Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Tafsir Tematik Alquran Hubungan Antarumat Beragama, “Peninggalan Buya Syafii” yang Dipersoalkan

×

Tafsir Tematik Alquran Hubungan Antarumat Beragama, “Peninggalan Buya Syafii” yang Dipersoalkan

Share this article
Tafsir Tematik Hubungan Sosial Antarumat Beragama, diterbitkan Majeis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah tahun 2000

KHITTAH.co, Prof Dr Ahmad Syafi’i Ma’arif menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggantikan Prof Dr Amien Rais yang pada Muktamar ke 43 Muhammadiyah di Aceh, 1995.

Buya Syafi’i yang pernah sama-sama Pak Amien bertugas di Majelis Tabligh, melanjutkan periode 1995–2000 sejak 1998. Buya kembali terpilih pada Muktamar Muhammadiyah di Jakarta, tahun 2000.

Ada satu tapak pencerahan era kepemimpinan Buya Syafi’i di Persyarikatan ini yang sayangnya tidak banyak lagi dibicarakan. Mungkin, karena sengaja.

“Tafsir Tematik Alquraan Hubungan Sosial Antarumat Beragama” yang dilahirkan oleh Majelis Tarjih, waktu itu bernama Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran. Nama ini mulai digunakan sejak 1995, putusan Muktamar Aceh.

Tafsir tersebut terbit pada Juli, 2000. Dalam kata pengantar yang ditandatangani oleh Buya Syafi’i dan Muchlas Abror sebagai Sekretaris PP Muhammadiyah saat itu, dikatakan terbitan itu turut menyemarakkan dan menyambut Muktamar ke 44 Muhammadiyah di Jakarta, pada Juli 2000.

Buku tafsir ini juga hadir erat kaitannya dengan konteks Indonesia yang pada tahun-tahun itu dilanda sejumlah konflik identitas.

Ketika itu, kita ketahui konflik Ambon yang membelah warga Nasrani-Muslim terjadi, sejak 1999. Demikian pula konflik di Sambas, Kalimantan Barat yang parah terjadi di tahun yang sama.

Meski dua konflik ini tidak disebutkan dalam kata pengantar buku tafsir ini, tetapi kenyataannya, dua konflik ini memang terjadi saat penyusunan dan atau sebelum penyusunan buku ini.

Namun sayang, berdasarkan penelitian yang dilakukan Barokah dari UIN Sunan Kalijaga (2006) disebutkan bahwa tafsir ini diminta oleh sebagian orang Persyarikatan untuk ditarik peredarannya.

Khittah masih memiliki akses atas buku tafsir tersebut. Berikut ini daftar isi buku tersebut berdasarkan tinjauan kami.

BAB I Prinsip-Prinsip Hubungan Antarumat Beragama; BAB II Koeksistensi Damai dalam Hubungan Antarumat Beragama; BAB III Keadilan dan Persamaan; dan BAB IV Perkawinan Beda Agama dalam Alquran

Hal-hal yang Dipersoalkan

Berdasarkan pembacaan atas hasil penelitian Barokah (2006), ditemukan bahwa buku tafsir itu diminta untuk ditarik karena dianggap dapat merusak akidah umat Islam.

Disebutkan, secara umum tema dalam buku tafsir tersebut juga dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam tafsir ini pun ditemukan sejumlah penafsiran dan penerjemahan atas ayat-ayat Quran yang dianggap bermasalah, kurang tepat.

Buku tersebut juga dianggap tidak dapat diterbitkan atas nama lembaga, dalam hal ini Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam karena dianggap belum disepakati oleh forum resmi Persyarikatan.

Dalam laporan hasil penelitian Barokah juga dilampirkan “Hasil Reportase Silaturahim dan Dialog Terbatas” yang diadakan untuk membincang buku tafsir ini. Silaturahim tersebut digelar pada Ahad, 14 Juli 2002 di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.

Berdasarkan penjelasan MS Kholil dari Majelis Tarjih PWM DIY yang berbicara dalam forum tersebut, sebagaimana dikutip dari Hasil Reportase Silaturahim dan Dialog Terbatas, disampaikan bahwa buku tafsir yang terbit Juli 2000 itu semula adalah makalah dalam Munas Tarjih di Malang.

MS Kholil mengaku terkejut, karena materi dalam makalah munas masih mendapat pertentangan dan belum disetujui, namun tiba-tiba di kemudian hari sudah terbit menjadi sebuah buku.

Ada juga penjelasan dari Mustofa Kamal Pasha yang juga termuat dalam laporan tersebut. Ditemukan, bahwa salah satu hal yang dipermasalahkan dalam buku tafsir tersebut, yakni tentang keselamatan bagi umat lain di luar Islam.

“Kalau sekarang dalam masalah pluralisme, masalah toleransi itu, akhirnya harus mau mengakui bahwa dalam agama di luar Islam itu ada kebenaran…ini yang menjadikan kami terpanggil untuk bicara di PP Muhammadiyah ini,” ungkap Mustofa.

Barokah melaporkan bahwa yang dipermasalahkan atas muatan buku tafsir ini di antaranya adalah masalah pernikahan dengan umat agama lain, serta yang dibahas di atas, yakni masalah keselamatan dan kebenaran agama lain di luar Islam.

Terkait yang dipertentangkan, memang dalam buku tafsir tersebut terdapat pernyataan mengenai Islam dan Quran yang mengapresiasi kitab-kita bagi umat sebelumnya.

Ditegaskan pula bahwa dalam tafsir ini bahwa Alquran mengiyakan pluralisme untuk melihat the religious other dan hubungan antarumat beragama. Hal ini berdasarkan Q.S 2: 148 dan Q.S 49: 13.

Buku tafsir ini juga menunjuk pada pandangan At-Thabari yang meriwayatkan penafsiran Qatadah terhadap potongan ayat “Untuk setiap umat di antara kamu, kami berikan aturan tertentu dan jalan yang terang.” Tafsiran ayat tersebut yakni, “Agama itu satu, sedangkan syariat berbeda-beda”.

Penjelasan Buya Syafi’i dan Majelis Tarjih

Sementara itu, Buya Syafi’i, Ketua PP Muhammadiyah yang memberikan pengantar dalam silaturahim dan dialog terbatas itu menerangkan, bahwa syariah, menurut Buya, merupakan hasil ijtihad. Buya menekankan perlunya untuk menghadirkan pemikiran-pemikiran baru yang sesuai zaman.

Buya mengambil contoh, daarul Islam dan daarul harb, wilayah Islam dan wilayah musuh. “Apakah ini masih sesuai dengan posisi kita sekarang? Bagaimana kita memahami umpamanya umat Islam minoritas tapi signifikan di wilayah Barat? Bagaimana mereka hidup di daarul Harb kalau kita pakai kaidah lama itu?” tanya Buya.

Sementara itu, Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI), Dr. Syamsul Anwar menjelaskan bahwa MTPPI menghadapi banyak sekali tantangan, baik dari segi pemikiran dan penafsiran kembali ajaran-ajaran Islam.

Tidak hanya itu, tantangan tersebut, kata Syamsul Anwar juga terkait usaha-usaha kegiatan riil yang berupa amal usaha kita dari sudut pandang agama.

“Tantangan itu banyak sumbernya. Kita hidup sekarang ini di zaman Globalisasi di mana semua ide itu masuk sampai ke dalam kamar-kamar Kiai pun. Jadi kita tidak dapat kebal dari berbagai macam ide,” kata Syamsul.

Ketua MTPPI tersebut juga mengungkapkan, bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan tidak dapat menutup mata atas perkembangan ilmu dan hermeneutika.

“Tarjih Muhammadiyah sejak 1995 telah melukiskan dirinya sebagai suatu gerakan yang dicirikan antara lain oleh keterbukaan dan yang kedua oleh sifat daripada toleransi,” ungkap Syamsul.

Buku tafsir tersebut akhirnya resmi ditarik peredarannya. Di toko buku mana pun, termasuk toko buku yang menjual kepustakaan Muhammadiyah, tidak ada lagi yang menyediakan buku tafsir ini.

Terkait apakah buku tafsir ini sedang atau akan dilanjutkan dengan revisi, hingga kini, Khittah belum mengonfirmasinya ke Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Menurut Anda, apakah perlu untuk membuahkan buku tafsir terkait hal ini di zaman sekarang?

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply