Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
LiterasiOpini

Shalat Wahana Curhat dan Pengajuan Proposal Hidup kepada Allah

×

Shalat Wahana Curhat dan Pengajuan Proposal Hidup kepada Allah

Share this article

Oleh: Agusliadi Massere*

KHITTAH.CO, – Secara psikologis manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ingin ada pihak/orang lain yang mampu merasakan dan memahami perasaannya. Apalagi bagi muda-mudi yang masih remaja, ini menjadi ciri utama, dan hal ini pula yang dipandang menjadi faktor, sehingga terkadang terjalin kedekatan khusus antara dua remaja. Dibalik relasi ini, tidak sedikit yang seringkali mencurahkan perasaannya dengan menceritakan sesuatu—biasanya bersifat personal—kepada orang-orang yang dianggapnya dekat. Aktivitas mencurahkan perasaan itulah yang bisa disebut curhat (curahan hati).

Setiap umat yang beragama mengetahui dan menyadari bahwa dirinya memiliki relasi (hubungan) teologis dengan Allah. Bahkan bagi pemeluk agama sejati, akan menyadari pula bahwa dirinya memiliki banyak keterbatasan, dan sekaligus memiliki banyak harapan-harapan yang diharapkan bisa terpenuhi/tercapai. Dibalik kedua kesadaran ini, orang-orang yang beragama meyakini bahwa Allah Maha Kuasa, Maha Kaya, Maha Berkehendak, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Secara psiko-teologis, termasuk proses algoritmik dalam dirinya, ketika manusia mengalami kecemasan sebagai reaksi keterbatasan (ketidakmampuan) dirinya, dan harapannya, maka Allah-lah tempat meminta, atau mengajukan proposal hidup.

Ketika manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan, maka curhat-an (curahan hati) dengan sesama, itu seringkali hanya (terkesan) berbagi duka dan sedih, tanpa bisa dipastikan akan ada solusi dari orang-orang yang ditempati curhat. Padahal dibalik curhat-an seseorang seringkali mengharapkan ada solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi/dialami. Meskipun demikian, setiap curhat-an yang tanpa saran solusi pun, sesungguhnya secara psikologis minimal bisa melegakan perasaan.

Manusia, selain memiliki keterbatasan dan memiliki banyak harapan, juga dalam mengarungi kehidupan seringkali berhadapan dengan sesuatu yang dimaknai “rintangan”. Dalam kondisi seperti ini, maka tidak sedikit manusia yang mengalami keputusasaan, menyerah dan berakhir pada titik kegagalan.

Manusia, apalagi yang merasa beragama, ketika tersungkur dalam keputusasaan dan terjepit dalam kegagalan tanpa mendapatkan makna dan ibrah, maka biasanya dia sedang lupa bahwa dirinya bukan semata makhluk fisik biologis. Dirinya, termasuk, adalah makhluk religious-spiritualitas yang memiliki relasi dengan realitas tak terbatas: Allah, yang memiliki kuasa dan kendali atas alam semesta tanpa kecuali diri setiap manusia.

Atas kesadaran sebagai makhluk religious-spiritualitas yang memiliki relasi dengan Allah, maka sebaik-baik curhat-an dan pengajuan proposal hidup itu, hanya kepada Allah. Saya sangat tidak sepakat—bahkan jika ada jenjang hierarkisnya, saya akan memiliki level paling tinggi—jika ada orang yang mengatakan “jangan sibukkan Allah dengan harapan-harapanmu”. Kesannya, ikhtiar duniawi saja yang dimaksimalkan, tidak perlu sibuk berdo’a kepada Allah. Sekali lagi, saya tegaskan, secara pribadi, tidak sepakat dengan pernyataan itu.

Manusia bukan robot, kesadaran ini pun yang membuat saya tidak sepakat dengan pernyataan “hasil tidak akan mengkhianati proses” (ketika proses hanya dimaknai ikhtiar duniawi). Bak robot, jika sudah diprogram sesuai harapan, maka dia bergerak sesuai dengan program yang ditanamkan. Robot pun tidak selamanya sesuai hasil settingan programnya, bisa saja terkena virus, di-hack (diretas) sehingga hasilnya tidak sesuai lagi harapan.

Di atas, saya telah tegaskan bahwa sebaik-baik curhat-an dan pengajuan proposal hidup adalah kepada Allah. Apakah ini tidak ilmiah dan rasional? Bagi saya, ini pun ilmiah dan rasional jika kita memahami bagaimana mekanisme kerja alam bawah sadar, aktivasi kedahsyatan otak, aktivasi dan mekanisme kerja gelombang otak, dan mekanisme on/off DNA yang ada dalam diri manusia.

Terkait on/off DNA, aktivasi gelombang otak, alam bawah sadar, dan kedahsyatan otak, beberapa tulisan saya telah pernah menjelaskannya, meskipun—karena peruntukkannya—hanya untuk media online, sehingga dipastikan belum detail. Pembaca bisa dengan mudah mendapatkan buku-buku tersebut sebagai referensi. Dan dari pemahaman ini semua, saya sepakat dengan Haidar Bagir bahwa shalat bisa menjadi wahana curhat. Dan saya pun menambahkan bahwa termasuk shalat sebaik-baiknya wahana mengajukan proposal hidup kepada Allah. Wahana dalam pandangan saya adalah suatu tempat yang indah dan suasana yang sangat nyaman.

Allah menegaskan melalui firman-Nya dalam QS Al-Baqarah [2]: 45, “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat….” Bahkan dalam dua hadits qudsi yang tertentu yang berbeda, yang satunya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan satunya lagi diriwayatkan oleh Bukhari, kita akan mendapatkan penegasan Allah, bahwa: diri-Nya sesuai persangkaan hambanya; diri-Nya sangat dekat, bahkan jika kita mendekatinya dengan cara berjalan, maka Allah mendekati hamba-Nya dengan cara berlari; Allah menganjurkan kita berdo’a, memohon kepada-Nya; dan Allah berjanji akan mengabulkan.

Manusia modern kebanyakan hanya mengandalkan otak tepatnya dalam hal ini kecerdasan intelektual, yang kesannya memiliki relasi langsung dengan pencapaian spektakuler perkembangan teknologi terutama teknologi digital. Beberapa pengamat menilai manusia modern mengalami krisis spiritual, ini berarti tidak mengandalkan kecerdasan spiritual.

Mereka yang mengkategorisasikan dirinya manusia-modern “lupa” bahwa kedahsyatan otaknya yang tertidur, tidak bisa bangkit tanpa mendapatkan pemantik dari suasana hati, yang sering saya istilahkan hati yang TSB (Tenang, Senang, dan Bahagia). Hal ini telah ditegaskan dalam skema yang dibuat oleh Bobby DePorter & Mike Hernacki dalam buku karyanya Quantum Learning. Untuk diketahui bahwa, Quantum Leaning adalah satu metode pembelajaran yang diakui dunia, yang sangat disenangi, efektif, dan efesien.

Pandangan beberapa pakar, salah satunya oleh Dr. Ibrahim Elfiky, menegaskan bahwa pikiran bisa memengaruhi perasaan, meskipun sebaliknya pun demikian, namun untuk mencapai suasana hati TSB bisa dipastikan tidak maksimal. Itu pun dalam perenungan saya, alurnya melingkar atau tidak langsung. Sebaik-baik suasana hati adalah yang terpancar dari pancaran ruh ilahi: Cahaya Allah. Allah pun telah menegaskan ini dalam firman-Nya QS. Ar-Ra’d [13]: 28 “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”.

Lalu apa relasinya ayat yang baru saja dibaca oleh pembaca di atas, dengan substansi tulisan ini? Relasinya menegaskan bahwa wahana mengingat Allah yang paling baik, adalah shalat. Apalagi shalat memiliki peran dan posisi strategis dalam setiap ajaran agama, terutama dalam Islam. Shalat adalah do’a, aktivitas (tepatnya: ibadah) mengingat Allah dengan tingkat keintiman yang sangat dalam.

Selain itu, shalat yang tingkat keintimannya kepada Allah sangat dalam, dan kita perhatikan hadits qudsi di atas dan ayat terakhir yang saya kutip, kita padukan dalam pemaknaan yang progresif, maka tingkat ketenteraman, atau lebih mudahnya saya menyebut TSB (Tenang, Senang, Bahagia) atau “ketenangan”, “kesenangan”, dan “kebahagiaan” akan lebih optimal lagi. Jika ini ditarik garis relasi dengan aktivasi gelombang otak yang ada dalam diri manusia, maka akan memudahkan mengaktivasi gelombang otak “alpha” dan “theta”. Ini dua jenis gelombang otak yang dipahami secara ilmiah dan rasional, akan memantik, di antaranya: ide-ide cemerlang, termasuk solusi-solusi cemerlang.

Bukankah pencapaian harapan-harapan, sangat membutuhkan ide-ide, termasuk solusi-solusi cemerlang. Bahkan sebagaimana ditegaskan dan sering dialami oleh Erbe Sentanu, penulis buku Quantum Ikhlas, dengan mengaktivasi atau dengan aktifnya kedua gelombang otak tersebut dalam diri manusia, maka tidak jarang (berarti sering) mengalami miracles (keajaiban-keajaiban).

Tanpa bermaksud menonjolkan diri, dan semoga diri ini tidak terseret dalam riya’ tetapi lebih mengedepankan niat motivasi dan/atau inspirasi, saya sering mengalami miracle. Salah satunya terkait jadwal pelantikan saya sebagai Komisioner KPU Kab. Bantaeng periode 2018-2023, tanggal 25 September 2018. Hal ini, tepat satu tahun sebelumnya, 25 September 2017, saya menuliskan beberapa kalimat, di antaranya: ”Apakah saya akan dilantik pada tanggal 25 September 2018?”. Dengan badai dahsyat yang menghantam, saya gagal dilantik pada tanggal 24 September 2018 bersama dengan 4 Komisione KPU Kabupaten Bantaeng lainnya. Saya dilantik seorang diri dari Bantaeng pada tanggal 25 September 2018, sehari setelahnya. Ternyata apa yang awalnya dimaknai sebagai “badai”, itu hanya cara Allah menunjukkan keajaiban terkait apa yang sebelumnya telah saya tuliskan dalam buku, pikiran, dan bahkan alam bawah sadar.

Satu lagi miracle lainnya yang pernah saya alami. Pada saat, itu saya bermaksud mendaftar untuk kuliah jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) Unhas, Program Beasiswa dari Kementerian Pendidikan Nasional. Salah satu persyaratannya, adalah mendaftar dengan sejumlah biaya di Bank BRI Cabang Tamalanrea (jika tidak salah ingat nama Banknya). Semua orang sudah pasti mengetahui bahwa batas pelayan di teller setiap bank pukul 15.00.

Secara logika, dan sangat rasional pada hari itu, bahwa saya memang sudah gagal mendaftar. Karena jarak tempuh Veteran (rumah yang saya tumpangi mobilnya) ke Bank dalam kompleks Unhas itu, memang tidak cukup lagi waktu untuk tiba sebelum pukul 15.00. Belum lagi persoalan macet. Tetapi kami tetap berupaya menempuh jarak itu, meskipun sudah siap tidak bisa tepat waktu. Ternyata betul, setelah tiba di pintu masuk bank, security tidak lagi mengizinkan saya masuk karena sudah tutup sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan berlaku selama ini dalam Bank. Apalagi di dalam ruang tunggu, tidak kurang 50-an orang calon mahasiswa sedang antri, menunggu panggilan.

Satu keajaiban lagi yang saya rasakan. Setelah gagal, dan pihak security sama sekali tidak lagi mengizinkan masuk, meskipun saya dan termasuk yang mengantar telah memohon dengan sangat supaya diizinkan, termasuk menjelaskan bahwa kami dari Bantaeng dan sempat singgah di Veteran sehingga terlambat. Tiba-tiba saya mau buang air kecil, maka saya ke belakang, ke kamar kecilnya. Ternyata setelah buang air kecil, ada seseorang, dan tanpa saya duga adalah pimpinannya. Saya bicara singkat memperkenalkan diri dan menjelaskan beberapa hal.

Akhirnya pimpinan bank tersebut, mengajak saya masuk ke bank lewat pintu belakang. Dan langsung diarahkan ke ruang khusus, bukan melalui teller yang pada umumnya. Dan di dalam, yang saya sebut ruangan khusus itu, oleh pimpinan tersebut meminta karyawannya untuk membantu saya melakukan proses pendaftaran. Kurang lebih 10 menit, semua sudah selesai. Bahkan saya lebih cepat daripada 50-an orang yang sedang antri sebelumnya. Pak H. Syahrir, yang mengantar saya dengan mobilnya pada saat itu, sangat kaget. Dan berkata inilah keajaiban dari Allah.

Dari yang saya alami sendiri meskipun ini bersifat subjektif terkait kejadian miracle di bank, tentunya tidak bisa terjadi begitu saja tanpa campur tangan Allah, yang menggerakkan hati karyawan/pimpinan tersebut. Sama halnya pelantikan saya kembali, selain adanya ikhtiar maksimal—bahkan dalam apa yang saya alami, ikhtiar maksimal itu pun saya merasakan—karena Allah menggerakkan hati orang-orang, proses, dan segala determinan yang ada di dalamnya.

Dari hal tersebut di atas—sebagaimana para aktivis mengajukan proposal-proposal kegiatannya kepada orang yang tepat—maka proposal hidup setiap diri kita sebaiknya diajukan terlebih dahulu kepada Allah sebelum memulai dan memaksimalkan ikhtiar duniawi.

Orang beragama dan beriman, pasti yakin, bahwa Allah memiliki hak prerogatif bisa mengintervensi hukum alam agar tidak berfungsi sebagaimana mestinya—seperti kasus pembakaran nabi Ibrahim oleh Raja Namrud, padahal api hukum alamnya membakar manusia, tetapi ternyata tidak mampu membakar nabi Ibrahim. Selain itu, dengan hak prerogatifNya Allah pun bisa menggerakkan raga, jiwa, hati, dan pikiran manusia termasuk dalam hal mengambil keputusan, dan tindakan seseorang.

Maka sangat tepatlah, selain kita curhat kepada Allah melalui shalat, sebaiknya kita pun mengajukan proposal-proposal hidup kita kepada Allah. Jika Allah sudah meng-accept (menyetujui, menerima, meng-acc, sesuai istilah para aktivis yang mengajukan proposal) maka disposisi selanjutnya bisa ke manusia lainnya, termasuk ke alam semesta. Ketika yang terakhir ini telah terjadi, maka atas kehendak, kekuasaan dan kasih sayang Allah, maka semuanya bergerak secara otomatis, dan alami baik dalam diri manusia (seperti yang menjadi tim seleksi) bahkan alam semesta pun, agar yang bersangkutan pemilik proposal hidup, perjuangannya berjalan lancar dan/atau terwujud sesuai harapan utamanya.

Terkait ini, saya selaku penulis, sering merasakan pula, seperti yang terjadi dalam dua kasus di atas, pelantikan anggota KPU Kabupaten Bantaeng, dan pendaftaran pada bank, karena sebelum memaksimalkan ikhtiar duniawi, saya selalu berupaya untuk terlebih dahulu mengajukan proposal hidup kepada Allah.

*Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner PMB UMSI

Leave a Reply