Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Menemukan Kembali Platinum Track dalam Ramadan

×

Menemukan Kembali Platinum Track dalam Ramadan

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO, – Dalam hidup ini, sesungguhnya tidak ada yang benar-benar diam (tidak bergerak). Sesuatu yang kita tatap dalam keadaan “diam”, ada bagian dalam dirinya yang tetap bergerak. Minimal jika itu adalah benda, di dalam atomnya ada proton, electron dan neutron yang terus bergerak. Ini ada di alam semesta maupun dalam diri. Bergerak adalah prasyarat terciptanya stabilitas, harmonisasi dan keseimbangan.

Khususnya manusia, dalam bergerak untuk menciptakan stabilitas harus berada dalam garis orbit, track yang telah ditentukan atau ditetapkan sang penguasa alam, Allah. Sebagaimana tulisan saya pada hari kesepuluh Ramadan kemarin, manusia memiliki freedom of choice. Hanya saja, setiap pilihan, Allah telah menetapkan pula seperti apa konsekuensi yang harus diterima.

Gerakan manusia bukan hanya bergerak di tempat, tetapi sesungguhnya sedang berjalan menuju harapan baik berdimensi profan sampai pada transendensi. Sukses dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Gerak (perjalanan) manusia sesungguhnya dari Allah dan kembali kepada Allah. Akhirat sebagai tujuan akhir dan dunia sebagai tempat “persinggahan” menata diri dan mempersiapkan bekal menuju puncak harapan dan ultimate goals.

Bulan Ramadan sesungguhnya sebagai pengingat dari Allah bahwa manusia—dalam dalam konteks tulisan ini khususnya umat Islam—telah memiliki track khusus yang harus ditemukan kembali. Track tersebut adalah platinum track. Bagi yang berjalan di atas platinum track akan sampai pada puncak harapan dan ultimate goals. Bagi yang berjalan di luar dari track tersebut, maka berujung pada penyesalan mendalam di akhirat kelak.

Sofyan A. Djalil—yang pada saat memberikan sejenis kata pengantar pada buku Platinum Track karya N. Syamsuddin CH. Haesy (2009) sebagai Menteri Negara BUMN—menegaskan iadalah jalan sukses ilahiah. Jadi sesungguhnya judul ini, saya terinspirasi dari buku Syamsuddin tersebut. Meksipun demikian, saya tidak mengambil banyak hal di dalamnya, tetapi mengelaborasi dari berbagai perspektif dan termasuk yang saya pahami sendiri.

Platinum track (jalan sukses ilahiah) manusia hari ini—jika saya meminjam perspektif Dr Asep Zaenal Ausop—berawal dari komitmen yang terbangun kepada Allah di dalam alam arwah. Siapa pun dia, termasuk yang ateis sekalipun sesungguhnya harus mengingat atau diingatkan.

“sebelum roh masuk ke dalam janin, Allah Swt. bertanya ulang kepada roh, “alastu birabbikum” (Bukankah Aku ini Tuhanmu?). Pertanyaannya bukan, “man rabbuka” (siapa Tuhanmu?). pertanyaan ini berbentuk question tag, itu artinya meminta komitmen bukan sekadar menjawab “Allah!”. Roh pun menjawab, “bala syahidna” (Ya, kami bersaksi)”. Ini pemahaman progresif Dr. Asep dari QS. Al-A’raf [7]:172.

Di sinilah komitmen dan monoloyalitas manusia kepada Allah berawal. Jika kembali ditarik garis relasi dengan bulan Ramadan, sekali lagi saya tegaskan Allah sedang mengingatkan hamba-Nya akan komitmen itu. Allah sedang mengajak, ayo termukan kembali platinum track-mu. Saya berkesimpulan demikian, karena sebagaimana QS. Al-Baqarah [2]: 183, yang dipanggil untuk berpuasa adalah orang beriman. Komitmen di alam arwah tersebut, adalah komitmen keimanan ruh kita kepada Allah.

Selanjutnya, salah satu hal yang ditegaskan dalam perjalanannya melalui platinum track tersebut bahwa kehadiran manusia di muka bumi membawa tiga misi mulia: beribadah, khalifah dan berdakwah. Sebagaimana QS. Az-Zariyat [51]:56 manusia tugasnya adalah beribadah.

Beribadah di sini, dalam pandangan saya bukan hanya bagaimana menjalankan/mengamalkan rukun Islam. Tetapi “keyword” dari beribadah adalah “ridho Allah”. Apapun aktivitas yang dilakukan wajib diorientasikan dalam bingkai ridho Allah.

Menjalankan ibadah ritual karena mengharapkan ridho Allah, menjadi penyelenggara negara, menjadi pejabat negara, menjadi pengusaha, politisi atau apapun profesi dan aktivisme yang dilakukan harus berada dalam bingkai ridho Allah. Bahkan sejak dalam pikiran atau pun niat sudah harus berorientasi ridho Allah.

Jika ridho Allah senantiasa hadir sebagai framing, tujuan, barometer atas setiap sikap dan perilaku kita maka sudah dipastikan kita akan tetap berada dalam platinum track. Dan bisa dipastikan stabilitas, harmonisasi dan keseimbangan hidup, senantiasa terjaga. Begitupun dalam konteks bangsa dan negara akan tercapai apa yang menjadi harapan dan cita-cita mulia bangsa dan negara Indonesia.

Secara sederhana, bisa diilustrasikan: apa pun yang anda, atau kita ingin lakukan maka jadikan “ridho Allah” sebagai kata kunci. Apakah ini diridho Allah? Jika ya, lanjutkan. Jika tidak, hentikan, beristighfar dan taubat. Sebagai contoh bagi pejabat negara, apakah korupsi diridhoi Allah? Bagi pelajar, apakah nyontek, bolos sekolah dan malas belajar diridhoi Allah? Pasti jawabannya tidak, maka jangan dilakukan.

Dan yang harus kita pahami untuk menumbuhkan kesadaran, bahwa irama kehidupan yang Allah tiupkan dalam diri adalah irama beribadah, irama “ridho Allah”. Ibarat musik, jika iramanya pop dan lagunya dangdut, sudah pasti tidak nyambung, tidak harmonis. Musik keroncong, goyang dan lagunya rock pasti tidak nyambung, tidak harmonis dan indah.

Begitupun—sebagaimana contoh di atas—bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya tidak ada koruptor, siswa yang suka nyontek dan/atau bolos, penipu yang tenang hatinya pada saat dan setelah beraksi. Hal ini disebabkan karena tidak sesuai dengan irama kehidupan yang telah Allah tiupkan dalam diri kita.

Tidak ada siswa ketika mau bolos dan dengan perasaan tenang menyampaikan kepada guru atau security bahwa dirinya mau bolos, begitupun koruptor. Jadi kesadaran akan misi mulia manusia yang pertama (beribadah) akan membuat diri kita tetap dalam platinum track agar di dunia pun kita bisa mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Termasuk di akhirat.

Untuk misi mulia kedua manusia (sebagai khalifah) saya menarik sebuah derivasi progresif—berdasarkan konsep diri yang saya rumuskan—bahwa itu berarti bagaimana mengarahkan potensi diri, orang lain dan alam sekitar ke arah positif. Agar semua berjalan dalam platinum track.

Untuk mengarahkan maka, salah satunya harus ada aktivitas dakwah. Dakwah adalah instrument untuk mengubah karakter, melakukan perubahan ke arah positif. Ini menjadi penting dan harus disadari karena berdasarkan sistem sosial, konsekuensi dari sikap dan perbuatan seseorang seringkali bukan hanya menimpah diri sendiri (pelaku) tetapi bisa berimbas ke orang lain yang bukan pelaku. Di sinilah pentingnya, tolong menolong dalam kebenaran dan kesabaran (QS. Al-Ashr).

Dalam bulan Ramadan ini, kita bisa (semakin) menemukan platinum track tersebut. Sebagaimana tulisan-tulisan saya sebelumnya (dalam bulan Ramadan ini): Bukankah puasa Ramadan telah membentuk habits berupa karakter dan/atau ketakwaan. Ramadan telah meng-charge full kehidupan kita terutama dimensi psikis yang seringkali sebelas bulan di luar Ramadan berada dalam keadaan kritis.

Ramadan telah mematangkan pemahaman dan keyakian bahwa sesungguhnya berpuasa memberikan banyak manfaat dan menunjukkan kebenaran ayat-ayat Allah. Puasa telah menciptakan habits yang melampaui konsepsi habits Stephen R. Covey. Puasa menjadi pemantik dahsyat atau mengaktivasi laws of happiness dalam diri dan jika dihubungkan kembali tulisan terbaru saya kemarin (10 Ramadan) ini akan mampu mengaktivasi gelombang otak (alfa dan theta).

Jika gelombang ini teraktivasi, maka perjalanan di atas platinum track adalah perjalanan yang semakin indah, membahagiakan, menyejukkan sehingga kita akan senantiasa merasa damai, tenteram dan mampu merasakan kehadiran Allah. Rindu kepada Allah semakin terasa. Selanjutnya ini akan menimbulkan efek bola salju yang bermuara pada komitmen dan monoloyalitas kepada Allah yang kita ikrarkan di alam arwah. Dari Allah untuk kembali kepada Allah.

Puasa dan/atau bulan Ramadan, bukan hanya Allah sedang mengingatkan atau pun mengajak agar kita kembali ke atas platinum track. Namun puasa sesungguhnya untuk memperkokoh perisai “pengendalian diri” agar tidak tergoda dan tergelincir ke luar sehingga tetap di atas plantium track tersebut.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply