KHITTAH.co, Yogyakarta- Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Dr Syamsul Anwar menegaskan bahwa nikah siri tidak sesuai dengan tujuan dari syariah (Maqashid al-Syariah).
Pasalnya, pencatatan nikah wajib dilakukan untuk mendapatkan kepastian dan kekuatan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan, baik kepada pasangan maupun anak.
Dalam mewujudkan keluarga sakinah, kata Syamsul, akad nikah tidak dilaksanakan secara “sirri”melainkan harus dicatatkan di depan pegawai pencatat nikah.
Pencatatan pernikahan berfungsi menghilangkan fitnah dalam masyarakat, sehingga tumbuh kembang pasangan dan anak sejahtera, baik secara psikologi maupun pendidikannya.
Menurut Syamsul, pencatatan pernikahan sejatinya mengandung kemaslahatan dan kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat.
Sebaliknya, apabila pernikahan tidak diatur secara jelas melalui peraturan perundangan dan tidak dicatatkan, akan digunakan oleh pihak-pihak yang melakukan pernikahan hanya untuk kepentingan pribadi dan merugikan pihak lain terutama isteri dan anak-anak.
“Di Muhammadiyah kalau ada pegawai yang tidak mencatatkan nikahnya maka dia diberhentikan. Karena nikah siri itu tidak diperkenankan dalam Putusan Tarjih,” tegas Pakar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (13/07).
Selain nikah siri, talak yang dijatuhkan di luar sidang pengadilan tidak sesuai dengan Maqashid Syariah. Pasalnya, perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan agar terwujud kemaslahatan dan ketertiban di dalam masyarakat.
Kata Prof Syamsul, hal ini agar tidak menganggap enteng perceraian. Hal tersebut karena perceraian sangat dibenci oleh Allah meskipun halal.
Pandangan ini, kata Prof Syamsul, sejalan dengan pendapat Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1990-1995 Ahmad Azhar Basyir.
Menurut Kiai Azhar, perceraian yang dilakukan di muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam.
Hal ini karena, sebelum ada keputusan terlebih dulu diadakan penelitian tentang alasan melakukan perceraian. Jadi, bukan semata-mata emosi sesaat, melainkan keputusan objektif yang dikeluarkan hakim pengadilan.
“Perceraian yang dilakukan di luar pengadilan dinyatakan tidak sah! Meskipun di dalam kitab-kitab fikih dinyatakan sah (cerai di luar pengadilan), namun perubahan hukum dari yang tidak dicatatkan menjadi harus dicatatkan merupakan perubahan yang sejalan dengan Maqashid Syariah,” tegas Syamsul Anwar.