Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Nilai-Nilai Moderasi Beragama

×

Nilai-Nilai Moderasi Beragama

Share this article

Oleh: Muhammad Chirzin*

KHITTAH.CO , – Setiap agama membawa misi keselamatan dan keselamatan. Kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia cintaan Tuhan, termasuk kehilangan dari nyawa nyawa. Untuk itu agama menghadirkan ajaran tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan.

Keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa untuk diterima. Keragaman tersebut membuahkan pendapat, pandangan, keyakinan, dan budaya yang beragam yang niscaya menginspirasi dan mengilhami warga masyarakat untuk saling mengenal, saling memahami, saling belajar, saling membantu, bekerja sama, dan berkompetisi dalam mengabdi dan meraih prestasi.

Dalam setiap agama terdapat keragaman pemahaman dan penafsiran atas ajarannya, baik dalam praktik ibadah maupun pergaulan antarsesama. Masing-masing penganut agama mengaku dan meyakini kebenaran atas pemahaman yang dipraktikkannya. Pengetahuan yang luas tentang ajaran masing-masing agama memungkinkan seseorang untuk mengambil jalan tengah, moderat, di antara beberapa pemahaman atas sesuatu ajaran tertentu dari agamanya.

Sikap ekstrem muncul manakala seseorang tidak mengetahui adanya beberapa alternatif ajaran agama yang bisa ia praktikkan. Salam dalam Islam, misalnya, bisa diucapkan: assalamualaikum, assalamualaikum warahmatullah, atau assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Awal Ramadhan bisa ditetapkan melalui rukyat maupun hisab. Orang yang dalam perjalanan boleh berpuasa dan boleh juga tidak berpuasa, tetapi mengganti hari-hari yang ditinggalkannya.

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Konstitusi, UUD NRI 1945 Pasal 29, menjamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Setiap warga negara leluasa untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya dengan saksama.

Ada orang mengeksploitasi ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsu, dan tidak jarang untuk melegitimasi hasrat politiknya. Seiring pertambahan, perkembangan, dan persebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Teks-teks agama mengalami multitafsir sesuai dengan perkembangan zaman, dan kompleksitas kehidupan manusia, serta taraf pendidikan, dan literasinya, baik literasi politik, sosial, ekonomi, budaya, maupun agama.

Setiap pemeluk agama memiliki watak keberpihakan yang tinggi pada agama yang dipeluknya yang kadang disebut sebagai fanatisme. Kadangkala terjadi konflik antarpemeluk agama, baik intern satu agama maupun antaragama. Hal itu acapkali bukan bermula dari perselisihan atas pemahaman ajaran agama, melainkan karena persoalan sosial, ekonomi, politik, maupun budaya antar individu maupun kelompok. Konflik antar pemeluk agama yang disertai dengan aksi kekerasan dapat memecah belah bangsa.

Sikap menyalahkan dan/atau saling menyalahkan tafsir dan paham keagamaan dapat menyulut konflik antarpemeluk agama anak bangsa. Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam dibutuhkan visi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni mengedepankan moderasi beragama, menghargai keragaman dan perbedaan tafsir, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindak kekerasan.

Moderasi artinya menengah, tidak berlebih-lebihan, tidak ekstrem. Moderat berarti posisi relatif tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Lawan kata moderat adalah berlebihan, ekstrem, radikal. Moderasi beragama yaitu beragama secara menengah, tidak berlebihan dan tidak kekurangan dalam mengamalkan agama; tidak keras dan tidak ekstrem dalam praktik beragama.

Moderasi beragama sangat penting untuk dijadikan sebagai cara pandang dalam beragama. Semangat moderasi beragama adalah mencari titik tengah dua kutub ekstrem dalam beragama, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Pentingnya moderasi beragama karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak dapat dihindarkan, dan tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar kerukunan adalah mencari persamaan dan tidak mempertajam perbedaan.

Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial. Orang yang ekstrem beragama tidak jarang terjebak dalam praktik membela pemahaman subjektif ajaran agama, seraya mengesampingkan aspek kemanusiaan.

Moderasi beragama merupakan kebaikan moral bersama yang sesuai dengan perilaku dan perikehidupan individu maupun kelompok atau lembaga. Memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem dan berlebih-lebihan merupakan sikap beragama yang paling ideal.

Sikap moderat menekankan pada keadilan dan keseimbangan hidup, tanpa melihat afiliasi agamanya. Moderasi beragama kunci untuk menciptakan kehidupan beragama yang rukun, damai, dan harmonis, serta kondusif bagi terwujudnya keseimbangan hidup, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, maupun kehidupan seluruh umat manusia.

Moderat dalam beragama bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau pokok agama demi menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya. Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius dan sungguh-sungguh.
Moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip keadilan, kejujuran, keseimbangan, dan kehormatan. Moderasi beragama meniscayakan keterbukaan, penerimaan, dan kerjasama antarkelompok yang berbeda, saling mendengarkan, saling belajar, dan melatih kemampuan mengelola, dan mengatasi perbedaan pemahamaan keagamaan di antara mereka.

Prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga keseimbangan di antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individu dan kemaslahatan kelompok, antara keharusan dan kesukarelaan, antara gagasan ideal dan kenyataan.

Prasyarat sikap moderat dalam beragama yakni memiliki pengatahuan yang luas, mampu mengendalikan emosi untuk tidak melampaui batas, dan selalu berhati-hati. Tiga serangkai moderasi beragama yaitu moderat dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Tuhan berpesan dalam Al-Quran,
Hai orang-orang beriman, janganlah ada suatu golongan memperolok golongan yang lain; boleh jadi golongan yang diperolok itu lebih baik daripada yang memperolok. Juga jangan ada perempuan yang memperolok perempuan lain; boleh jadi perempuan yang diperolok lebih baik daripada yang memperolok. Janganlah kamu saling mencela dan memberi nama ejekan. Sungguh jahat nama yang buruk itu setelah kamu beriman. Siapa yang tidak bertobat, orang itulah yang zalim. (QS Al-Hujurat/49:11).
(m)

*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Dosen Program S3 Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Kajian Kitab Tarsir Fakultas Agama Islam UAD, anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik dan Revisi Al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI, penulis trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, dan Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Temua Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 20219), dan 60an buku lainnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply