KHITTAH.CO, Makassar- Menjelang Musyawarah Wilayah (Musywil) ke 40 Muhammadiyah Sulsel, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Makassar mengadakan pengajian. Dalam pengajian itu diangkat tema Adab Bermusyawarah di Persyarikatan Muhammadiyah.
Tema itu dianggap penting karena sesuai dengan momentum Musywil ke 40 yang akan dihelat pada 3–5 Maret 2023. Demikian pula Musyawarah Daerah (Musyda) Muhammadiyah Kota Makassar yang akan dihelat pada Mei nanti.
Pengajian terkait adab musyawarah itu dilaksanakan pada Ahad, 26 Januari 2023 di Pusat Dakwah Islam Muhammadiyah (PUSDIM) Kota Makassar.
Kegiatan tersebut menghadirkan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), KH Jalaluddin Sanusi sebagai Pembicara.
Dalam penyampaiannya, KH. Jalaluddin Sanusi menjelaskan bahwa dalam bermusyawarah, kita perlu merujuk ke Q.S Ali Imran ayat 159.
Ayat tersebut menerangkan tentang adab yang seharusnya kita terapkan dalam bermusyawarah, yaitu berskipa lemah lembut dan tidak memakasakan kehendak.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa bentuk dari pada pengaplikasian adab bermusyawarah di Muhammadiyah adalah dengan taat dan tunduk terhadap aturan yang berlaku.
“ Adab bermusyawarah di Muhammadiyah itu yang penting adalah mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Kalau kita ikuti dengan baik, insya Allah tata tertib dibuat dengan situasi yang kita hadapi, itu tadi ayat-ayat Al-Quran yang saya sampaikan sebagai dasarnya,” Jelas Ketua MTT.
Terakhir dia menekankan bahwa dalam musyawarah Muhammadiyah, seluruh partisipan harus mengikuti aturan dan berlandaskan pada niat yang baik.
“Jadi, memang kita ini menginginkan kebaikan bukan dengan menjatuhkan orang lain,” tegas Kiai Jalal.
Sementara itu, Chaeruddin Hakim, Wakil Ketua PDM Kota Makassar menjelaskan tujuan dari diadakannya pengajian tersebut.
Kata laki-laki yang karib disapa CH itu, pengajian dihelat untuk memberikan pemahaman etika dan menjabarkan pedoman-pedoman Persyarikatan tentang permusyawaratan.
Hal itu penting sebab menjelang Musywil ke 40 Muhammadiyah Sulsel, CH melihat banyak dinamika yang terjadi.
“Kenapa tema ini diambil, karena kita perkirakan, membaca, melihat, dan mendengar, jelang musywil ini terlalu banyak hal-hal yang simpang siur tentang saling jelek-menjelakkan, busuk-membusukkan satu sama lain. Padahal kita ini sama-sama kader Muhammadiyah,” ujar CH.
Lebih lanjut, Ia mengajak para musyawirin untuk memilih pimpinan Persyarikatan yang telah ditetapkan oleh panlih dengan cara baik, cara santun, saling menghargai, tidak saling jatuh-menjatuhkan untuk kepentingan sesaat.
“Bahwa ada hal-hal di persoalkan, pedoman kita berorganisasi adalah AD/ART. Jika Pimpinan Muhammadiyah telah menetapkan, sebagai warga persyarikatan harusnya tunduk dan taat pada ketentuan yang berlaku di Persyarikatan,”ungkap CH.
Sementara itu, terkait figur calom di Musywil menurut penilaian Chaeruddin Hakim, kontestasi musywil kadangkala banyak wajah hadir kembali padahal sebelumnya hilang.
Bahkan yang fatal ialah, lanjut dia, kehadirannya itu membawa isu yang muncul dari ketidakpahamannya. Menurut dia, ada oknum yang menyebar berita jelek, padahal oknum itu yang tidak memahami persoalan.
“Kalau saya ditanya siapa calon yang akan memimpin Muhammadiyah ke depan, itu sudah keliatan. Pilihlah siapa yang bekerja. Karena selama ini, juga menjelang Musywil terlalu banyak orang yang lama hilang di Muhammadiyah tiba-tiba Musywil muncul kemudian mengisukan ini-itu, padahal kurang referensi,kurang paham kemudian itu dikembangkan sebagai isu,” Ungkap Chaeruddin Hakim.
Pada Musywil ini, Chaeruddin memandang perlunya untuk menyegarkan komposisi kepengurusan PWM nantinya.
Dia menilai bahwa kader yang sudah berkhidmat dua puluh hingga tiga puluh tahun kiranya memberikan ruang kepada kader lain untuk beramal.
Sedangkan pada posisi pucuk pimpinan, Chaeruddin Hakim memandang perlu untuk diberikan kesempatan lagi agar dapat melanjutkan program kerja yang sifatnya berkesinambungan, yang pada periodesasi ini dirasa cukup baik.
“Umumnya, biasa ketua, ya, itu dua periode. Karena itu, diharapkan ada keberlanjutan program. Untuk anggota- anggota pimpinan yang lain, mari kita berkacalah kalau sudah ada 20 tahun, 30 tahun kasih kesempatan orang lain. Ini yang perlu dipikirkan apakah kita ikhlas, kita katanya bermuhammadiyah maka berilah orang lain kesempatan untuk juga beramal, saya kira begitu,” ujar chae.
Menurut dia, ber-Muhammadiyah itu haruslah mengutamakan keikhlasan. “Sehingga perlulah kembali dipertanyakan apakah kita sudah ber-Muhammadiyah dengan ikhlas atau belum,” tutup CH.