Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Realisasi Tri Kompetensi IMM sebagai Dasar Modernisasi Gerakan

×

Realisasi Tri Kompetensi IMM sebagai Dasar Modernisasi Gerakan

Share this article
Hukuman Mati dan Matinya Keadilan
Ilham Saputra

KHITTAH.CO, Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan paling tinggi derajatnya adalah manusia. Di dunia ini, tidak ada satupun manusia yang sama dan tidak ada satupun manusia yang mampu hidup sendiri.

Sehingga bisa dipastikan bahwa setiap manusia selalu melekat di dalam dirinya status yang tidak dapat dipisahkan, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.

Pendapat manusia sebagai makhluk sosial juga dikemukakan oleh Aristoteles melalui istilah zoon politicon. Arti Zoon politicon adalah manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan manusia lain.

Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial juga berarti, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan membutuhkan orang lain.

Dengan begitu, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kelompok masyarakat. Hal itu karena manusia memiliki naluri untuk hidup bersama orang lain.

Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial akan memberikan rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih lemah dari pada wujud sosial yang besar dan kuat.

Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu nonformal (masyarakat) maupun dalam bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya, mampu mengayomi individu.

Terkhusus kader IMM, setidaknya ada 3 hal yang harus melekat dalam diri manusia IMMawan dan IMMawati. Ketiganya, yaitu intelektualitas, religiusitas, dan humanitas.

Intelektualisme IMM

Intelektualitas merujuk pada mereka yang memiliki wawasan yang luas dan menyeluruh terhadap segala aspek masalah melalui pendidikan formal atau interaksi dengan lingkungan sekitar.

Seorang intelektual, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdul Halim Sani dalam bukunya Manifiesto Gerakan Intelektual Profetik, bahwa seorang cendekiawan merupakan penafsir jalan hidup.

Intelektual juga berfokus pada nilai-nilai ideal yang memperjuangkan kebajikan, kebenaran, kejujuran dan kesejahteraan.

Intelektual pada dasarnya adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, menggagas, menyoal, dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan berdasarkan nilai-nilai sakral dan humanisme universal.

Mereka berupaya mengembangkan budaya yang lebih beradab yang dapat memenuhi kebutuhan zaman.

Dalam pengertian ini, kaum intelektual harus secara struktural dan kultural menginterupsi situasi di balik hegemoni yang menindas.

Inovasi Baru Gerakan Intelektual IMM

Perkembangan peradaban membutuhkan berbagai inovasi baru. Gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah perlu direkonstruksi dari berbagai aspek, baik dari segi metode, strategi, bahkan bidang teknisnya untuk menghadapi berbagai kendala guna memenuhi dan menjalankan perannya.

Hal itu tidak hanya bermanfaat dalam koordinasi dan integrasi kerja organisasi IMM, tetapi juga untuk mencegah pragmatisme gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah agar gerakan tersebut tidak kehilangan esensi.

Maka perlu diambil langkah taktis untuk merumuskan kembali pola gerakan intelektual. IMM harus benar-benar memegang teguh identitasnya sesuai dengan tujuannya yaitu akademisi islam yang berakhlak mulia.

Karena itulah, sudah seharusnya, kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menebar manfaat dengan tri kompetensinya, terutama dalam intelektual.

Religiusitas dan Humanitas yang Riil

Kedua, religiusitas. Sesuai dengan tujuan Muhammadiyah dan IMM, nilai religiusitas menjadi faktor yang tidak kalah penting dari intelektual.

Terlebih, arah gerakan kita di Muhammadiyah tidak lepas dari gerakan dakwah. Karena itulah, menjadi hal yang tidak wajar ketika kita selalu menyerukan ajakan dakwah dari mimbar ke mimbar, sementara kita tidak melakukan apa yang kita serukan.

Maka perlu ada penanaman kembali nilai-nilai religiusitas dalam diri setiap kader IMM, apalagi yang sudah sampai pada jenjang kekaderan yang cukup tinggi.

Sebab, mereka akan menjadi teladan bagi kader-kader baru yang akan melanjutkan kepemimpinan di IMM.

Ketiga, humanitas. Istilah humanisme dipahami sebagai suatu ajaran yang tidak menggantungkan diri pada doktrin-doktrin yang tidak memberikan kebebasan pada individu.

Doktrin yang bersifat otoritatif sangat bertentangan dengan prinsip dasar humanisme. Prinsip itu senantiasa memberikan kebebasan pada setiap individu dalam menentukan pilihan hidup.

Kebebasan itu, baik dalam beragama, berpendapat, maupun dalam menentukan haknya. Namun, nilai-nilai dasar kemanusiaan dan hak-hak orang lain tetap diperhatikan.

Sebagai agent of change, IMM harus selalu hadir dalam setiap panggilan kemanusiaan. Entah itu ketika bencana apalagi menyuarakan kebijakan yang keliru dari pemerintah.

Namun kehadiran mereka tentu harus berdasar pada kesadaran akan ketimpangan yang terjadi bukan didasarkan pada dorongan atau kepentingan tertentu.

Pada akhirnya, Tri kompetensi IMM seharusnya sudah melekat dalam diri setiap kader, apalagi elite-elite organisasi, sehingga dapat terdistribusi pada kader-kader yang lain.

Mereka harus menjadi sosok teladan yang perkataanya sejalan dengan perbuatan baik di dalam maupun di luar organisasi sebagai bagian dari dakwah Muhammadiyah.

Ditulis oleh : Ilham Saputra

Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman kak

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply