KHITTAH.CO, MAKASSAR – Muhammadiyah adalah gerakan literasi. Begitulah Muhammadiyah sejak awal berdiri. Hal itu terlihat dengan pencantuman spirit penerbitan dalam Statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah tahun 1912 (artikel 3 huruf d):
“Rumusan misi Muhammadiyah adalah menerbitkan serta membantu terbitnya kitab-kitab, kitab sebaran, kitab khutbah, surat kabar, semuanya yang muat perkara ilmu agama Islam, ilmu ketertiban cara Islam.”
Spirit tersebut dipertegas pada 17 Juni 1920, saat pengesahan dan pelantikan pimpinan Bahagian dalam Hoofd Bestuur (Pengurus Besar) Muhammadiyah. Dalam pemaparannya saat rapat tersebut, Ketua Bahagian Taman Pustaka Hoofd Bestuur Muhammadiyah H. M. Mokhtar menyampaikan program kerjanya, yaitu menerbitkan selebaran, majalah berkala, dan buku-buku agama Islam, secara murah, bahkan gratis.
Sembilan tahun setelah program tersebut dicanangkan, pada Kongres/Muktamar 1929, Muhammadiyah telah berhasil menerbitkan 700.000 buah buku dan brosur. Salah satu produk literasi Muhammadiyah yang masih eksis hingga saat ini adalah Majalah Suara Muhammadiyah (SM).
Majalah SM telah terbit sejak 1915, atau tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri dan tiga dekade sebelum Republik Indonesia lahir. Dengan pesebarannya ke seluruh penjuru Nusantara, menggunakan bahasa Melayu. SM bahkan berjasa ikut menyatukan Nusantara/ Indonesia sebelum Sumpah Pemuda diteriakkan oleh para pemuda di tahun 1928.
Ulasan sejarah tersebut disampaikan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Muhammadiyah Sulsel Hadisaputra, dalam Dialog Literasi Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) Koimisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBIS) Universitas Muhammadiyah Makassar. Kegiatan ini dihelat di Unit Business Center Unismuh Makassar, Jumat (27/12/2019).
Tinjauan historis, kata Hadi, sengaja dipaparkan untuk memotivasi peserta yang hadir, bahwa gerakan literasi merupakan bagian dari identitas Muhammadiyah. “Jika spirit literasi generasi awal dibuktikan dengan lahirnya sekitar 700 ribu karya, kok generasi milenial wujud gerakan literasinya sekadar berhenti pada tataran dialog,” sindir staf pengajar Prodi Sosiologi Unismuh Makassar ini.
Pembicara lainnya, Kaharuddin, Wakil Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Sulsel, yang merupakan alumni IMM FEBIS Unismuh Makassar. Dalam pemaparannya, Kaharuddin menyoroti terbatasnya literatur yang khusus membahas tentang IMM. “Orang bijak bilang, jika ingin dikenal, menulislah. Atau lakukan sesuatu yang luar biasa, agar orang lain menulis tentang anda. Menulis tentang IMM merupakan salah satu strategi pengembangan gerakan,” ujar mantan aktivis DPD IMM Sulsel ini.
Dialog yang dipandu Immawan Akmal Ridwan, Ketua Bidang Tabligh PC IMM Kota Makassar, dihadiri sekitar 50 orang peserta, yang merupakan pengurus dan anggota IMM Komisariat FEBIS Unismuh. Acara ini merupakan rangkaian dari kegiatan Baitul Qalam IMM Komisariat FEBIS Unismuh. Pelatihan tersebut bakal digelar Jumat hingga Ahad (27-29/12/2019).