Oleh: Rahmawati Idrus
(Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM Sulsel)
Pada tahun ini Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) genap berusia 55 tahun, tepatnya tanggal 18 Juli 2016 lalu. Sebuah fase perjalanan panjang IPM yang jika diibaratkan manusia terus mematangkan diri dalam berpikir, lagi memantaskan diri guna memimpin. Masih terbayang jelas IPM menorehkan prestasi pada tahun 2006, 20011, 2013, dan 2015 yang diberikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Tidak hanya itu, prestasi internasional juga turut diraih. Terukir indah, ikatan pelajar di Indonesia ini telah dua kali menyabet ASEAN TAYO AWARD (Ten Accomplished Youth Organization in ASEAN) di Bangkok, Thailand 2011 serta di Brunei Darussalam, 2014. Tidak sampai disitu, 2015-2016 IPM juga meraih Penghargaan Pemuda Indonesia (PPI) dalam bidang Sosiopreunership ( Kewirausahaan Berbasis Sosial ) tahun 2015.
Prestasi- prestasi di atas tidak membuat IPM ‘berbesar kepala’ agar ditampakkan keluar. Namun, dianggap sebagai tantangan sekaligus refleksi IPM dari masa ke masa, guna terus memperkuat eksistensinya. Khusus bagi IPM Sulawesi Selatan sendiri, hari ini mendesak kita untuk menggerakkan daya pikir dan kekuatan guna melahirkan kreatifitas. Dimana pada ‘era baru’ dan masa akan dating kader IPM kian menghadapi tantangan pergerakan dengan hadirnya ruang-ruang publik baru. Baik digital maupun non-digital yang sewaktu-waktu dapat menjadi pisau bermata dua: Melahirkan kebaikan atau menghadirkan keburukan.
Dalam konteks di atas Generasi Berkemajuan menemukan momennya. Dari semangat Muktamar XX yakni “Menggerakkan Daya kreatif, Mendorong Generasi Pelajar Sulawesi Selatan Berkemajuan”. Maka IPM Sulawesi Selatan dalam Musyawarah ke XXI Tahun 2017 di Kota Makassar mendatang mengambil penggalan tema tersebut sebagai semangat menantang zaman.
(Baca juga: Mau Tahu Arti Logo Musywil XXI IPM Sulsel?)
Sebagai Forum Musyawarah tertinggi tingkat Provinsi, Musyawarah Wilayah XXI merupakan momen yang sangat strategis untuk melakukan refleksi dan evaluasi apa yang telah dilakukan kurang lebih selama dua tahun ini. Untuk kemudian, melakukan revitalisasi gerakan.
Kedepannya IPM Sulsel harus terus melakukan langkah penting guna mengukir sejarah kemajuannya. Seperti pada periode ini ketika dipimpin oleh seorang IPMawati. Tentunya ini menjadi susasana baru di IPM Sulsel. Meskipun pada beberapa daerah pernah dipimpin oleh seorang IPMawati.
Tapi sekali lagi ini bukanlah perbandingan soal siapa yang lebih pantas memimpin apakah seorang IPMawan atau Ipmawati, melainkan lebih pada bentuk “Generasi Berkemajuan” serta memberikan kesempatan pada semua orang tanpa ada dikotomi anatara IPMawan dan IPMawati. Karena IPM harus mampu membaca arus baru dunia global generasi muda Indonesia, di tengah arus informasi dan globalisasi, terlebih kondisi kebangsaan kita yang mengalami krisis keteladanan. Tentunya melalui kesempatan-kesempatan itulah dari IPMawan maupun IPMawati diperlukan konsep dan rumusan baru untuk mobilisasi potensi generasi muda untuk membawa bangsa ini pada arah kemajuan.
Di Musywil ke-XXI yang digelar pada 24-27 Februari 2017 mendatang, diharapkan mampu mengevaluasi kepemimpinan IPM Sulsel di periode 2014-2016. Tidak hanya itu, di forum ini pula merumuskan kebijakan-kebijakan untuk periode mendatang sehingga dalam hal pemilihan ketua umum baru kedepannya dapat dijadikan catatan-catatan kepemimpinan.
(Baca juga:5 Kegagalan IPM)
Sumber: Majalah Khittah versi Cetak, edisi Januari 2017