Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipMuhammadiyahNasionalOpini

Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 5)

×

Pasca-Dahlan, Marx, dan Derrida (Bagian 5)

Share this article

 

Oleh: Ermansyah R. Hindi

Anggota “Lingkar Studi Pasca-Filsafat”/Sekretaris PD Muhammadiyah Turatea Jeneponto

KHITTAH.CO- Tanda hasrat hanyalah penundaan bagi kebutuhan, logika kesenangan tidak lebih dari penundaan logika kepuasan pada obyek-obyek nyata yang mengalami proses sintesis, yaitu “diferensi atas diferensi”, atau “produksi atas produksi”.

Buku atau tulisan tentang produksi adalah nirketerpusatan (decentering-Derrida, hlm. 375); tulisan mengenai produksi material sebagai pemihakan terhadap produksi hasrat yang tidak terbatas dari sistem tanda. Tetapi, di sini, logika pertukaran nampaknya keluar dari relasi ekonomi sejalan dengan produksi hasrat dan kesenangan untuk berbelanja disalurkan kedalam dunia hipereal (internet, video game, sinema, atau hipermarket) akibat bekerjanya suatu mesin kapiler dari sistem produksi kapitalis.

Arus produksi hasrat dan tanda kesenangan menjadi fetisisme yang terselubung dengan cara meletakkan ketidaksadaran tontonan melintasi komoditas. Sementara itu, rezim diferensi berlangsung antara permukaan (barang konsumtif, kulit mulus, pinggang, hiburan, busana, dsb) dan kedalaman (selera, moral, kesadaran, makna, dsb). Dimensi permukaan bukanlah bersifat fisik, tetapi lintas-dimensi khayali dari fantasi individual ke hasrat massa. Relasi timbal-balik antara produksi hasrat dan produksi sosial menjadi akhir dari diferensi antara kebijaksanaan dan pengetahuan (ibid. hlm. 202).

Sedangkan, multiplisitas hasrat dan multiplisitas bentuk (komoditas dan penandaan) seiring diferensi antara kode dan aksioma dari nilai surplus dan modal. Produksi kapitalis menciptakan diferensi dalam rezim antara kode sosial dan kode hasrat menerobos diferensi antara cara produksi dan cara penandaan.

Diferensi mesin material dan mesin abstrak, produksi hasrat dan produksi sosial muncul dibalik keseragaman, dibalik kesatuan. Konsep tentang fetisisme komoditas tidak lebih kuat jika tidak ditransformasikan dari relasi gairah ke struktur, relasi dari hasrat atau kesenangan ke modal. Sistem ekonomi global memiliki kode yang berkaitan aksioma melalui modal. Rezim kode sebagai sistem kendali dalam relasi ekonomi menciptakan hasrat atau rayuan sebanyak nilai surplus yang ditransformasikan didalamnya. Pertama-tama transformasi nilai surplus kode kedalam nilai surplus perubahan terus-menerus.

Selanjutnya, kode kapitalis menunjukkan uang sebagai rantai tidak dapat dilepaskan dirubah kedalam modal sebagai obyek yang bisa dilepaskan. Modal adalah bagian dari tubuh yang dapat dipancang dan dilepaskan, dimana keberadaannya hanya dalam pandangan pemuja atas saham, atau dari konsumen atas obyek belanja. Keajaiban besar dari “fetisisme hasrat”, di saat Marx dengan yang lainnya terdamaikan, sekalipun ada sebagian pihak menerima dan menolaknya dengan analisis yang berbeda, kecuali aksioma ilmiah dan aksioma sosial dalam relasi ekonomi.

Dalam produksi kapitalis, “modal-uang adalah suatu aksioma dari kuantitas abstrak” (nilai nominal uang menjadi tanda hasrat, di saat uang lainnya sebagai nilai tukar yang dinetralisir kembali oleh uang menggoda orang). Demi pergantian uang, sistem kode menjadi kekuatan mesin kapitalis melalui  “aksioma dari kuantitas abstrak”. Satu hal yang terlewatkan, yaitu analisis ekonomi politik melibatkan proses abstraksi sosial terutama relasi kaum pekerja dengan modal dan kerja itu sendiri.

Negara tidak hanya mengatasi teritori dimana kodenya diuraikan kedalam bentuk kewenangan untuk mencetak dan menyebarkan uang. Sejauh ini, meningkatnya arus kode dideteritorialkan (keluar dari kewenangannya) ditandai hilangnya pemihakan pemerintah untuk melindungi atau melayani golongan pekerja; penyatuan relasi kekayaan dan kemiskinan, komoditas dan kerja; rekonsiliasi pasar modal dan uang menjadi penerimaan. Disamping itu, deteritorialisasi mesin kapitalis mengalirkan aksiomatisasi dan menguraikan kode; nilai surplus dari kaum pekerja yang meningkat hanyalah sistem kode; melalui mesin birokrasi pemerintah dan kekuatan hukum akan mereteritorialkan, menyerap proses lebih besar dari sistem kerja bagi kaum pekerja dan membagi nilai surplus tersebut lebih besar untuk penerimaan. Kaum pekerja terotomatisasi atas nama fetisisme komoditas dan fetisisme hasrat dari produk-produk kerja.

Kaum pekerja, akhirnya menjadi korban “kedalaman” (kesadaran, jiwa, pengorbanan) berdasarkan nilai fisik dan relasi material. Fantasi gagasan atau analisis ilmiah dari Marx mengatakan, bahwa: “Bentuk komoditas dan perbandingan nilai antar produk-produk kerja menghasilkan komoditas sama sekali tidak ada kaitannya dengan sifat fisik dari komoditas dan dengan relasi-relasi material (dinglich) yang berkembang olehnya. Bentuk komoditas tidak lebih dari relasi sosial antar manusia itu sendiri yang mereka gumuli sebagai suatu relasi antar benda. ….. Disana produk dari otak manusia dialami sebagai figur-figur otonom yang berhak memiliki kehidupannya sendiri dan memiliki relasi satu sama lain dan dengan umat manusia. Inilah keadaan sebenarnya yang terjadi pada produk-produk manusia dalam dunia komoditas. Saya menyebutnya sebagai fetisisme (fetishism). Fetisisme terjadi begitu selesai produk-produk kerja diproduksi sebagai komoditas, dan karena itu melekat secara niscaya dari produksi komoditas” (Capital, Volume I, hlm. 165).

Akhirnya, “fetisisme baru” muncul dalam kapitalisme sebagai mesin sosial terbangun di atas arus kode, tersubstitusi demi kode hakiki suatu aksioma dari kuantitas abstrak dalam bentuk uang.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply