Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Nilai dan Fungsional Bulan Ramadan Melampaui Compassionate Samurai

×

Nilai dan Fungsional Bulan Ramadan Melampaui Compassionate Samurai

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*


KHITTAH.CO, – Kehidupan senantiasa merindukan atau mengharapkan hadirnya sosok manusia yang memiliki sikap, kepribadian, dan perilaku yang ideal. Minimal dalam makna sosok manusia yang mampu memberikan banyak manfaat dalam kehidupan. Sosok inisiator, motivator, penggerak, dan sekaligus peduli dan tidak pemarah. Atau jika meminjam istilah H. Syamsuddin CH. Haesy adalah sosok yang bisa diatribusi sebagai sang indigostar.

Untuk melahirkan sosok seperti di atas, maka perlu tersedia sejenis basis nilai, sikap, dan perilaku yang bisa dinternalisasi (diserap ke dalam jiwa) untuk selanjutnya dieksternalisasi (diimplementasikan) dalam kehidupan. Terkait sumber basis, dalam kehidupan banyak tersedia, baik oleh agama, maupun oleh pandangan ideologis atau filosofis tertentu.

Adalah Brian Klemmer, seorang lulusan United States Military Academy, dan penulis buku-buku bestseller merumuskan gagasan yang bisa menjadi sumber basis nilai, sikap dan perilaku bagi seseorang untuk menjadi sosok yang sangat dirindukan/diharapkan oleh kehidupan. Klemmer menyusun ciri-ciri dan karakter ideal—yang meskipun terinspirasi dan diatribusi dari satu kasta ksatria Jepang, yaitu Samurai—yang dinamainya Compassionate Samurai.

Dalam buku Klemmer yang berjudul Compassionate Samurai ini, menawarkan 10 ciri, identetitas, dan/atau karakter seorang Samurai, di antaranya: pertama, komitmen; kedua, bertanggungjawab secara pribadi; ketiga, kontribusi; keempat, fokus; kelima, kejujuran; keenam, kehormatan; ketujuh, kepercayaan; kedelapan, kelimpahan; kesembilan, keberanian; dan kesepuluh, pengetahuan. Dan dalam buku Klemmer, sepuluh hal ini diuraikan satu persatu secara detail, dengan narasi cukup mudah dipahami sebagai sumber inspirasi dan nilai untuk menjadi sosok manusia yang dirindukan tersebut.

Sebelum membahas lebih jauh, patut kiranya menjelaskan terlebih dahulu terkait compassionate samurai (samurai pengasih) dalam perspektif Klemmer. “Samurai adalah anggota kasta ksatria Jepang yang mulai berkuasa pada abad ke-12 dan mendominasi pemerintahan sampai 1868. Mereka terkenal sebagai ksatria paling ditakuti dan dihormati pada masanya, juga termasyhur pandai mengendalikan hawa nafsu serta sama sekali tak terpengaruh keadaan sekitar. Para ksatria itu hidup berdasarkan nilai-nila yang sangat ketat—selanjutnya dkenal sebagai Bushido—yang mengutamakan keberanian, kehormatan, dan kesetiaan pribadi”.

Penjelasanya berikutnya Klemmer, terkait Bushido adalah “secara harfiah berarti ‘jalan ksatria’. Konsep samurai yang berhati baik kelihatannya saling bertentangan, padahal kata samurai sendiri berarti ‘melayani’. Pada hakikatnya, keinginan orang yang demikian adalah menolong orang lain”. Dari uraian terkait “Samurai”, dan “Bushido” itulah sehingga Klemmer terinspirasi untuk menamai konsepsinya dengan istilah “Samurai Pengasih” (Compassionate Samurai).

Sampai pada poin ini, bisa saja di antara teman pembaca, ada yang membuat statement (pernyataan) untuk apa mengambil, merujuk, dan menjadikan hasil produk pandangan dari konsepsi, peradaban, atau kasta tertentu, apalagi berasal dari negara lain, sebagai basis nilai untuk melahirkan sosok manusia yang ideal. Bagi saya pribadi, hal seperti ini bukanlah sebuah masalah untuk mencari dan mengambil kebaikan dari produk peradaban lain.

Apalagi jika saya meminjam cara pandang Prof. Ahmad Najib Burhani terkait “kosmopolitanisme” hal itu bisa dimaknai sebagai “upaya untuk ikut berdialog dan berbagi dengan berbagai peradaban dunia, tidak hanya sebagai penerima pengaruh asing tapi juga memengaruhi masyarakat dunia”.

Cara saya menyandingkan dan memberikan penilaian antara “nilai dan fungsional bulan Ramadan” dan “Compassionate Samurai”, tidak berlebihan jika dimaknai sebagai bagian dari reinterpretasi dari apa yang dimaknai oleh Prof. Najib sebagai “kosmopolitanisme”. Jadi saya menerima dan mengakui bahwa konsepsi Compassionate Samurai yang dirumuskan oleh Klemmer sangat luar biasa, meskipun pada sisi lain, saya pun menawarkan dan menegaskan bahwa ada hal yang melampaui dari konsepsi Klemmer, yaitu “Nilai dan Fungsional Bulan Ramadan”.

Untuk uraian berikutnya ini, saya menjelaskan nilai-nilai yang menjadi ciri-ciri dan karakter Samurai Pengasih dalam perspektif Klemmer, sambil menyandingkan dan membandingkan dengan nilai dan fungsional bulan Ramadan.

Pertama, Komitmen

Dalam pandangan Klemmer, komitmen yang—sebagaimana tulisan saya sebelumnya—bukan hanya menyangkut makna teknis dalam bentuk kontrak kerja, tetapi sebuah mekanisme jiwa yang mampu memberi nilai dan semangat untuk tetap bertahan dalam rel impian yang sejak dari awal telah diniatkan untuk dicapai.

Urgensi komitmen ini, salah satunya bisa tergambar dari pandangan Martin Luther King yang dipinjam oleh Klemmer. Pada intinya Martin Luther menegaskan “Saya tidak ingin punya uang untuk diwariskan. Saya tidak henda punya barang-barang bagus dan mewah untuk diwariskan. Saya hanya ingin mewariskan hidup yang dimiliki.

Dari uraian panjang yang dijelaskan oleh Klemmer terkait “komitmen” dalam bukunya itu, jika saya menarik garis relasi atau relevansi dari nilai dan fungsional ibadah-ibadah selama bulan Ramadan, khususnya atau terutama puasa, ajaran dan nilai komitmen yang terpancar jauh lebih dahsyat daripada konsepsi Klemmer.

Dalam bulan Ramadanlah, kita bisa melihat betapa besar komitmen umat Islam terhadap ajaran agamanya, khususnya melaksanakan ibadah puasa. Puasa dengan nilai yang sempurna, itu sangat dituntut komitmen yang kuat. Dan komitmen yang terbangun dibalik ini adalah komitmen yang berbasis pada komitmen ilahiah.

Oleh Klemmer diitegaskan, “di dunia ini, yang paling memiliki komitmenlah yang menang”. Sehingga tidak keliru pada hari raya idul fitri, pasca pelaksanaan puasa selama satu bulan lamanya di bulan Ramadan dipandagn sebagai hari kemenangan.

Kedua, Bertanggung Jawab Secara Pribadi

Dalam karakter samurai pengasih ini, Klemmer menegaskan bahwa “seseorang bisa gagal beberapa kali, tapi tida bukan seorang yang gagal sampai dia mulai menyalahkan orang lain”. Selain itu Klemmer itu menegaskan bahwa karakter seorang samurai pengasih termasuk senntiasa merasa memiliki kebebasan dan kemampuan memilih sendiri. Dan sikap ini, harus pula didorong oleh keberanian, supaya—meminjam istilah Arvan Pradiansya—memiliki the power of choice.

Semua sikap di atas bisa terwujud ketika dalam diri seseorang tertanam kesadaran untuk bertanggungjawab secara pribadi, tidak punya kebiasaan untuk menyalahkan orang lain.

Saya memandang nilai dan fungsional atau makna hakiki yang berupa pengendalian nafsu duniawi, tetapi dipandang menjadi basis yang melampaui dari sekadar sikap untuk tidak menyalahkan orang lain tetapi bertangungjawab sendiri atas perbuatan yang dilakukan. Dan dalam ajaran agama Islam tanpa kecuali apa yang menjadi tuntunan selama bulan Ramadan, Allah dan Rasululullah sama sekali tidak memberikan paksaan, tetapi tetap memberikan kebebasan umat Islam, untuk berpuasa atau tidak. Melaksanakan shalat tarwih atau tidak, karena semua itu tentunya terutama kembali pada person yang bersangkutan.

Selain itu dalam konteks tertentu seperti seorang orang tua kepada anaknya, ternyata ajaran Islam yang dimulai diturunkan pada bulan Ramadan dan seringkali menjadi bagian siraman rohani selama Ramadan, adalah bahwa selain ada pertanggungjawaban pribadi, orang tua pun ikut bertanggungjawab kepada anaknya terutama dalam hal apakah si anak bertakwa atau tidak. Inilah, di antaranya yang saya maksud melampaui dari compassionate samurai.

Ketiga, Kontribusi

Pada ciri dan karakter samurai pengasih yang ketiga ini, substansi yang bisa didapatkan dari Klemmer adalah berkontribusi atau spirit “memberi”. Winston Churchill dalam Klemmer ditegaskan “Kita mencari penghidupan dengan apa yang kita dapatkan. Kita membuat kehidupan dengan apa yang kita berikat”.

Dalam bagian ini Klemmer menegaskan enam manfaat memberi yaitu: Pertama, rasanya menyenangkan. Kedua, Anda memberi untuk menerima. Ketiga, membangun kesetiaan. Keempat, meningkatkan kekuatan Anda. Kelima, memberi tanpa pamri akan meningkatkan kekuatan Anda. Dan keenam, meningkatkan kehidupan spiritual anda.

Ajaran Islam pun khususnya semangat memberi yang mewarnai dinamika kehidupan umat Islam dalam bulan Ramadan, selain dipahami pula enam manfaat yang dijelaskan oleh Klemmer, termasuk memberi dipandang bagian daripada memenuhi hak orang lain atas harta yang dimiliki, menyucikan, dan termasuk sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada diri.

Keempat, Fokus

Salah satu ciri samurai pengasih adalah fokus. Fokus adalah kemampuan untuk mengarahkan perhatian, usaha, maupun kegiatan Anda pada tujuan atau sasaran yang diinginkan tanpa terganggu. Bahkan fokus ini memiliki kedahsyatan tertentu sebagai dikutip oleh Klemmer dari Jose Ortega Y Gasset “Beritahu saya apa yang menjadi perhatian Anda, dan saya akan mengatakan siapa Anda. Dalam pehaman teknis dan psikologis fokus memiliki kedahsyatan bahwa kekuatan fokus terintegrasi dan bersinergi dengan mekanisme kedahsyatan habits (kebiasaan).

Pandangan Klemmer terkait fokus lebih dominan pada dimensi pragmatis, teknis, psikomotorik, dan materialistik. Sedangkan dalam ajaran Islam, khususnya terimplementasi dalam ibadah-ibadah yang dilaksanakan selama bulan Ramadan, sangat banyak hal yang sesungguhnya di dalamnya mengandung fokus.

Hal dimaksud seperti, ajaran ihsan, thuma’ninah, khusyuk, berpuasa selama 29/30 hari selama bulan Ramadan, ritual shalat 5 kali sehari-semalam, tarwih atau shalat tengah malam, beberapa rakaat, dzikir yang diulang-ulang beberapa kali, semuanya itu jika kita jeli menilai itu semua mengandng apa yang dimaknai sebagai fokus. Dan yang luar biasanya lagi karena fokus yang dilakukan ini basis nilainya pun fokus pada ridho Allah, bukan pada sesuatu yang pragmatis.

Kelima, Kejujuran

Ketika Klemmer berbicara tentang kejujuran sebagai salah satu ciri, identitas atau karakter ideal dari seorang samurai pengasih, maka tidak bisa dimungkiri Islam ribuan tahun sebelumnya telah mengajarkan nilai kejujuran yang luar biasa. Bahkan dalam puasa, dan termasuk ibadah-ibadah lainnya selama bulan Ramadan itu pun mengandung nilai kejujuran.

Ciri Keenam sampai Kesepuluh dari Seorang Samurai Pengasih

Selain lima ciri atau karakter yang telah disebutkan di atas yang menggambarkan samurai pengasih, berikutnya adalah: kehormatan, kepercayaan, kelimpahan, keberanian, dan pengetahuan. Semuanya ini juga merupakan bagian yang sangat dianjurkan, diajarkan dalam Islam.


Ajaran Islam mengajarkan tentang pentingnya untuk menjaga kehormatan. Islam pun mendorong untuk lahirnya sikap dan perilaku dalam diri umatnya yang bisa menjadi sumber kepercayaan pada dirinya. dan tentunya ini bisa ditemukan terutama pada diri Rasulullah Muhammad saw yang dikenal dengan kejujurannya yang sangat luar biasa, akhirnya mendapatkan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi, baik umat Islam sendiri maupun umat lainnya.
Persoalan kelimpahan, tidak diragukan lagi, Islam memiliki ajaran yang jauh lebih mendalam daripada konsepsi Klemmer.

Perpaduan, atas nilai memberi, kepedulian, ajaran untuk senantiasa bersyukur, kesadaran akan takdir Allah, akan menjadi akumulasi dahsyat untuk menjadi sesuatu yang dimaknai kelimpahan.


Persoalan keberanian dan pengetahuan, Islam pun memiliki cara pandang yang sangat baik dan komprehensif. Bahkan Al-Qur’an yang pada prinsipnya dimaknai sebagai spirit pembelajaran yang merupakan instrumen pengetahuan, diturunkan pada bulan Ramadan.

Baik ajaran Islam terkait nilai dan fungsional bulan Ramadan maupun konsepsi Klemmer yang sangat dalam, sehingga media ini tidak cukup untuk menjadi ruang untuk memindahkan semua gagasan itu atau untuk memuaskan pembaca. Minimal hal di atas, bisa memberikan sepercik pemahaman bahwa betul nilai dan makna fungsional bulan Ramadan mampu melampaui konsepsi Compassionate Samurai-nya Klemmer.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply