KHITTAH.CO, LOMBOK – Pada dasarnya peran lembaga dan majelis ini sudah berjalan sejak ditetapkan sebagai amanah pimpinan pusat Muhammadiyah dalam muktamar 2005. Sebagai unsur pembantu pimpinan, seiring berjalannya waktu, keduanya bersinergi dengan Lazismu sebagai lembaga amil zakat nasional di bawah organisasi Muhammadiyah.
Seperti disampaikan Sekretaris Badan Pengurus Lazismu, Mahli Zainudin Tago, dalam Rakernas Lazismu 2019 di Lombok, bahwa dengan mengundang majelis dan lembaga dalam pertemuan nasional ini sebagai sesi yang istimewa. Selain memantapkan kolaborasi, tapi bagaimana melihat program dan strateginya yang menjadi motor penggerak dakwah berkemajuan.
Karena itu, kata Mahli, optimalisasi penyaluran program Lazismu melalui Majelis, Lembaga dan Ortom (MLO) adalah langkah yang tepat untuk saling-menguatkan.
Budi Santoso dari Majelis Pembina Kesehatan Umat (MPKU), mengatakan, semua amal usaha kesehatan Muhammadiyah memiliki kantor layanan Lazismu. “Secara umum amal usaha kesehatan bermitra dengan Lazismu,” katanya. PKU bantul misalnya, sambung Budi, mendapat penghimpunan Rp 1 milyar. Andai saja ada rumah sakit besar Muhammadiyah, akan banyak penghimpunannya.
Dalam kesempatan itu, Majelis Dikdasmen yang diwakili R. Alpha Amirrachman, mengatakan, informasi tentang perkembangan sarana pendidikan dating dari bawah. Sehingga data yang akurat masih jauh dari harapan, karena itu dikdasmen menggunakan data dari data pokok pendidikan (dapodik) dan Muhammadiyah Scholarship Preparation Program (MSPP).
“Ada program sekolah utama di bawah bimbingan langsung yang ada PTM, di sana ada pembanguann unit sekolah baru bekerjasama dengan Kemendikbud,” paparnya.
Sementara itu, Ketua MPS PP Muhammadiyah, Sularno, mengatakan, sinergi yang dilakukan berkaitan dengan anak dan lansia. Ini program unggulan lembaga. “Kesepakatan program bersama Lazismu, tentang orangtua asuh, itu kesepakatan pertama dulu,” katanya.
MPS ke depan, akan terus mengarusutamakan isu anak di panti sosial dengan berbasis keluarga. Panti pilihan terakhir, sedangkan lansia menggunakan pendekatan non-panti. Dengan Lazismu sendiri, ada program Muhammadiyah Senior Care yang berkerjasama dengan pihak rumah sakit di Jakarta seperti RSIJ Sukapura, dan di kota lain seperti Yogyakarta dan Jawa Timur. “Diharapkan Lansia menjadi program unggulan MPS dan Lazismu, sehingga Lansia menjadi bermartabat di masa tuanya.
Hal senada disampaikan MDMC. Menurut Budi Setiawan selama ini kolaborasi bersama Lazismu di aspek kebencanaan. Berdasarkan peta bencana, Muhammadiyah di daerah sebagian ada di kawasan rawan bencana. “Bentuk sinerginya, penguatan kapasitas, meski di ranah ini paling sulit untuk menghimpun dana,” ungkapnya.
Dalam kerangka ini, MDMC ditunjuk menjadi tempat uji sertifikasi, pengembangan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk integrasi stakeholder “safe community”. Maka kesempatan untuk berkolaborasi lebih jauh bersama Lazismu dapat dioptimalkan kembali dengan kreatif fundraising.
Bagi Budi Nugroho, ini forum bagus untuk berkolaborasi. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) sendiri memiliki 5 isu yakni pertanian terpadu di Sragen, penguatan UKM di Gunung Kidul dan Banjarnegara. Termasuk isu disabilitas yang jarang diperhatikan. Dalam aspek berbeda, MPM juga menyasar kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Maka model kolaboasi perencanaan dapat disinergikan bersama program Lazismu agar bisa dimasifikasi.
Berbeda dengan majelis dan lembaga lain, Lembaga Dakwah Khusus (LDK) memiliki persoalan tersendiri. Menurut Muhammad Ziyad, ketika mengirim juru dakwah ke kawasan 3T, tantangannya begitu berat dan bagaimana melayani mualaf yang memerlukan pendampingan dengan sumber daya terbatas. Pengalaman LDK selama ini para dai kita perlu memeroleh jaminan dan keamanan. Peluang kolaborasi bersama Lazismu untuk memberdayakan dai perlu dilihat kembali dalam program yang tepat sasaran.
Menanggapi program kemitraan bersama lembaga dan majelis ini, di awal paparan, ‘Aisyiyah yang diwakili Latifah Iskandar, mengatakan, klasifikasi kemitraan bersama Lazismu meski berjalan lancar, namun pada kondisi berbeda kurang cepat. Tapi semua dapat dilaksanakan dengan standar yang lebih tepat, produktif, harmonis dan berkualitas sehingga dapat menjadi acuan.
Menanggapi hal itu, Lazismu yang diwakili oleh Joko Intarto, mengatakan, persoalan yang ada terkait komunikasi. Semoga delapan majelis dan lembaga yang hadir di sini menjadi awal berkomunikasi yang berkualitas. Oleh sebab itu, kita bersama perlu role model sebagai upaya kolaborasi program yang akan dibiayai oleh Lazismu.
Lazismu saat ini fokus pada penghimpunan karena program yang dibuat jarang yang berhasil, maka dana didistribusikan ke majelis, lembaga dan ortom (MLO) maka penerima manfaat masyarakat dapat terindentifikasi, dan MLO berperan sebagai operator. (na)