Oleh : Ma’ruf Nurrhalis
KHITTAH.co, korupsi berasal dari bahasa latin yakni coruptio yang dimelayukan menjadi kebiadaban, ketidak jujuran, dan kejelekan. Apabila dimasukkan dalam Bahasa makassar harian, coruruptio adalah ke Sundalan dan ke kabbulamakkang. Karena manusia yang berkorupsi lebih rendah dari binatang dan bahwa kemoralannya dikalahkan oleh kemuliaan seekor anjing jalanan.
Korupsi diistilahkan sebagai kejahatan dan keselewengan untuk memperkaya diri sendiri. Perilaku korupsi sering diistilahkan sebagai kejahatan kerah putih. Kejahatan biadab yang terselubung dan di tutup- tutupi.
Korupsi merupakan kejahatan yang amat susah untuk di berantas dan di bersihkan secara suci, se-suci-sucinya. Korupsi adalah kejahatan pertama yang dilakukan manusia. Saat Adam dan Hawa berkorupsi serta berkolusi memakan buah Khuldi. Maka untuk memberantas korupsi itu mustahil karena apabila dipaksakan. Manusia mesti semuanya harus di genosidakan. Karena makhluk yang paling memiliki kesempatan untuk berkorupsi adalah manusia.
Maka satu-satunya hal yang dapat. Dilakukan untuk korupsi adalah menekan dan menakut-nakuti. Menekan dalam artian bahwa korupsi terjadi karena rendahnya iman dalam semesta hati. Iman para koruptor berada pada kenegatifan. Dengan iman yang berada pada garis positif akan mencegah perbuatan korupsi. Pencegahan yang kedua adalah menakut-nakuti. Cara ini adalah cara tuhan dalam menundukkan ciptaannya yang berakal.
Lewat neraka Tuhan menundukkan para pelaku dosa dan lewat siksaan kubur, Tuhan merajinkan manusianya yang malas. Namun pelaku korupsi kadang tak bertuhan dan membunuh atau mematikan Tuhan, maka dengan neraka dan siksa kubur tidak lagi mempan terhadap kebodohan, kebinatangan nafsunya yang liar. Maka upaya untuk menakut-nakuti yang efektif adalah membuatkan hukum tertulis. Hukum yang dapat membuat merinding makhluk hidup, yakni hukuman mati. Upaya ini amat efektif diperlakukan di negara Tiongkok untuk mengurangi perlaku korupsi disana.
Di Indonesia sendiri korupsi menghadirkan paradoks yang mendilematiskan keindahan negeri Indonesia. Indonesia dalam catatan Azyumardi azra sebagai negara muslim terbesar, negara dengan mesjid terbanyak, juga negara yang oknum islamnya paling rajin ibadah. Namun catatan dunia menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup. Sungguh ini adalah sebuah paradoks yang dilema dan parah. Bagaimana bisa negara yang banyak pemirsa Al-Qur’an dan haditsnya yang paling banyak berkorupsi.
Situasi kompleks psiko-kultural adalah pendorong utama perilaku korupsi. Indonesia tanpa sadar membudidayakan korupsi. Membiarkan korupsi menjadi penyakit epidemik yang menyebar keseluruh lapisan. Jika ingin diobservasi. Lampu merah dan zebra cross menjadi contoh kasus bagaimana korupsi yang biadab itu dilakukan. Ketika lampu merah bersinar memberhentikan lampu hijau maka seharusnya semua kendaraan yang di liputinya harus berhenti di belakang zebra cross. Tapi dasar binatang tolol. Ada yang berhenti dbelakang zebra cross tapi tergoda untuk melaju sebelum nyalanya lampu hijau dan ada yang benar-benar sabar dan patuh menunggu lampu hijau.
Dari sini, dari contoh kasus itu dapat disimpulkan. Bahwa yang melewati lampu merah jelas sudah menjadi manusia biadab yang korupsi. Kelompok yang melewati zabra cross. Dan berhenti di sana amat sangat rentan untuk berkorupsi. Kelompok yang berhenti dibelakang zebra cross. Tapi jalan sedetik atau tiga detik sebelum nyalanya lampu hijau akan masih berpeluang untuk melakukan kejahatan korupsi. Dan yang paling patuh jelas kuat imannya. Namun semua kelompok bisa berganti tempat kapan saja mengikuti iman yang di dalam hati berfluktuatif naik turun.
Di Indonesia corruptio amat sulit dikurangi. Karena korupsi dianggap benar oleh yang buruk. Ada seorang bijak yang mengatakan bahwa kejahatan yang paling biadab adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang di anggap baik. Dan kejahatan yang biadab itu sedang musim indonesia. dimana korupsi banyak dilakukan oleh manusia dianggap baik juga dianggap suci. Maka ini berarti. Manusia Indonesia sedang mengalami penyakit (ummi)/buta. Tidak lagi bisa membedakan mana sosok yang baik dan mana sosok yang buruk. Mana binatang mana politisi. Mana pencuri dan mana kiyai.
Jika semakin dielaborasikan dalam persoalan teologi. Korupsi adalah perbuatan yang dilaknat. Sampai-sampai jasad koruptor tidak bisa disholati. Dalam eksistensi manusia ada tiga jenis penyakit yang bisa menyerang. Pertama, penyakit tubuh atau biologis seperti kanker, tumor, jantung dan sebagainya. Kedua adalah penyakit jiwa atau penyakit psikologi. Seperti stress atau gila. Ketiga adalah penyakit rohani, yakni korupsi dan sejenisnya.
Bila dalam sebuah hadis, dijelaskan bahwa orang yang sedang mengalami penyakit biologis maka itu adalah sebuah cobaan dan ujian yang bisa menghapus dosanya atau menghentikan dosanya. Sedangkan manusia yang sedang mengalami penyakit jiwa maka dalam fiqh syariat tidak dilimpahkan hukum baginya. Tapi bagi manusia yang mengidap penyakit ruhani. kesembuhan terakhir baginya adalah tak bertaubat.
Manusia yang berpenyakit ruhani adalah orang-orang yang menganggap perbuatan yang buruk itu adalah perbuatan yang baik. Jika sudah seperti itu setan dan dirinya dalam hal ini koruptor tidak lagi bisa dibedakan karena memang sudah sama. Jika telah sama. Tuhan telah mengatakan tempat kembalinya syaitan adalah neraka. Maka koruptor yang sedang mengalami kanker ruhani adalah bahan bakar neraka.
Seringkali didapati. Bahwa perliaku kesundalan koruptor sangking parahnya kanker ruhani itu menggorogoti heart, head dan handnya. Menjadikan Tuhan sebagai dalang atau penyebab dari perbuatannya. Sudah sering kita dengar keluar dari mulutnya bahwa “ kasus ini hanyalah cobaan yang datang dari Tuhan. Tuhan tahu mana yang salah dan benar. Dan biarkan Tuhan yang menjadi saksi bahwa saya tidak bersalah”. Itulah ucapan mereka yang adalah ucapan orang-orang munafik yang datang sebelum mereka.
Maka kesimpulannya yang adalah kesimpulan yang pesimistis karena penulis sendiri sedang berada pada jurang frustasi akan kasus korupsi. Berkesimpulan bahwa korupsi tidak akan pernah terjadi jika manusia itu sedang pada keadaan takut dan beriman kepada Allah swt. Dan penulis begitu berharap bahwa korupsi mestilah dijerujikan bukan hanya oknumnya mulai dari niatnya sudah harus dijerujikan agar perbuatan kesundalan ini jarang terdengar juga tak akan pernah terjadi.