Oleh : Muh. Nur Jabir*
Wal Ashri yakni Demi masa. Ada satupertanyaan yang menarik, Mengapa Tuhan bersumpah dengan masa? Mengapa Tuhan tidak bersumpah atas diriNya sendiri atau atas namaNya? Sebenarnya apa yang dimaksud dengan masa (al-Ashri). Di sini. al-Ashr berasal dari ad-Dahr yang juga terkait dengan persoalan konteks masa. Dalam hadits dijelaskan bahwaad-Dahr merupakan salah satu dari namaTuhan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwasebenarnya Tuhan bersumpah atas namanya sendiri. Tuhan tidak bersumpah atas sesuatu di luar diriNya.
Salah satu hadis dari Rasulullah saw, ‘janganpernah engkau mencela masa, karena sesungguhnya Allah adalah ad-Dahr (Allahadalah masa itu sendiri). Maksudnya masa atauad-Dahr adalah salah satu nama dari nama-nama Ilahi.
Coba perhatikan jam yang kita gunakan! Apakah yang dimaksud dengan masa atau waktu di sini adalah jam? Jika kita teliti lebih dalam, kita akan tahu bahwa masa atau waktu tak bisa dibagi di realitas eksternal. Jika kita membagi waktu selama 24 jam, pembagian itu berdasarkan atas pembagian kita di alam mental, demi memudahkan kita dalam mengatur kehidupan keseharian.
Pernahkah kita tahu kapan pukul 01.00 dan tepat pukul 01.00? Maksudnya apakah kita pernah benar-benar hadir di potongan waktu pukul 01.00? Biasanya kita menjawab pertanyaan ini sambil melihat posisi jam yakni saat jarum jam menunjukkan pukul 01.00. Namun soal kehadiran sebenarnya adalah hanya terkait dengan masa sekarang ini, dan bahkan ‘sekarang’ ini tidak bisa kita bagi, misalnya dalam rentang waktu satu menit dari detik nol (0) hingga 60 detik, lalu saya membagi dua, masing-masing menjadi 30 detik, kemudian dari 30 detik saya bagi lagi menjadi dua bagian, dan demikian selanjutnya dibagi lagi terus menerus, dan kita tidak mungkin benar-benar berada di dalam potongan pembagian tadi, sebab yang ada hanya masa sekarang ini, bahkan ketika saya menyebut ‘sekarang’ itu pun sudah berlalu.
Jadi yang disebut dengan sekarang atau kehadiran dalam realtime senantiasa diapit oleh dua hal: yaitu masa lalu dan masa datang. Yang lalu sudah terlewati sementara masa yang akan datang belum tiba, dan dua hal tersebut terus menerus berdampingan seperti itu dalam mengapit masa sekarang. Masa sekarang diapit oleh yang telah berlalu dan belum terjadi.
Dengan demikian, sangat sulit memahami masa. Sulit membayangkan kapan kita benar-benar berada di kondisi sekarang ini yakni realtime. Semua manusia telah melewati hal yang sudah terjadi sedangkan yang akan datang belum terjadi. Masa adalah kehadiran eksistensi kita di dalam realtime. Artinya, Tuhan mengajarkan kepada kita agar bisa hadir di realtime sekarang ini, sehingga kita benar-benar ada pada realtime.
Jika kita benar-benar sadar berada di masa kini, dan al-Ashr adalah salah satu dari nama Tuhan (wal Ashri), maka kesadaran masa kini seharusnya menjadi kesadaran bersama Tuhan. Itu sebabnya mengapa dalam ayat selanjutnya, ‘sungguh manusia benar-benar dalam kerugian’, karena kebanyakan manusia, apakah bersama masa lalu atau bersama yang akan datang, apakah kesadaran kita dibangun dengan angan-angan yang belum terjadi atau kesadaran kita adalah kesadaran yang belum ‘move on’ sehingga hidup dengan masa lalu yang telah terjadi. Kebanyakan manusia merugi karena berada di masa lalu atau di berada di masa yang akan datang. Islam mengajarkan kita agar senantiasa bisa berada di realtime saat ini. Dan berada di realtime pilihannya ada dua, apakah bersama Tuhan atau selain diriNya.
Jika kita hubungkan dengan konteks masa, seharusnya kita selalu berzikir sehingga masa sekarang kita senantiasa bersama Tuhan. Maksudnya zikir itu sudah seharusnya kita lantunkan terus-menerus sehingga kesadaran Ilahi tetap berada di dalam realtime. Quran mengatakan ‘dirikanlah solat untuk mengingat-Ku’ kemudian di ayat lain dikatakan ‘ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya’ sehingga kesadaran Ilahiah terus hadir di dalam diri kita.
Dalam surah ini Tuhan mengajarkan bahwa esensi diri yang paling sejati adalah apa yang kita miliki saat ini. Kesadaran kita sekarang ini seharusnya bersama Allah swt. Oleh karena itu masa yang dimaksud bukan masa ciptaan manusia dalam sebutan jam, karena waktu dalam pengertian jam sengaja kita ciptakan untuk mengatur ritme kehidupan kita, sementara waktu itu bukan jam tetapi kesadaran kita untuk hadir dalam konteks ‘sekarang’ ini.
‘Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian’, karena memang kebanyakan kita tidak bersama Tuhan akan tetapi apakah kita bersama masa lalu atau bersama masa yang akan datang. Kita dikuasai oleh angan-angan kita sendiri atau kita belum bisa move on terhadap apa yang terjadi dan itu yang mengganggu kebersaaan kita dengan Tuhan di realtime masa sekarang.
‘Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh’ maksud iman disini adalah kesadaran secara terus-menerus. Jadi maksud pengecualian disini ‘kecuali orang-orang yang beriman’ adalah orang-orang yang terus-menerus bersama Tuhan. Tentu implikasi kesadaran Ilahiah adalah ‘amal sholeh’. Sebab itu Quran tidak pernah memisahkan dua hal tersebut. Keimanan terkait dengan kesadaran dan amal soleh terkait dengan perbuatan sehingga keduanya harus berkelindan. Kebanyakan orang hanya mementingkan iman sedangkan yang lain hanya mementingkan amal saja.
‘Saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran’. Yang senantiasa terpanggil untuk saling menasehati adalah yang senantiasa berada di dalam masa. Orang yang tidak bersama Tuhan, jika memberikan suatu nasehat, nasehat itu tidak berasal dari dalam dirinya karena orang itu tidak bersama Tuhan. Suatu nasehat tidak akan memberikan efek jika si pemberi nasehat itu senditi tidak mengamalkannya. Misalnya orang tua menasehati anaknya untuk sholat tetapi orang tua tersebut tidak sholat, maka anaknya tidak akan ikut nasehat tersebut.
Dan yang menarik ialah surah ini ditutup dengan aspek sabar, Maksudnya memiliki kesadaran terus menerus di realtime membutuhkan kesabaran yang luar biasa karena saat berhadapan dengan suatu fenomena, kita sedang diperhadapkan dengan tiga kesadaran; fisik, psikis, dan Ilahiyah. Dan di dalam realtime kita, sebenarnya kesadaran manakah yang mendominasi diri kita diantara ketiga kesadaran tersebut ?.
*Penulis adalah Direktur Rumi Institute