Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Muktamar Muhammadiyah dan Pembangunan

×

Muktamar Muhammadiyah dan Pembangunan

Share this article

Oleh: Muhammad Izzul Muslimin

Sejak Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang Jawa Timur, semacam ada kesepakatan tak tertulis bahwa Muktamar ditandai dengan program pembangunan sebagai monumen atau kenangan. Seperti diketahui, Muktamar ke-45 saat itu telah melahirkan Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Dome), sebuah gedung pertemuan dengan kapasitas 10.000 orang yang sekaligus menjadi arena utama kegiatan Muktamar.

Selanjutnya, Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta ditandai dengan bangunan Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar juga dirayakan dengan beroperasinya gedung  Menara Iqra dan Balai Sidang Muktamar-47 sebagai arena Muktamar di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Yang terakhir, Muktamar ke-48 yang sedianya diselenggarakan pada tahun 2020 di Surakarta, juga memunculkan bangunan megah Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta. Namun, karena pandemi Covid-19, Muktamar ke-48 diundur pada bulan November 2022 dan kemungkinan besar tidak akan dihadiri secara langsung oleh seluruh peserta Muktamar. Muktamar akan dilaksanakan secara blanded, ada yang offline dan online. Meskipun demikian keberadaan Edutorium tetaplah akan menjadi kenangan indah bagi penyelenggaraan Muktamar ke-48 di Surakarta, Jawa Tengah.

Muktamar memang menjadi sebuah perhelatan yang prestisius dan sekaligus membanggakan bagi pihak yang ditunjuk sebagai tuan rumah. Oleh karena itu, wajar saja jika tuan rumah Muktamar berusaha semaksimal mungkin agar perhelatan Muktamar bisa berjalan sukses dan memuaskan semua pihak yang hadir di arena Muktamar. Pembangunan gedung pertemuan atau apapun namanya adalah bagian dari upaya untuk menampilkan penyelenggaraan Muktamar yang membanggakan.

Sebenarnya, tidak ada yang salah jika setiap tuan rumah Muktamar berupaya maksimal menyukseskan Muktamar, termasuk di dalamnya berupaya membangun gedung yang megah. Bahkan sebenarnya, ini menjadi bagian dari semangat ber-fastabiqul khairat, yaitu berupaya untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik.

Namun, ada baiknya kita juga perlu melakukan renungan dan kajian, apakah nantinya setiap Muktamar harus ditandai dengan sebuah pembangunan gedung megah? Apakah setiap Muktamar harus diselenggarakan di tempat yang tuan rumahnya benar-benar memiliki kemampuan finansial yang besar?  Bagaimana dengan wilayah atau daerah yang kebetulan belum terlalu memiliki kemampuan untuk menyiapkan Muktamar yang megah, apakah mereka tidak akan punya kesempatan menjadi tuan rumah Muktamar?

Kita sebaiknya perlu kembali merenungkan apa sebenarnya maksud dan tujuan bagi sebuah penyelenggaraan Muktamar. Selain sebagai ajang musyawarah, Muktamar juga berfungsi sebagai kegiatan syiar dan dakwah. Oleh karena itu ada baiknya Muktamar juga diselenggarakan di tempat yang belum pernah menjadi ajang Muktamar.

Meskipun pertimbangan kesiapan dan kesungguhan tuan rumah Muktamar juga merupakan hal yang penting, tetapi pertimbangan lain juga patut diperhatikan. Dengan demikian, tuan rumah Muktamar tidaklah selalu dipilih wilayah atau daerah yang mampu secara finansial, tetapi juga perlu diupayakan Muktamar diselenggarakan di tempat yang justru akan mendorong bagi kemajuan dan syiar dakwah Muhammadiyah di tempat tersebut.

Kesuksesan Muktamar tidak harus selalu diukur dengan keberhasilan melakukan pembangunan fisik, tetapi juga bisa ditandai dengan bangkitnya semangat baru bagi tumbuh kembangnya Muhammadiyah di suatu wilayah atau daerah. Hal ini mengingatkan kita kembali pada saat awal-awal persyarikatan Muhammadiyah berdiri. Congres Muhammadiyah (nama lain sebelum berubah menjadi Muktamar) bahkan diselenggarakan di berbagai daerah yang jauh dari pusat dan juga di beberapa daerah di luar Jawa seperti di Bukittinggi (1930), Makassar (1932), Banjarmasin (1935) dan Medan (1939).

Jadi, bukanlah sebuah kekeliruan jika ada keberanian untuk menyelenggarakan Muktamar di tempat yang mungkin belum terlalu dianggap besar Muhammadiyahnya. Memang ada konsekuensi tersendiri jika Muktamar Muhammadiyah diselenggarakan di wilayah atau daerah yang secara finansial dan fasilitas belum cukup kuat. Setidaknya panitia pusat Muktamar harus bekerja lebih keras menyiapkan Muktamar agar bisa berlangsung secara baik. Bahkan, jika perlu, panitia pusat Muktamar berikutnya sudah langsung dibentuk dan bekerja begitu perhelatan Muktamar akan ditutup. Wallahu a’lam.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply