KHITTAH.CO, Makassar – Pagi ini, Senin 31 Maret 2025, langit Makassar tidak terlalu terik. Ribuan jamaah berdatangan sejak subuh, memenuhi pelataran Pusat Dakwah Muhammadiyah (Pusdam) Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan.
yang telah disiapkan untuk pelaksanaan Shalat Idulfitri 1446 H. Di barisan terdepan, tampak para tokoh Muhammadiyah duduk bersila, di antara mereka tampak seorang lelaki sepuh berkopiah hitam, dan mengenakan setelan jas hitam yang membungkus gamis putih, Prof. Ambo Asse.
Hari itu, Ambo Asse bukan sekadar Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel. Ia tampil sebagai khatib, memimpin khutbah Idulfitri yang menjelma menjadi pidato moral kebangsaan. Tema yang ia usung padat sekaligus fundamental, “Integritas Seorang Muslim: Wujudkan Peradaban Bangsa.”
Suara Ambo Asse tenang namun tegas. Ia membuka khutbah dengan puji-pujian kepada Allah dan selawat kepada Nabi Muhammad. Lalu, dengan lantang ia menyampaikan satu kata kunci yang menjadi pusat khutbahnya: jujur.
“Kejujuran adalah tiang utama dari integritas. Tanpa kejujuran, tak ada iman yang kukuh. Dan tanpa integritas, bangsa tak akan beradab,” ucapnya. Ia lalu mengutip Surah Al-Hujurat ayat 13: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Menurutnya, takwa bukan hanya ibadah ritual. Takwa tercermin dalam akhlak sosial, terutama dalam kejujuran dan keadilan. “Jika bangsa ini ingin sejahtera, jika negeri ini ingin damai, maka jujur harus menjadi karakter kolektif, terutama para pemimpinnya,” kata Ambo Asse.
Ia mengingatkan bahwa kejujuran adalah amanah. Dalam Surah At-Taubah ayat 119, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur (ash-shadiqin).”
Khutbah Ambo Asse menjelajah berbagai dimensi: dari ekonomi, hukum, sosial, hingga politik. Ia menyinggung perilaku manipulatif dalam perdagangan, praktik monopoli, serta penimbunan barang kebutuhan. “Semua bentuk ketidakjujuran ekonomi adalah kedzaliman. Dalam Surah Al-A’raf ayat 85, Allah melarang mengurangi takaran dan timbangan, dan melarang membuat kerusakan di muka bumi setelah diperbaiki,” katanya.
Dalam aspek hukum, ia mengutip Surah An-Nisa ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan adil.”
Tak ketinggalan ia menguliti aspek sosial. Ketimpangan, kemiskinan, dan ketidakpedulian terhadap kaum dhuafa, kata Ambo Asse, adalah bukti nyata kegagalan sosial. Ia mengutip Surah Al-Ma’un ayat 1–3: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Kritiknya terhadap elit politik juga tak tersamar. Ia mengingatkan bahwa pemimpin yang tidak jujur akan membawa bangsa pada kehancuran. “Jangan pilih pemimpin karena fanatisme kelompok atau iming-iming. Pilihlah yang kuat, adil, dan amanah,” katanya seraya mengutip Surah Al-Qashash ayat 26:
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah yang kuat lagi dapat dipercaya (al-qawiyy al-amin).”
Di bagian akhir khutbah, Ambo Asse memukul genderang perlawanan terhadap kemunafikan. Ia mengutip sabda Nabi Muhammad dalam Hadis Shahih riwayat Bukhari-Muslim:
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, jika diberi amanah ia khianat.”
Bagi Ambo Asse, kemunafikan adalah musuh tak kasat mata. Ia menyelinap ke jantung umat, menjelma dalam perilaku koruptif, retorika palsu, dan pengkhianatan terhadap tanggung jawab. “Bangsa ini rusak karena banyak pemegang amanah yang tak jujur,” tegasnya.
Sebagai penutup, Ambo Asse menyeru umat Islam untuk menjadikan Ramadan sebagai titik tolak perubahan. Ia memimpikan masyarakat marhamah—masyarakat yang menjunjung keadilan, kemakmuran, dan nilai-nilai rahmah.
Mengutip Surah Ali Imran ayat 110, ia berkata, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”
Khutbah itu ditutup dengan doa panjang, yang menggema dari pengeras suara Pusdam Sulsel, menembus lorong-lorong kota. Ribuan jamaah menunduk, mengamini.