KHITTAH.co, Pontianak- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyebut bahwa pembangunan yang kapitalistik telah nyata merusak lingkungan.
Hal ini disampaikan Prof Haedar dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah bertema “Perubahan Iklim dan Kesalehan Ekologi” yang berpusat di di UM Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu, 9 April 2022.
Menyadari kerusakan itu, penyelamatan lingkungan akhirnya telah digagas sejak era 1970-an. Sayangnya, lanjut Haedar, ikhtiar itu dinilai tidak begitu berhasil.
Ketidakberhasilan itu berlangsung hingga masa kini. Hal tersebut akibat pembangunan yang kapitalistik dengan paradigma yang serba pragmatis dan instrumental.
“Akibatnya, pembangunan hanya berorientasi pada fisik dan infrastruktur semata yang nir-nilai dan moralitas,” ungkap Haedar.
Ia juga menyebut, kebijakan para pengambil keputusan di setiap negara dan tingkat global juga selalu berpikir instrumental, pragmatis, dan oportunistik.
“Dampaknya adalah pembangunan dan segala kebijakan melahirkan sisi lain, yakni kerusakan alam dan lingkungan,” ungkap Haedar.
Haedar menilai Muhammadiyah perlu menyusun langkah lebih serius untuk turut andil mengatasi krisis ini.
Apalagi, lanjut Haedar, mengutip buku The Uninhabitable Earth karya David Wallace-Wells, ada kesimpulan pesismistik bahwa kehidupan manusia di muka bumi berada di ambang kepunahan.
Kepunahan tersebut karena paradigma modernitas dan penguasaan Iptek manusia yang kian pragmatis.
“Proses perubahan ini melahirkan ancaman yang luar biasa dari perubahan iklim yang sangat luas. Atau berbagai bentuk dari produk ancaman secara langsung. Kita bisa lihat bencana alam yang kini tidak lagi alamiah,” tambah dia.
Haedar mengingatkan, manusia tidak lagi bisa memilih planet. Rumah ini, kata Haedar tidak bisa dirawat bersama lagi karena ambisi-ambisi berlebihan dari pengambil keputusan yang ingin membangun legacy, ingin membangun mercusuar, kota hebat, dan pembangunan yang raksasa.
“Segala macam bentuk legacy kekuasaan yang sesungguhnya sadar atau tidak sadar, karena tidak sama dalam mencermati kondisi alam, tetap hasilnya adalah rusaknya alam dan lingkungannya,” jelas Haedar.
Terakhir, dirinya berpesan agar warga Muhammadiyah, selain aktif membangun kesadaran dan aksi nyata dalam memperbaiki lingkungan hidup, di dalam berdakwah juga tetap berpedoman dengan nasihat yang disertai dengan sifat marhamah atau kasih sayang.
“Warga Muhammadiyah penting kalau kita mengingatkan, pakai wa tawashau bil-haq sertai dengan kasih sayang agar cara menyuarakan tausiyah, kata Haedar.
Haedar mengingatkan, kritik itu sebaiknya tidak kasar, tidak merendahkan martabat orang lain, tidak menggunakan kata-kata yang dicari-cari semakin keras, yang akhirnya tidak sampai pada tujuan. Menurut Haedar, itulah martabat Islam (rls/Fikar).