Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hikmah RamadanLiterasiOpini

Mengokohkan Prinsip melalui Bulan Ramadan

×

Mengokohkan Prinsip melalui Bulan Ramadan

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO, –  Ketika kita bertanya, apa yang membuat diri kita bisa bertahan untuk terus berjuang mencapai sukses, dan sebaliknya kalah sebelum bertarung? Jawabannya adalah “prinsip”. Yang pertama dengan prinsip yang kuat, dan kedua selain prinsipnya lemah, bisa jadi salah.

Saya yakin, para pembaca memiliki prinsip atau minimal pernah membaca atau mendengar prinsip orang lain. “Tiada hari tanpa membaca dan menulis”, “waktu adalah uang”, “tiba masa tiba akal”, “merdeka atau mati”, “diam adalah emas”, dan “diam adalah tertindas”. Ini beberapa contoh prinsip. Tindakan bisa dipastikan akan sesuai dengan prinsip yang dimiliki.

Saya teringat dengan sebuah film, judulnya yang saya ingat “mukjizat of virginia” (meskipun saya coba telusuri, sepertinyavada kekeliruan dalam penulisan judul, mungkin miracle of Virginia). Saya ingat betul, pada saat itu hari Sabtu tahun 2006 (saya lupa tanggal dan bulannya). Filmnya berkisah tentang prinsip kuat yang dimiliki oleh seorang yang bernama Craig, penderita tumor ganas.

Sekilas cerita tentan film tersebut: Craig oleh tim medis, telah divonis, hidupnya tidak akan bisa lagi bertahan lama, karena tumor yang dideritanya semakin ganas. Meskipun sakitnya semakin hari semakin parah, Craig yang umurnya masih seusia tingkat Sekolah Dasar (SD), setiap hari penuh kegembiraan. Pada saat akan dioperasi, tim yang menangani sudah kecil harapan akan berhasil, semakin khawatir dan sedih.

Justru yang berbeda, Craig si penderita penyakit ganas tersebut nampak riang gembira, dan satu hal yang disampaikan dan ini adalah contoh prinsip yang kokoh, yaitu “Akulah penguasa tubuhku”. Mungkin ada pembaca yang menilai prinsip Craig ini, tidak islami, sekuler dan melupakan Allah.

Terkait prinsip yang dimiliki Craig, kita jangan fokus dulu menilai apakah tidak islami, sekuler dan lain-lain. Saya tidak sedang menariknya terlebih dahulu ke garis relasi teologis atau nilai-nilai ilahiah. Namun yang pasti dengan prinsip yang dimilikinya, Craig si penderita tumor ganas, tetap bahagia setiap hari. Ganasnya tumor tidak mampu merenggut atau merebut kebahagiaan dan kegembiraannya setiap hari.

Craig pasca operasi, akhirnya sembuh total dan mendapatkan penghargaan dunia. Mudah-mudahan saya tidak salah ingat, bahwa film ini adalah kisah nyata, dan sering kali menjadi rujukan dan kisah dalam buku-buku atau literatur tentang pengaruh pikiran.

Masih ingat prinsip kokoh para pejuang kita, yang bisa mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, “merdeka atau mati”. Dan ada juga dalam suku Bugis-Makassar sebuah prinsip yang di satu sisi berfungsi positif dan pada sisi lain berfungsi negatif: “siri’” (budaya malu). Seringkali juga negatif karena prinsip “siri’” sehingga persoalan “sepele” terkadang berujung pada pertumpahan darah, tanpa memandang bahwa ini masih dalam satu rumpun keluarga yang sama.

Prinsip bisa bersumber dari berbagai referensi dan literatur berdasarkan apa yang pernah dibaca dan bahkan yang dialami. Dan berdasarkan apa yang saya dalami dan pahami, tidak sedikit justru akan menyesatkan perjalanan hidup manusia, atau si pemiliki prinsip (orang yang berpedoman kepadanya).

Prinsip, secara umum bisa dipahami—bisa coba cek pengertiannya di Wikipedia.org—suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/sekelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir dan bertindak.

Di dalam sebuah prinsip terkandung sebuah energi, etos penggerak, komitmen, konsistensi, dan konsekuensi logis. Idealnya dalam memilih dan memiliki prinsip, harus dipahami terlebih dahulu secara mendalam, darimana sumbernya, memahami basis teologis, filosofis, ideologis, psikologis dan sosial-budayanya.

Seperti prinsip yang selama ini, saya sering kritisi: “tiba masa tiba akal”,”Mens sana in corpore sano” (di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat”. Ada juga sekadar awalnya pepatah tetapi tidak sedikit menjadikannya sebagai prinsip “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Andaikan saya memiliki prinsip yang terakhir ini, maka sudah pasti saya tidak bisa sampai pada posisi kehidupan hari ini. Tetapi sejak kecil, sebelum saya mengerti banyak hal, termasuk mengerti tentang prinsip, saya tidak sepakat “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.

Sadarkah kita? Dalam Islam ada hal yang sesungguhnya sejak di bangku Sekolah Dasar (SD) telah dihafal di luar kepala, karena guru seringkali mewajibkannya. Namun luput dari kesadaran akan dimensi fungsional dan maknanya. Artinya, jika itu ditransformasi atau dijadikan sebagai basis teologis atau sebagai sumber penentuan prinsip yang menjadi pegangan/pedoman hidup, maka efeknya sangat dahsyat. Apa itu? Rukun iman yang terdiri dari enam. Enam rukun iman.

Rukun iman  adalah sumber dan sekaligus sebagai prinsip yang sangat kokoh untuk memengarungi kehidupan. Jika ini dimiliki, maka bisa diilustrasikan “badai kehidupan pun akan mampu dilewati. Mungkin saja tidak bisa menghentikan badai tetapi dengan prinsip yang kokoh akan mampu berselancar di atas badai”.

Dalam Islam ada tiga sendi utama atau bisa juga disebut sebagai pilar utama, yaitu: iman, islam dan ihsan. Terkait tiga persoalan ini, sangat kuat dan bisa dipahami dengan baik dari hadis yang dikenal sebagai “hadis jibril”. Ketika Rasulullah saw. didatangi oleh malaikat Jibril (dan menyerupai seorang pemuda yang sangat tampan) lalu bertanya tentang tiga hal tersebut.

Bagaimana caranya agar rukun iman bisa menjadi basis, sumber prinsip dan sekaligus sebagai prinsip yang kokoh?. Hal yang harus dilakukan adalah dengan melakukan transformasi makna, konversi makna atau mungkin hal yang paling tepat adalah menemukan makna derivasinya. Terkait hal ini saya memahaminya dengan sangat baik dan mendalam dari Ary Ginanjar Agustian, melalui buku karyanya “ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual”(2005).

Makna derivatif dari enam rukun iman sebagai sebuah prinsip: Pertama, prinsip bintang (iman kepada Allah SWT); kedua, prinsip malaikat (iman kepada malaikat); ketiga, prinsip kepemimpinan (iman kepada Nabi dan Rasul); keempat, prinsip pembelajaran (iman kepada kitab-kitab Allah SWT); kelima, prinsip masa depan (iman kepada hari akhir); dan keenam, prinsip keteraturan (iman kepada Qada dan Qadar).

Prinspi Bintang (Derivasi dari Rukun Iman Pertama)

Dalam pemahaman dan pemaknaan progresif Ary Ginanjar, bahwa dengan memiliki prinsip bintang dan Allah menjadi pegangan utama maka akan dicapai sebuah sikap dan perilaku yang berintegritas, rasa aman, kemampuan bertahan atas situasi yang terus berubah, kepercayaan diri yang kokoh, intuisi dan sumber motivasi yang terbaik.

Segala pikiran, tindakan dan keputusan dilandasi oleh dan karena Allah, dari sinilah saya mendapatkan benteng pertahan diri yang kokoh yang saya istilahkan, benteng “psiko-religius-spiritualistik”-, saya pernah jelaskan pada tulisan sebelumnya.

Dengan memiliki prinsip ini, kita pun akan mendapatkan sikap bijaksana yang luar biasa, karena sebelum memutuskan sesuatu senantiasa diawali dengan apa yang disebut “berpikir melingkar” dengan menjadikan 99 Asmaul Husna, sebagai basis berpikir.

Prinspi Malaikat (Derivasi dari Rukun Iman Kedua)

Prinsip malaikat, bisa dipahami bahwa dalam melaksanakan kegiatan apa pun atau menjalankan amanah akan senantiasa dilandasi oleh keinginan untuk melakukan dengan sebaik-baiknya, sepenuh hati dan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.

Jika ditelusuri, dipahami lebih dalam, konsepsi Ary Ginanjar ini, kita akan sampai pada pemahaman yang utuh dan kokoh, bahwa dengan memiliki prinsip malaikat kita akan: memiliki loyalitas yang tinggi, komitmen, kebiasaan memberi dan mengawali, kebiasaan menolong dan saling percaya.

Beberapa penyebab sebuah organisasi mengalami kehancuran di antaranya, loyalitas yang rendah, komitmen yang kurang dan sikap saling percaya yang tidak ada.

Prinspi Kepemimpinan (Derivasi dari Rukun Iman Ketiga)

Selama ini, ada paradigma kepemimpinan yang keliru dan bahkan sempit. Salah satunya yang saya maknai keliru adalah, sebagai sebuah kedudukan yang mengharapkan dilayani dan dihormati semata. Dan bahkan karena dua hal ini,selalu kekuasaan, tidak sedikit yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapainya.

Kepemimpinan dalam konsep diri yang saya rumuskan adalah sebuah proses dan upaya untuk senantiasa mengarahkan potensi diri, orang lain dan lingkungan sekitar untuk mengarah kepada hal positif. Saya rajin belajar, membaca dan dan merawat spirit menulis, minimal memenuhi harapan tersebut.

Kepemimpinan pula, adalah upaya untuk menjadi pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya, pemimpin yang membimbing, pemimpin yang berkepribadian dan pemimpin yang abadi.

Prinspi Pembelajaran (Derivasi dari Rukun Iman Keempat)

Prinspi pembelajaran yang kokoh adalah modal utama dalam menjalani hidup. Termasuk modal utama untuk memberikan manfaat besar dalam kehidupan sampai pada upaya membangun peradaban.

Prinsip ini akan mendorong peningkatan kebiasaan membaca buku dan situasi. Prinsip ini akan mendorong kebiasaan untuk berpikir kritis serta kebiasaan mengevalusi. Dan termasuk yang terpenting yang bisa dirasakan dengan berpegang pada prinsip pembelajaran ini adalah kebiasaan menyempurnakan dan memiliki pedoman.

Salah satu yang membelengu hati adalah ketika kita salah memiliki literatur dan referensi, Al-Qur’an adalah sumber literatur terbaik apalagi jika ini dijadikan sebagai sumber dan sekaligus sebagai prinsip.

Prinspi Masa Depan (Derivasi dari Rukun Iman Kelima)

Ary Ginanjar memberikan pemaknaan progresif bahwa prinsip kelima ini (prinsip masa depan) merupakan tahapan untuk memulai langkah pembanguan misi, jika empat prinsip sebelumnya telah kokoh.

Prinsip sebelumnya harus kokoh, karena visi sulit dibangun jika prinsip bintang salah langkah, tanpa kepercayaan langkah prinsip kepemimpinan akan rapuh dan akan gagal menjadi pemimpin.

Prinsip kelima ini akan mampu mengokohkan sikap dan perilaku untuk, memiliki ketenangan batiniah, memahami jaminan masa depan, mampu mengendalikan diri dan kehidupan sosial untuk tetap dari rel masa depan, mendorong lahirnya energi untuk optimalisasi upaya dan senantiasa mampu melihat dengan jelas apa yang menjadi tujuannya. Yang terakhir ini relevan dengan konsep to see Rhenald Kasali.

Prinspi Masa Depan (Derivasi dari Rukun Iman Kelima)

Prinsip keteraturan, sama dengan lima prinsip lainnya yang telah dijelaskan, juga sangat penting untuk dimiliki dalam hidup. Prinsip ini akan membangun kesadaran tentang adanya sistem yang berlaku, sehingga senantiasa berupaya menjaga sinergitas.

Prinsip ini pula yang mendorong untuk membentuk sebuah sistem, karena gerak menuju impian, seringkali dipahami tidak cukup dengan tanpa sebuah kesadaran sistem. Ini pula yang mendorong kesadaran pentingnya kolaborasi.

Prinsip keteraturan meniscayakan kesadaran akan pemahaman arti sebuah proses yang di dalamnya harus melewati sebuah hukum sosial dan hukum alam. Sehingga dalam berupaya selain membutuhkan kesabaran juga harus menjaga nilai-nilai yang ada sesuai dengan dimensi ridho Allah.

Bulan Ramadan adalah pemantik utama dan cara terbaik merawat iman termasuk apa yang dimaknai sebagai prinsip dalam tulisan ini.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Banteang. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply