Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Sistem Zonasi, Kelas Baru, dan Nasib Sekolah Muhammadiyah

×

Sistem Zonasi, Kelas Baru, dan Nasib Sekolah Muhammadiyah

Share this article
Tangkapan layar pelaksanaan Bincang-Bincang Pendidikan Majelis Dikdasmen PWM Sulsel

KHITTAH.CO, MAKASSAR- Upaya persiapan dan penemuan solusi atas persoalan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus dilakukan jauh-jauh hari oleh seluruh sekolah Muhammadiyah.

“Terkait posisi sekolah Muhammadiyah dalam PPDB, jangan nanti, dekat-dekat PPDB baru kita perbincangkan,” kata Pantja Nur Wahidin, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan.

Pantja mengingatkan, untuk menghadapi sistem zonasi yang kini berlaku dalam PPDB, pengelola sekolah Muhammadiyah harus memahami filosofi sistem tersebut.

Ia mengaku mengikuti seluruh perbincangan dengan pihak otoritatif terkait penggodokan sistem zonasi sebelum akhirnya ditetapkan.

Niatannya, ungkap Pantja, tidak lain adalah untuk memeroleh satuan pendidikan yang kualitasnya sama, baik yang ada di kota maupun di pelosok.

“Istilahnya, pemerataan kualitas. Tidak ada lagi yang disebut sekolah favorit, tidak ada kasta sekolah. Diharapkan, semua sekolah sudah memiliki standar pendidikan yang sama,” kata dia.

Dengan begitu, lanjut Pantja, sekolah swasta juga diharapkan mendapatkan perlakuan yang sama. “Harapan kita, sekolah Muhammadiyah juga begitu, mengikuti irama terkait pemerataan kualitas pendidikan,” kata dia.

Hal itu ia sampaikan dalam Bincang-Bincang Pendidikan Muhammadiyah, pada Selasa, 11 Juli 2023 malam secara daring.

Forum diskusi itu mengangkat tema “Eksistensi Sekolah/ Madrasah Muhammadiyah di Tengah Polemik PPDB”.

Pantja menjadi pembicara bersama Ketua Majelis Dikdasmen PWM Sulsel Erwin Akib, dan Wakil Direktur Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Gombara, Muh Natsir menjadi pembicara dalam forum itu.

Pertimbangan utama lainnya, ungkap dia, perbandingan sekolah negeri dan sekolah swasta yang timpang. Kebanyakan, peserta dan peraih prestasi dalam ajang bergengsi berasal dari sekolah swasta, bukan sekolah negeri.

“Itulah yang memicu pertimbangan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sekolah-sekolah pemerintah, baik yang ada di tengah kota maupun pinggiran,” kata dia.

Sayangnya, hingga kini, ternyata persepsi dan cara pandang masyarakat atas sekolah tidak berubah.

Sekolah yang sejak awal tercitrakan favorit, yang dikenal melahirkan tokoh-tokoh, tetap menjadi incaran masyarakat, padahal sistemnya telah berubah dan disesuaikan.

Sekolah-sekolah yang selama ini menjadi favorit juga mengalami guncangan atas kualitas peserta didik yang diterima.

“Karena selama ini, guru-gurunya menerima input siswa yang sudah bagus. Guru-gurunya tidak pernah memiliki pengalaman bagaimana mengelola siswa dengan tantangan berat, siswa yang input-nya kurang bagus. Selama ini, memang sekolah yang kurang favorit, input siswanya di bawah rata-rata,” kata dia.

Parahnya, atas masalah tersebut, para orang tua siswa sampai melakukan manipulasi data kependudukan.

Berdasarkan data akreditasi sekolah di Sulawesi Selatan tahun 2020, rata-rata SMA dengan akreditasi A sebesar 30% ada di Parepare, baik swasta maupun negeri.

Sekolah dengan akreditasi A di seluruh Sulsel juga tidak mengalami perubahan. “Jadi, setiap tahun, sekolah yang kemarin dapat akreditasi A itu juga yang dapat A di proses akreditasi selanjutnya. Akhirnya, persepsi masyarakat memang tidak berubah dan tidak bisa berubah meski dengan sistem zonasi,” ungkap dia.

Pantja mengungkapkan, dirinya pernah menyarankan kepada Dinas Pendidikan untuk mengikutkan sekolah swasta, terkhusus Muhammadiyah, dalam sistem PPDB.

“Karena kalau tidak begitu, siswa yang masuk ke sekolah negeri akan terus membludak, sekolah juga akan terus menambah kelas, biar lab dijadikan kelas juga, akhirnya, sekolah swasta tidak kebagian,” kata dia.

Karena itu, ia menekankan kepada seluruh kepala sekolah Muhammadiyah agar berupaya lebih giat untuk mencapai delapan standar nasional pendidikan. Kualitas sekolah Muhammadiyah harus ditingkatkan.

Sekolah swasta yang diminati masyarakat tentulah sekolah yang menjanjikan kualitas. “Mereka berani berinvestasi kepada sekolah yang mereka anggap layak, memberikan prospek kualitas untuk potensi anaknya, yang memberikan kualitas,” kata dia.

Menurut Pantja, saat ini, Muhammadiyah terlena dengan Kebesaran organisasinya dan banyaknya lembaga pendidikan yang dimiliki, tapi lupa memajukan kualitasnya.

“Sekolah Islam modern lainnya, sekarang lebih maju dari sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sebagian kecil, kita bisa bersaing, tapi pada umumnya, kita ketinggalan,” ungkap dia.

Ia menyebut, kini SMK Muhammadiyah Bontoala stagnan, tidak berkembang banyak, bahkan cenderung menurun. Syukur, karena masih bisa bersaing dengan beberapa SMK swasta lainnya.

Demikian juga dengan SMA Unismuh. “Output-nya masih banyak yang diterima di kampus bergengsi, sekolahnya masih jadi pilihan, akreditasinya A, tapi lagi-lagi, kurang siswa yang diterima di sekolah itu. Perlu memang penambahan lahan yang lebih luas untuk lokasinya,” kata dia.

Untuk itu, Panca mengingatkan, lebih dari satu abad lalu, Kiai Dahlan mendirikan sekolah Muhammadiyah dengan inovasi yang luar biasa. Sekolah itu menerapkan sistem holistik-integratif, hal yang tidak dilakukan oleh sekolah lainnya.

“Sekarang, kita tidak bisa mem-branding sekolah kita lebih jauh. Kita juga kurang bisa melakukan penguatan dan pendalaman, kurang bisa juga mengkonkretkan muatan-muatan keilmuan dalam kerangka kurikulum operasional,” ungkap dia.

Implementasi kurikulum ISMUBA, kata dia, hanya bisa diimplementasikan oleh sekolah yang berbasis boarding (asrama) dan fullday. Seharunya, sekolah Muhammadiyah menerapkan sistem tersebut.

“Hampir semua sekolah-sekolah swasta yang diminati oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi atas, itu pada umumnya, sekolah-sekolah Islam dengan sistem fullday atau asrama,” tandas dia.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply