KHITTAH.CO, Makassar – Menjelang Musyawarah Cabang (Musycab) ke-34 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Makassar, wacana tentang arah perjuangan Ikatan kembali mencuat. Forum ini diharapkan tidak sekadar menjadi rutinitas administratif, tetapi hadir sebagai ruang refleksi, pertarungan gagasan, sekaligus evaluasi jujur atas capaian dan kekurangan organisasi.
Ketua Umum PIKOM IMM FISIP Unismuh Makassar, Muh. Yusuf Rabra, menegaskan bahwa musyawarah dalam tradisi IMM bukan hanya agenda struktural, melainkan momentum ideologis.
“Tanpa evaluasi yang kritis, IMM akan mudah terjebak pada formalitas yang hampa dan kehilangan relevansi di tengah tantangan zaman,” ujarnya, Sabtu, 20 September 2025.
Kepemimpinan Bukan Sekadar Jabatan
Menurut Yusuf, kepemimpinan dalam IMM tidak boleh dipahami sebagai perebutan posisi. Pemimpin Ikatan dituntut memiliki kedalaman moral, kecakapan intelektual, serta kesungguhan sosial. “Seorang pemimpin IMM harus mampu memimpin gagasan, meneguhkan tradisi kritis, dan menghadirkan praksis Islam Berkemajuan dalam kehidupan nyata,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa regenerasi dalam IMM adalah amanah yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tanpa kepemimpinan yang berkualitas, Ikatan akan kehilangan denyut perjuangan. “Regenerasi adalah denyut kehidupan organisasi. Tanpa itu, IMM hanya akan menjadi nama tanpa ruh,” katanya.
Menjawab Tantangan Zaman
Musycab ke-34 IMM Kota Makassar diharapkan mampu menjawab pertanyaan mendasar: gagasan apa yang diperjuangkan, arah intelektual seperti apa yang ingin dibangun, dan bagaimana Ikatan tetap relevan di tengah perubahan zaman.
Konteks hari ini, menurut Yusuf, menuntut IMM untuk tidak tinggal diam. Arus pragmatisme politik, disrupsi digital, hingga krisis kepemimpinan moral menjadi tantangan nyata. Karena itu, Musycab harus menghadirkan gagasan alternatif yang tidak hanya responsif, tetapi juga visioner.
“IMM tidak membutuhkan pemimpin yang sibuk mengejar posisi, tetapi pemimpin yang berani menjaga idealisme. Kepemimpinan sejati adalah instrumen, sementara gagasan adalah fondasi. Tanpa gagasan yang kokoh, kepemimpinan hanya akan berakhir sebagai perebutan legitimasi yang rapuh,” tegas Yusuf.
Musycab sebagai Panggung Kolektif
Ia menekankan bahwa Musycab bukan milik segelintir orang, melainkan ruang kolektif seluruh kader IMM Kota Makassar. Forum ini harus menjadi panggung dialektika, kawah candradimuka kader, sekaligus mercusuar pencerahan.
“Musycab bukanlah akhir dari sebuah periode, melainkan awal dari perjalanan baru. Ia adalah jembatan menuju lahirnya kepemimpinan yang lebih baik, gagasan yang lebih segar, dan pengabdian yang lebih nyata,” pungkasnya.
Dengan semangat itu, Yusuf mengajak seluruh kader IMM untuk menjadikan Musycab ke-34 sebagai momentum meneguhkan kembali marwah Ikatan sebagai organisasi kader, dakwah, dan intelektual, yang senantiasa hadir kontekstual, visioner, dan profetik di tengah derasnya arus zaman.