Oleh: Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
KHITTAH. CO – Salah satu faktor Muhammadiyah hingga saat ini tetap eksis karena keberadaan kader yang selalu siap melanjutkan perjuangan gerakan Muhammadiyah. Salah satu wadah kaderisasi Muhammadiyah adalah Nasyiatul Aisyiyah, suatu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang bergerak dalam pembinaan putri Islam.
Prof. Dr. Haedar Nashir (Ketum PPM) dalam salah satu bukunya mengatakan bahwa dalam konteks kesejarahan Nasyiatul Aisyiyah memiliki mata rantai dengan kehadiran Aisyiyah. Dua tahun setelah Aisyiyah berdiri yakni pada tahun 1919 M didirikan Siswo Proyo Wanita, suatu perkumpulan murid-murid putri di luar sekolah, pada tahun 1931 dalam kongres ke 20 di yogyakarta diganti menjadi Nasyiatul Aisyiyah.
Sebagai organisasi kader yang bergerak dalam pembinaan remaja putri Islam, Nasyiatul Aisyiyah memiliki tugas yang tidak begitu ringan, selain melakukan kaderisasi ke dalam untuk menyiapkan kader-kadernya menjalankan fungsi dakwah dan menyiapkan kader penerima estafet kepemimpinan Aisyiyah ke depan, juga berperan menjalankan dakwah persyarikatan ke luar kepada remaja Islam pada umumnya. Terutama dalam era sekarang ini, tidak sedikit pengaruh dari luar yang tidak semuanya sejalan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini, tentu membutuhkan ketangguhan dalam mengemban misi dakwah.
Berkaitan dengan pengaruh budaya luar tersebut, tentu Nasyiyah tidak apriori langsung menolak, perlu ada kehati-hatian dan selektif dalam menerima setiap budaya dari luar. Siti Munjiah sebagai utusan Aisyiyah pada Kongres Perempuan pertama menyampaikan pidato yang salah satu bagian pidatonya mengatakan bahwa kebudayaan yang berasal dari Barat itu bukanlah seluruhnya tidak baik, tetapi ada pula yang perlu diambil, mana yang baik dan pantas ditiru, sedang yang sekiranya tidak baik harus dihindarkan.
Semuanya itu harus dilakukan seleksi secara cermat, tenang, dan dipertimbangkan dengan pikiran yang sehat. Pengetahuan dari·Barat tidaklah semuanya diambil alih secara utuh oleh bangsa kita. Apa yang kita kehendaki dan belum tercapai hendaklah terus diusahakan. dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dengan cara ini berarti dapat mempertinggi derajat bangsa. (dikutip dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991)
Selain pengaruh globalisasi, perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju juga membawa pengaruh pada kehidupan remaja termasuk remaja putri. Hasil dari teknologi kalau digunakan tanpa selektif bisa menjadikan kita manusia robot, menjadi malas karena semua bisa dikerjakan oleh mesin.
Tersedianya toko-toko dan layanan online, selain memberikan kemudahan kepada kita juga membawa dampak yang mungkin tidak kita rasakan. Misalnya, untuk makan tidak perlu repot-repot memasak, cukup pesan secara online. Kalau ini terus dibiasakan, membuat kita jadi malas bahkan mungkin dalam era sekarang ini tidak sedikit remaja putri yang tidak bisa lagi memasak.
Godaan konsumeristik juga bisa hadir melalui toko-toko online. Kebiasaan membaca juga menjadi sangat rendah, anak remaja lebih gandrung bermedia sosial ria dibanding ke perpustakaan untuk membaca, walaupun tentu ada juga dampak positifnya karena melalui media online kita bisa mendapatkan sumber bacaan.
Ini semua menjadi tantangan bagi Nasyiyah dalam mengemban misi dakwah, sehingga tema milad ke-94 Nasyiatul Aisyiyah tahun ini yaitu ”Perempuan Tangguh, Cerahkan Peradaban”, menjadi relevan. Relevan karena betapa tidak mudahnya tugas yang diemban maka dibutuhkan ketangguhan menghadapi semua agar Nasyiyah dapat tampil sebagai pencerah peradaban. Peran perempuan dalam membangun peradaban bukanlah hal-hal yang muluk-muluk. Sejarah telah membuktikan bagaimana perempuan memberi andil yang besar dalam membangun peradaban.
Di dunia Islam, kita bisa mencatat peran Sitti Khadijah dalam membersamai Rasulullah menyiarkan Islam. Beliau hadir bukan hanya sebagai istri pendamping Muhammad, tetapi juga menjadi penyokong utama tugas-tugas Muhammad sebagai rasul Allah, selanjut kita juga mencatat dalam peran Aisiyah istri Muhammad yang cerdas. Di Indonesia, tidak sedikit tokoh-tokoh perempuan yang menjadi bagian penting dalam perjuangan kemerdekaan dan perjuangan membebaskan kaum perempuan dari keterbelakangan, sebut misalnya RA Kartini, Cut Nyak Dien, Nyai Dahlan (Sitti Walidah) yang berdasarkan keputusan presiden dianugerahi sebagai pahlawan Nasional.
Nasyiatul Aisyiyah, sebagai organisasi kader yang bergerak di kalangan remaja putri, sejak awal berdirinya terus menghadirkan kader-kader yang berkiprah di berbagai bidang dan terus hadir mencerahkan. Dalam kiprahnya telah melahirkan tokoh-tokoh yang memiliki nasionalisme, sebutlah Fatmawati Ibu Negara pertama yang menjahit bendera sang saka merah putih sambil melantunkan Mars Nasyiatul Aisyiyah. Siti Hajjinah yang aktif menyampaikan ide-ide pencerahan melalui tulisannya di Suara Aisyiyah dan Prof. Barorah Barid guru besar perempuan Indonesia yang pertama.
Bercermin dari tokoh-tokoh dan kader Nasyiyah terdahulu, dan mencermati kondisi kekinian, para aktivis Nasyiyah perlu membekali diri dengan ilmu dan pemahaman agama yang cukup, menata organisasi secara modern, dan yang tidak kalah pentingnya para aktivis Nasyiyah harus memahami bahwa beraktivitas di Nasyiatul Aisyiyah adalah bagian dari beraktivitas di Aisyiyah dan Muhammadiyah yang tujuan utamanya mencari rida Allah. Dan, untuk menemukan itu dibutuhkan ketulusan dalam segala aktivitas.
Ketika ketulusan hadir dibarengi kerja cerdas yang terencana, diharapkan semua aktivitasnya bernilai ibadah dan memberi manfaat, bukan hanya untuk Nasyiyah, tetapi juga remaja putri dan kemajuan umat pada umumnya. Sehingga, dengan demikian Nasyiyah hadir menjadi rahmatan lil ’alamin.