Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Mengenang H.M. Alwi Hamu: Jurnalis Muslim Berintegritas

×

Mengenang H.M. Alwi Hamu: Jurnalis Muslim Berintegritas

Share this article

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Dunia pers Indonesia berduka. H.M. Alwi Hamu, seorang jurnalis Muslim yang penuh dedikasi, telah kembali ke rahmatullah pada Sabtu, 18 Januari 2025, di Jakarta. Berita kepergian beliau menyebar luas melalui berbagai media, menimbulkan duka mendalam bagi banyak pihak, terutama kalangan jurnalis, juga teman-teman saya di Program Studi Jurnalistik Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Nama H.M. Alwi Hamu sangat akrab bagi masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya meereka yang lahir sebelum 1985. Beliau adalah pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Fajar di Ujung Pandang (sekarang Makassar). Bersama Harian Pedoman Rakyat, Harian Fajar menjadi media terbesar di Sulawesi Selatan pada masanya. Harian Fajar bahkan berkembang menjadi media nasional dengan jangkauan pembaca yang meluas hingga berbagai provinsi lain di Indonesia.

Nama Harian Fajar memiliki filosofi mendalam, melambangkan harapan baru dan peluang untuk memulai sesuatu yang lebih baik. Di bawah kepemimpinannya, Harian Fajar menjadi sarana pembelajaran dan inspirasi bagi masyarakat, mencerminkan semangat optimisme dalam menghadapi masa depan.

Sebagai pemimpin redaksi, beliau memainkan peran penting dalam mencerdaskan bangsa. Media massa yang beliau pimpin menjalankan berbagai fungsi strategis, seperti memberikan pendidikan, menyampaikan informasi, melakukan kritik sosial, hingga menyediakan hiburan berkualitas. Harian Fajar tidak hanya menjadi sumber berita, tetpi juga alat untuk membangun kesadaran masyarakat dan mendorong perubahan sosial.

Melalui karya jurnalistik dan kebijakan editorialnya, pun memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan intelektual masyarakat. Beliau juga aktif di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), memimpin dan membimbing para jurnalis untuk tetap menjaga integritas dan profesionalisme.

Saya pribadi memiliki kenangan berharga dengan almarhum, meskipun interaksi langsung kami cukup terbatas. Saya pertama kali mengenal nama beliau pada awal tahun 1990 ketika rutin membaca Harian Fajar di Makassar. Bacaan ini membangkitkan ketertarikan saya pada dunia jurnalistik. Bersama teman-teman, saya pernah juara satu lomba majalah dinding tingkat SMA se-Sulawesi Selatan yang diadakan Harian Fajar sekitar tahun 1992. Bahkan, saya sempat menulis opini yang dimuat di Harian Fajar saat masih bersekolah di SMA Negeri 3 Ujung Pandang. Artikel-artikel tersebut, seperti Bahaya Narkoba dan Kontribusi OSIS dalam Pembangunan, menjadi bagian dari kenangan manis saya.

Saya juga berkesempatan bertemu langsung dengan calon anggota DPD ini, dalam dua momen istimewa. Pertama, pada tahun 1995, ketika saya mengikuti pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan oleh Harian Fajar di Jalan Racing Centre, Makassar. Beliau hadir sebagai pembicara dan membagikan wawasan seputar dunia jurnalistik. Kedua, pada awal 2000-an, ketika saya menghadiri perayaan ulang tahun Harian Fajar. Dalam acara tersebut, saya sempat bersalaman dengan beliau berkat bantuan sahabat saya, Muhammad Yusuf, yang kala itu bekerja di kantor berita Reuters.

Beliau tidak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga memiliki peran internasional. Saya pernah membaca bahwa beliau menjadi utusan jurnalis Muslim Indonesia dalam konferensi jurnalis Muslim sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia, sekitar tahun 1987-1988. Salahsatu hasil konferensi tersebut adalah rekomendasi untuk membentukan jaringan pertukaran informasi antarjurnalis Muslim, guna melawan bias media Barat yang kerap kali diapandang tidak adil terhadap umat Islam.

Di bawah kepemimpinannya, Harian Fajar berhasil membangun Graha Pena, salah satu gedung tertinggi di Makassar pada masanya. Gedung ini menjadi simbol visi besar beliau dalam memajukan dunia media di kawasan timur Indonesia. Beliau juga menjadi inspirasi bagi banyak jurnalis muda untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Dua sahabat saya, Bang Hazairin Sitepu dan Bang Muhammad Ruslan Ramli, pernah menjadi bagian penting dari Harian Fajar, masing-masing sebagai Pemimpin Redaksi. Hal ini menunjukkan betapa luasnya jejaring profesional yang dibangun oleh almarhum sepanjang kariernya. Ada juga Anggriani S. Ugart yang pernah menjadi Sekretaris Redaksi.

Kepergian mantan aktivis 1966 ini, merupakan kehilangan besar bagi dunia jurnalistik dan masyarakat Indonesia. Namun, nilai-nilai yang beliau tanamkan akan terus hidup. Semangat beliau dalam mencerdsakan bangsa, menjaga integritas, dan memperjuangkan kebenaran melalui media harus terus dilanjutkan oleh generasi penerus.

Mari kita berdoa agar Allah SWT memberikan tempat terbaik bagi almarhum di sisi-Nya, mengampuni segala dosa-dosanya, dan menerima amal ibadahnya. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini. Amin ya rabbal ‘alamin.

Selamat jalan, Bapak H.M. Alwi Hamu. Cahaya perjuanganmu akan terus menjadi inspirasi bagi dunia jurnalistik. Allahumma firlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu.

Wassalam

 

Oleh : Haidir Fitra Siagian

Penulis adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar / alumni Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 1999.

Samata Gowa, 18 Januari 2025

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply