Oleh: Irwan Akib (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
KHITTAH. CO – 30 Ramadhan1446 H artinya besok kita akan lebaran Idul Fitri 1446 H dan Ramadhan 1446 H akan pergi selamanya. Pergi tanpa kembali lagi, begitulah sunnahnya waktu, sekali datang tanpa menunggu dijemput, kedatangannya sudah teratur tanpa menunggu kita siap didatangi atau tidak dan sekali itu pergi tdk pernah kembali.
Ramadan telah pergi? betul dia pernah datang? Benarkah dia datang ke kita atau kita tidak pernah merasakan kedatangannya?
Ramadan yang membawa banyak kabar baik, datang membawa sejuta hikmah, Ramadan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Apakah kebaikan bulan Ramadan terasa pada diri kita? Apakah sejuta hikmah Ramadan berhasil singgah di lubuk hati kita?
Ataukah Ramadan kali ini akan pergi lagi sebagaimana Ramadan tahun-tahun sebelumnya, dia datang dan pergi tanpa kita manfaatkan sebaik-baiknya meraih berbagai manfaat dan hikmah yang dia bawa. Sehingga kedatangan dan kepergiannya hanya bagai angin lalu dalam perjalanan hidup kita, tidak memberi efek bagi kita, tidak memberi dampak terhadap perjalanan hidup kita di bulan-bulan berikutnya.
Ramadan yang datang dan pergi hanya kita jadikan alasan untuk sekadar berlapar-lapar dan saat Idul Fitri hanya jadi alasan bagi kita untuk untuk pamer kemewahan. Ramadan yang menjadi alasan bagi kita untuk memindahkan jadwal makan minum namun kehilangan makna, yang seharusnya ajang untuk berlatih hidup bersahaja tetapi justru jadi alasan untuk bermewah-mewahan sampai makanan pun tidak tahu bagaimana menghabiskannya. Sementara, diseberang sana ada saudara-saudara kita tidak tahu mau makan apa lagi hari ini dan hari-hari berikutnya.
Ramadan setiap tahun datang menghampiri, datang menawarkan berbagai fasilitas bagi orang beriman untuk meningkatkan derajatnya menjadi orang-orang terbaik, yaitu derajat takwa, yang tentu kebaikan itu tidak hanya bersemayam dalam diri orang beriman tetapi memilik dampak sosial kepada umat bangsa. Derajat takwa yang diraih di bulan Ramadan hasilnya bukan hanya terasa di bulan Ramadan tetapi seyogyanya terasa di sebelas bulan berikutnya.
Bila Ramadan betul-betul datang menghampiri kita dan kita memanfaatkan segala fasilitas yang ditawarkan, sepantasnya dunia ini akan damai. Kita tidak akan menyaksikan lagi ada orang selalu berpikir siapa lagi yang mau dimakan, faslitas apalagi dari negara yang harus dirampok, sementara di sekitar masih banyak orang-orang yang tidak tahu mau makan apa lagi, dari mana lagi mendapat sesuap nasi untuk sekadar menyambung hidup.
Kita tidak akan menyaksikan lagi ada orang bermegah-megahan di tengah impitan hidup saudara- saudara yang terus hidup dalam kemiskinan. Bila Ramadan benar telah datang menghampiri kita dengan berbagai kemewahan yang ditawarkan untuk meningkatkan derajat kemanusiaan kita, maka kita tidak akan pernah lagi menyaksikan ada orang yang rela memakan daging saudaranya sesama manusia. Kita tidak akan menyaksikan lagi pameran kekuasaan di atas penindasan dan penderitaan rakyat
Kita tentu berharap, bahwa setelah Ramadan pergi, akan pergi dengan sejuta kenangan. Kita berharap ke depan tidak ada dusta di antara kita, tidak ada lagi pemimpin yang asyik bertahta di atas impitan penderitaan rakyatnya, yang ada adalah pemimpin yang memiliki empati terhadap rakyat, yang rela melayani rakyat dan memang sepantasnya pemimpin adalah pelayan, memimpin adalah menderita kata Agussalim,
Kepergian Ramadan dengan sejuta tawaran untuk meningkatkan derajat kemanusiaan. Kita berharap bisa menjadi bagian penting dalam perjalanan selanjutnya untuk terus menghadirkan rasa empati kepada sesama, mengahadirkan kepeduliaan terhadap lingkungan.
Setelah Ramadan, kita berharap tidak ada lagi jurang pemisah yang demikian lebar dan dalam antara si kaya dan si miskin, tidak ada lagi saudara-saudara kita yang tidak tahu harus ke mana mencari sesuap nasi untuk sekadar menyambung hidup sementara ada juga orang harus membuang nasi karena kekenyangan. Kita berharap tidak ada lagi pemimpin arogan yang butuh fasilitas mewah dan hanya mau dilayani, tetapi kita harap yang hadir adalah pemimpin yang memiliki empati, bersahaja dan terus hadir untuk melayani
Kepergian Ramadan, kita berharap tidak ada lagi hutan habis dibabat secara tidak bertanggung jawab, tidak ada lagi isi perut bumi yang diisap habis secara rakus oleh orang-orang yang tidak pernah puas dengan hidupnya. Tidak ada lagi kekayaan negeri yang hanya dikuasai oleh segelintir orang, tidak ada lagi milik negeri yang dirampok oleh orang-orang yang merasa diri terhormat yang tanpa merasa malu dan bersalah merampok milik negara dan memakan hak orang-orang miskin. Tidak ada lagi janji-janji manis pemimpin dan politisi yang hanya hadir di tengah masyarakat ketika butuh suara, setelah itu hilang ditelan bumi dan akan muncul lagi saat butuh suara rakyat.
Semoga kepergian bulan Ramadan, mengantar kita menuju derajat kemanusiaan tertinggi, sehingga kita bisa senantiasa menghadirkan empati, selalu hadir penuh kebersahajaan. Pemimpin yang sedang bertahta hadir di singgasana rakyat, hadir dengan penuh empati, hadir melayani, dan hadir memberi rasa aman kepada rakyat. Hakim hadir dengan palu keadilannya, sehingga dengan demikian, negeri ini menjadi negeri yang adil dan makmur. Negeri yang beradab dan beradat serta negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.