KHITTAH.CO, GOWA – Tiga anak di bawah umur dari Dusun Talabborong, Desa Manjalling, Kecamatan Bajeng Barat, Kabupaten Gowa, Sulsel menjadi korban pemurtadan.
Para korban, yakni I (18), AA (11) dan S (9), telah dibaptis. AA dan S disekolahkan di dua lembaga pendidikan non-Islam di Kota Makassar.
Awalnya informasi tersebut diperoleh Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gowa Firdaus Naba dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dimana MUI juga telah bergerak mengatasi masalah itu. Informasi tersebut diterima, Jumat 24 Februari 2023.
Setelah menerima info dari MUI, Firdaus meminta Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Mandalle mengecek ke orang tua korban.
PCM Mandalle melaporkan bahwa orang tua ketiga anak yang dimurtadkan tersebut hidup miskin. Mereka memiliki delapan anak.
“Berdasarkan laporan PCM, ayah anak tersebut didatangi seseorang yang bersedia menyekolahkan anak-anaknya. Sang ayah hanya merestui anak-anaknya untuk disekolahkan, dan memperingatkan agar tidak diajarkan ajaran agama lain,” ungkap Firdaus.
Setelah menerima laporan tersebut, lanjutnya, PDM Gowa minta Majelis Hukum dan HAM (MHH) PDM menindaklanjutinya.
Pada Sabtu 25 Februari 2023, MHH PDM Gowa bergerak ke lokasi menemui keluarga korban, dan berkoordinasi dengan pemerintah dan ormas Islam setempat.
“Hasilnya, pertama, keluarga Ribu Dg Sanre memberikan kuasa hukum kepada MHH PDM Gowa. Kedua, Kepala Desa Manjalling siap membantu, serta TNI dan Polri (melalui Babinsa dan Binmas) siap mengawal,” ujar Firdaus.
Selanjutnya, pada Ahad 26 Februari 2023, MHH PDM Gowa dikawal TNI dan Polri menjemput ketiga anak tersebut. Korban I (18) dikembalikan ke rumah orang tuanya di Desa Manjalling Kecamatan Bajeng Barat. Sementara, Korban A (11) dan S (9) dititipkan di Panti Asuhan Amrullah Aisyiyah Cabang Limbung.
Firdaus menjelaskan tahap selanjutnya yang masih berjalan, yakni proses pemindahan sekolah A dan S. PDM Gowa juga menugaskan MHH, LAZISMU, LPCR dan MDMC untuk melakukan survei lokasi rumah keluarga Ribu Dg Sanre.
Selanjutnya, ungkap Wakil Ketua PDM Gowa itu, tim tersebut bertugas membuat rancangan gambar teknik dan perkiraan biaya renovasi rumah, melakukan penggalangan dana, serta melakukan
bedah rumah.
“PDM Gowa berharap dukungan seluruh umat Islam untuk kelancaran perjuangan in,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Hukum & HAM PDM Gowa Muh Ikbal menceritakan awal terbongkarnya pemurtadan tersebut bermula dari adanya surat dari Dinas Catatan Sipil yang ditujukan kepada pemerintah Desa Manjalling yang mempertanyakan tentang permohonan pindah kartu keluarga sekaligus pindah agama yang disertai dengan surat baptis.
Pertanyaan Dinas Catatan Sipil inilah yang menjadi dasar Kepala Desa Manjalling untuk menemui Ribu Dg Sanre’, ayah dari kedua anak tersebut.
“Hal yang membuat kaget dan marah daeng Sanre’ adalah ketika kepala desa menanyakan apakah saudara setuju kalau kedua anaknya juga pindah agama. Spontan Daeng Sanre’ menjawab tidak setuju sebab kesepakatannya dengan pihak yang merawat anaknya hanya sebatas diasuh dan disekolahkan,” ungkap Ikbal.
Dasar itulah, kata Ikbal, yang membuat MUI dan beberapa ormas Islam, termasuk Muhammadiyah bergerak.
“Alhamdulillah di hari yang sama kami menjemput kedua anak tersebut, dan kami bawa pulang ke Gowa selanjutnya kami titip pengasuhannya di panti asuhan milik Muhammadiyah Gowa untuk dibina dan dikembalikan kepada agama semula yakni agama Islam,” tuturnya.
Apresiasi PP Muhammadiyah
Langkah yang diambil PDM Gowa mendapat apresiasi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Prof Irwan Akib menganggap langkah tersebut cukup tepat.
“Kami juga menghimbau kepada semua komponen, agar sama – sama menjaga hubungan baik antar umat beragama. Dalam kasus ini, jangan mencoba merusak hubungan, dengan cara-cara yang tidak elegan, dengan memanfaatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat untuk melakukan pemurtadan,” ungkap Mantan Rektor Unismuh Makassar ini.
Pendekatan dakwah Muhammadiyah, lanjutnya, menggunakan pendekatan holistik, baik dari segi akidah, maupun sosial ekonomi.