereja-gereja, maupun tempat ibadah lainnya, agar penggunaan listriknya bisa menggunakan energi surya atau solar panel.

Menganggapi itu, Pendeta dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Binsar Jonathan Pakpahan juga mengajak umat beragama untuk bisa bersuara membela mereka yang terpinggirkan, termasuk masyarakat adat, kaum perempuan, dan masyarakat yang tinggal di kawasan yang lingkungannya telah rusak.

“Kita bisa belajar kebijaksanaan masyarakat lokal bagaimana mereka merawat sikap-sikap yang dibangun oleh nenek moyang kita untuk menghormati alam. Mari kita bangun kesadaran bahwa saya adalah bagian dari kamu (alam), dan kamu (alam) adalah bagian dari saya,” ajak Binsar.

Terkait bagaimana umat beragama sebaiknya menjawab tantangan perubahan iklim, Romo Ignatius Ismartono mengajak agar peserta mempelajari kembali ‘Laudato Si’ dan Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim Global.

“Kami menyeru semua pihak bekerjasama, bersaing sehat dalam gerakan ini, dan menyambut baik sumbangsih-sumbangsih penting dari kelompok-kelompok keagamaan lain. Bila setiap kita menawarkan yang terbaik, maka kita bisa melihat jalan keluar dari kesulitan-kesulitan ini ,” ungkap dia yang kini masih aktif sebagai seorang Pastor di organisasi Sahabat Insan.

Sementara itu, Ismail Hasani dari SETARA Institute juga menyoroti kebinekaan bangsa ini yang tercoreng oleh tindak diskriminatif.

“Seringkali kita mendengar kabar buruk soal kemajemukan di Indonesia, baik itu pandangan Islamophobia maupun isu rasialitas. Karena itu, sebagai ummat dan anggota di Republik ini, penting bagi kita membangun energi kolektif untuk mendorong perubahan.” ungkap Ismail.

“Gerakan Eco Bhinneka menjadi ide yang baik, dan menjadi pendekatan alternatif dalam merawat kemajemukan,” tutup dia.

(Rls)

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply