Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Ramadan, Bulan Aktivasi Laws Of Happiness

×

Ramadan, Bulan Aktivasi Laws Of Happiness

Share this article
Sumber ilustrasi: beritatagar.id

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO, – Hidup bukan hanya dalam konteks vegetatif dan animalia. Hidup adalah pencarian the meaning of life (pencarian makna). Hidup bukan hanya mengejar kesuksesan namun mengharapkan pula kebahagiaan. Dan justru ini yang paling utama.

Ada banyak orang sukses, secara material memiliki kekayaan yang melimpah. Tidak sedikit di antara mereka justru mengalami kegelisahan batin, mereka merasa kehilangan. Terkadang mereka pula tidak memahami apa yang sedang hilang dalam dirinya, sehingga senantiasa dirundung perasaan gelisah. Ternyata mereka tidak bahagia.

Kebahagiaan adalah sesuatu yang telah menghabiskan banyak energi dalam pencariannnya. Manusia bukan hanya sebagai makhluk fisiologis tetapi termasuk psikologis. Dan dimensi kedua ini yang secara hierarkis kedudukannya paling tinggi daripada yang pertama, sehingga tidak heran jika kebahagiaan adalah tujuan utama dalam hidup.

Dalam mencari kebahagiaan, tidak sedikit orang melakukan pencarian secara eksternal. Mencari di luar dari dirinya. Di sinilah kebahagiaan itu terasa “mahal”. Ruang pencariannya tidak tepat, sehingga tidak sedikit yang terjebak pada kesenangan yang dinilai sebagai kebahagiaan. Arvan Pradiansya dalam buku best seller-nya. Sangat menegaskan perbedaan kedua (kebahagiaan-kesenangan) ini.

Saya menemukan satu hal, mungkin karena alasan kebahagiaan ini, sehingga ada kebiasaan yang disebut dengan “pekan ceria” atau akhir pekan menjelang Ramadan. Hampir semua tempat wisata padat dengan pengunjung. Hal itu tidak salah, meskipun saya pribadi hampir tidak pernah tertarik dengan apa yang disebut dengan “pekan ceria” menjelang Ramadan. Apalagi dengan bayangan pengunjung yang sangat padat, jalan macet dan berbagai kepenatan lainnya.

Ada yang mengikuti pelatihan-pelatihan khusus untuk membangkitkan rasa bahagia. Latihan yoga, pelatihan spiritualitas, yang semua ini sebenarnya tujuannya mencari kebahagiaan yang bisa diidentikkan krisis spiritualitas. Ada pula membaca buku-buku tentang pemantik kebahagiaan.

Ada banyak cara mulai yang paling murah sampai yang paling mahal. Namun yakin saja semua terasa kurang tepat, jika fokusnya pada bagian eksternal. Di luar dari diri sendiri.

Kebahagiaan sesungguhnya ada dalam diri kita, yang perlu dilakukan justru inner journey (berselancar dalam diri) bukan sebaliknya. Dari Arvan Pradiansyah melalui buku karya best seller-nya, The 7 Laws of Happiness: Tujuh Rahasia HIdup yang Bahagia, saya menemukan hal inspiratif.

Percikan inspiratif dari Arvan lahir setelah saya melakukan penelusuran ke dalam karya best seller-nya tersebut, lalu saya elaborasi dan integrasi-interkoneksikan—jika meminjam istilah Prof. M. Amin Abdullah—dengan pemahaman saya tentang Ramadan dan puasa itu sendiri. Maka lahirlah tulisan ini Ramadan, Bulan Aktivasi Laws of Happiness.

Saya menemukan sejenis tesis dari elaborasi dan integrasi kedua pemahaman tersebut bahwa sesungguhnya Ramadan itu adalah bulan untuk mengaktivasi laws of happiness yang ada dalam diri kita. Jika kita menjalankan amalan-amalan yang dianjurkan dalam bulan Ramadan, maka sesunggunya itu akan mengaktivasi hukum yang bekerja dalam diri untuk mencapai kebahagiaan.

Dan jika ini telah disadari, maka tidak perlu ada “pekan ceria”—yang seakan ini sebagai pemantik awal kebahagiaan hati untuk menjemput bulan suci Ramadan. Begitupun pelatihan-pelatihan spiritualitas—jika ini sudah disadari, meskipun saya juga tidak menyimpulkan sia-sia—tidak perlu dilakukan.

Membaca buku Arvan yang mengungkap rahasia bahagia—khususnya yang belum memiliki buku best seller-nya ini—tidak perlu lagi bersusah-payah mencari buku tersebut. Cukup melalui tulisan ini saya telah membocorkan rahasianya, bahwa dengan menjalankan amalan puasa Ramadan, maka secara otomatis akan mampu mengaktivasi laws of happiness dalam diri kita tanpa perlu membaca buku. Setelah itu perhatikan apa yang terjadi—meminjam istilah Mario Teguh—kita akan bahagia.

Dan pada dasarnya buku Arvan tersebut, bukan sejenis mesin atau aplikasi aktivasi kebahagiaan. Aktivasi berdasarkan KBBI adalah sama dengan “mobilisasi”, “pengerahan”, dan “pengorganisasian”. Namun saya tidak fokus pada tiga term ini. Saya merujuk pada asal kata (karena ini adalah bahasa serapan) Aktivasi itu berasal dari kata activation (inggris) artinya mengaktifkan. Tetapi keliru jika ditulis aktifasi (pakai huruf “f”).

Buku Arvan hanya mengungkap rahasia untuk bahagia—tanpa menarik relasi dengan puasa. Dan berdasarkan pemahaman saya tentang puasa ternyata puasa itu mampu mengaktivasi hukum kebahagiaan. Jadi jika kita berpuasa, menjalankan bulan Ramadan sesuai tuntunan yang diajarkan “tidak perlu” membaca buku ini lagi. Namun bukan berarti saya memprovokasi untuk jangan beli, justru ayo beli, agar bisa membuktikan apa yang saya tuliskan ini.

Saya memahami tujuh rahasia hidup bahagia Arvan itu diklasifikasikan menjadi tiga bagian (relasi) besar: Pertama, intrapersonal relation (hubungan kepada diri sendiri) dengan tiga rahasia; Kedua, interpersonal relation (hubungan kepada orang lain) dengan tiga rahasia; dan ketiga, God relation (hubungan kepada Allah) dengan satu rahasia.

Coba pembaca sejenek merenungkan, bukankah selama berpuasa di bulan Ramadan, ketiga relation (relasi/hubungan) ini sangat intim, khusyuk dan massif kita lakukan. Maka terbukti hasil elaborasi dan tesis saya bahwa Ramadan adalah bulan untuk mengaktivasi laws of happiness.

Intrapersonal relation (hubungan kepada diri sendiri). Berpuasa khusus dalam bulan Ramadan, sesungguhnya salah satu yang kita lakukan adalah membangun hubungan kepada diri sendiri bahkan ada sejenis penelusuran kedalam jiwa (inner journey). Puasa sarat dan mensyaratkan adanya sabar (patience), syukur (gratefulness) dan sederhana (simplicity). Ini pula yang dimaksud oleh Arvan sebagai tiga rahasia khusus dimensi intrapersonal relation.

Orang yang berpuasa harus mampu sabar. Bahkan sabar memiliki peran penting dalam menjalani hidup. Telah ditegaskan “Allah beserta orang-orang yang sabar” dan Allah pula menegaskan “Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat” QS. Al-Baqarah [2]: 153. Begitu pun syukur dan sederhana adalah hal penting dalam hidup.

Interpersonal relation (hubungan dengan orang lain) saya yakin, kita telah memahami bersama betapa massif dan lekatnya—terutama dalam bulan Ramadan—hubungan kita kepada orang lain. Anjuran dan massifnya sedekah, kewajiban zakat fitrah, jamaah di hampir semua masjid padat, perintah dan aktus saling maaf memaafkan sebelum, sedang dan setelah Ramadan adalah semakin mewarnai kehidupan. Tidak berlebihan jika Ramadan pula disebut dengan bulan “kohesivitas sosial”, perekat hubungan sosial

Dalam buku Arvan untuk interpersonal relation mengungkapkan tiga rahasia yaitu: Pertama, love (kasih sayang); Kedua, giving (memberi); dan ketiga, forgiving (memaafkan). Ketiga rahasia ini, adalah juga merupakan tuntunan yang terasa tidak berat dilakukan oleh umat Islam yang sedang berpuasa pada bulan Ramadan.

Kasih sayang semakin terasa, saling berbagi, dengan beraneka aktivitas menjadi warna hidup yang sangat menyejukkan, dilakukan secara personal dan kolektif. Ada yang berbagi takjil, sahur on the road, santunan anak yatim dan lain-lain. Begitu pun sikap dan perilaku saling memaafkan betapa telah menjadi spektrum yang menyejukkan hidup dalam bulan Ramadan ini.

God Relation (hubungan kepada Allah), puasa dan amalan-amalan kebaikan sesungguhnya adalah bentuk berserah (surrender) kepada Allah. Bahkan Allah menegaskan “semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untukku dan Aku yang akan membalasnya.

Untuk God Relation, Arvan mengungkapkan satu rahasia yaitu berserah (surrender). Dan saya yakin di bulan Ramadan-lah bentuk berserah—khusus umat Islam—semakin massif dilakukan, semakin khusyuk dan intim.

Berserah kepada Allah, sesungguhnya power utama dalam hidup, sebuah benteng diri yang sangat kokoh agar hidup ini bisa tetap bahagia apa pun konteks kehidupan yang dihadapi. Dan saya pribadi senantiasa menjadikan ini benteng utama, agar senantiasa tetap berselancar bahkan dalam menghadapi badai sekalipun.

Saya sangat menyadari persoalan ini, tidak cukup untuk dituliskan dalam ruang yang sangat terbatas, oleh karena itu jika ada hal yang masih membutuhkan pemahaman mendalam, saya terbuka untuk diajak diskusi.

Ini “Hikmah Ramadhan Keenam” sepercik ibrah kehidupan untuk mengisi waktu ngabuburit. Dan ini sejenis Ngabuburit Literasi.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Banteang. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply