
Oleh : Muhammad Irfan Akbar, S.Pd., M.Pd (Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Enrekang)
Untuk menghadapi perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang begitu kompleks, dakwah saat ini tidak dapat lagi dilakukan dengan cara konvensional saja. Begitu banyak tantangan dan persoalan yang menjadi PR umat saat ini menuntut agar para muballigh mampu memiliki keterampilan yang tidak hanya sekadar menyampaikan ceramah agama, tetapi mereka harus mampu bertransformasi dan memahami konteks zaman kekinian, mampu cepat beradaptasi dengan teknologi, serta mampu memiliki strategi dakwah yang penuh inovatif, solutif, dan sesuai perkembangan zaman agar pesan-pesan Islam dapat diterima oleh masyarakat luas, khususnya generasi muda yang semakin terpapar dengan arus globalisasi.
Menanggapi hal tersebut di atas, Muhammadiyah melalui Majelis Tabligh meneguhkan kembali perannya sebagai gerakan dakwah yang mencerahkan umat, dengan melahirkan suatu inovasi yang bernama: Sekolah Tabligh. Sekolah ini dirancang untuk menjadi pembinaan dan pengembangan muballigh Muhammadiyah melalui pendekatan yang terintegrasi. Di dalamnya, para mubalig akan diberikan pembekalan keilmuan agama yang mendalam, metode komunikasi publik yang efektif, pemanfaatan media digital, serta kemampuan analisis sosial-budaya.
Gagasan Sekolah Tabligh ini lahir dan berangkat dari kesadaran mendalam bahwa dakwah hari ini membutuhkan mubalig yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga mampu membaca zaman. Kebutuhan itu nyata. Banyak dai muda yang bersemangat, namun belum memiliki bekal metodologi, kemampuan komunikasi digital, atau pemahaman manajemen dakwah yang sistematis.
Sejak awal berdiri pada tahun 1912, Muhammadiyah menempatkan dakwah bukan hanya sebagai kewajiban ritual semata, namun panggilan peradaban yang hakiki. Ust. Adi Hidayat dalam acara Pelatihan Instruktur Muballigh Muhammadiyah Nasional (PIMNAS) Batch 2 di Tabligh Institut, Bantul. Ia menjelaskan bahwa, arena dakwah tak hanya menyampaikan ilmu, maka mubalig Muhammadiyah dituntut supaya memperkuat keilmuan dan kemampuan komunikasi yang baik, sehingga dakwah selain bersifat informatif, juga berdampak secara transformatif.
Dalam era globalisasi yang serba cepat ini, dakwah tidak lagi cukup dengan metode konvensional. Diperlukan sebuah sistem yang lebih terstruktur, serta kemampuan mubalig untuk berdialog dengan keadaan modern. Sekolah Tabligh hadir menjawab kebutuhan itu. Dengan visi mencetak mubalig yang kompeten, berakhlak mulia, dan berwawasan luas, lembaga ini menjadi bentuk nyata dari semangat pembaruan dakwah Muhammadiyah. Di dalamnya, mubalig tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga keterampilan komunikasi, literasi digital, manajemen dakwah, serta etika kepemimpinan. Mereka dilatih bukan hanya untuk berbicara, tetapi untuk memahami konteks sosial, budaya, dan teknologi umat masa kini.
Maka dari itu, Sekolah Tabligh memiliki visi yang tegas: “Menjadi lembaga pengkaderan dalam mencetak kader muballigh yang kompeten, berwawasan luas, berakhlak mulia, dan mampu menyebarkan nilai-nilai Islam berkemajuan sesuai dengan prinsip dakwah Muhammadiyah”. Visi ini diwujudkan melalui misi yang konkret: membangun generasi mubalig yang tidak hanya piawai dalam ceramah dan pengajaran agama, tetapi juga mampu berdakwah melalui tulisan, media digital, dan aksi nyata di masyarakat.
Mereka dididik agar menguasai komunikasi dakwah (at-tawashul ad-da’awi), memahami metodologi dakwah (thariqat ad-da’wah), serta memiliki kemampuan manajerial (idarah ad-da’wah) yang matang. Sekolah tabligh dirancang sebagai wadah pengkaderan mubalig muda yang berusia usia 17–35 tahun dari berbagai pimpinan daerah, cabang, dan ranting Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Kurikulum Sekolah Tabligh sangat komprehensif, memadukan materi klasik dan modern.
Arus digitalisasi saat ini membawa kebaikan namun juga ujian bagi penggiat dakwah Islam. Di satu sisi, sosial media membuka jalan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dengan jangkauan luas, tapi di sisi yang lain muncul fenomena mubalig yang lebih mengejar sensasi agar ingin dikenal daripada substansi penyampaian dakwah. Tentu hal ini dapat menciderai esensi dari hakikat dakwah yang sebenarnya. Dalam era media sosial, dakwah tak lagi cukup disampaikan di podium. Setiap mubalig dituntut menjadi content creator nilai-nilai Islam, menciptakan narasi positif, menebarkan semangat kebaikan, dan melawan banjir informasi yang menyesatkan.
Sekolah Tabligh memberikan pelatihan langsung tentang pembuatan konten dakwah digital, pemanfaatan media sosial, serta etika bermedia. Tujuannya jelas: agar dakwah Muhammadiyah tidak tertinggal dalam arus digital, melainkan menjadi pionir dakwah yang mencerahkan dan mendidik. Dengan bekal ini, para mubalig muda diharapkan mampu menjangkau generasi milenial dan Gen Z, generasi yang mencari keteladanan, bukan sekadar ceramah; yang membutuhkan bahasa agama yang rasional, lembut, dan menyentuh realitas hidup mereka.
Sekolah Tabligh memahami bahwa dakwah modern harus bertransformasi tanpa kehilangan hikmah. Karena itu, peserta dilatih untuk memanfaatkan teknologi secara cerdas: membuat konten edukatif, menyampaikan pesan dengan bahasa kekinian, dan tetap menjaga kesantunan dalam berdakwah. Dakwah digital bukan hanya tren semata, melainkan wajah baru amar ma’ruf nahi munkar.
Program ini bukan hanya tentang membina mubalig, tetapi tentang membangun peradaban dakwah yang berkelanjutan. Dengan menggabungkan keilmuan klasik, pendekatan modern, dan teknologi digital, Sekolah Tabligh Muhammadiyah menjadi wujud nyata dari Islam yang adaptif tanpa kehilangan prinsip. Akhirnya, Sekolah Tabligh bukan sekadar program, melainkan gerakan pembaruan dakwah Muhammadiyah. Ia menjadi bukti bahwa dakwah tidak berhenti di mimbar, tetapi terus beradaptasi dengan zaman. Dengan visi berkemajuan, kurikulum yang kontekstual, dan semangat kaderisasi yang kuat, Sekolah Tabligh menyalakan kembali bara dakwah yang pernah dinyalakan oleh KH. Ahmad Dahlan di mana dakwah yang berpijak pada ilmu, berjiwa kasih sayang, dan berorientasi pada kemajuan umat.





















