Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Waiwerang Miniatur Peradaban: Khutbah Idulfitri Dr. Dahlan Lama Bawa di Jantung Adonara

×

Waiwerang Miniatur Peradaban: Khutbah Idulfitri Dr. Dahlan Lama Bawa di Jantung Adonara

Share this article

KHITTAH.CO, Waiwerang, Adonara – Matahari belum tinggi saat ribuan warga memadati Lapangan Kebun Raya di Waiwerang, jantung Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur. Senin, 31 Maret 2025, menjadi saksi khutbah Idulfitri yang tak biasa. Di tengah suasana sakral itu, Dr. Dahlan Lama Bawa, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, tampil bukan sekadar membacakan teks. Ia menyulap Ramadan menjadi narasi peradaban.

“Ramadan adalah momentum membentuk peradaban utama,” ujar Dahlan mengawali khutbahnya. Tema itu ia lanjutkan dengan menyebut Waiwerang Kota sebagai miniatur peradaban dan kerukunan umat beragama di NTT.

Sebagai alumni MAS DDI Waiwerang tahun 1989–1992, Dahlan bicara bukan dari luar, tapi dari dalam denyut nadi masyarakatnya sendiri. Ia menyebut Waiwerang telah mencapai kemajuan tinggi dalam pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial budaya. “Di sini hidup rukun orang Bugis, Jawa, Bima, Bali, Padang, Tionghoa, dan tentu Lamaholot sebagai identitas pemersatu,” ujarnya.

Tak ada konflik antaragama, tak ada gesekan etnis. Yang tumbuh adalah “toleransi otentik”, istilah yang ia gunakan untuk menggambarkan harmoni yang alami, bukan dipaksakan. “Saling mengenal, saling memahami, saling menjamin,” tegas Direktur Pondok Pesantren Darul Fallaah Unismuh Makassar itu.

Sebagai akademisi sekaligus aktivis sosial—ia juga dikenal sebagai pengurus MUI Sulsel dan penasihat KK NTT Makassar—Dahlan menjelaskan konsep peradaban tidak hanya sebatas kemajuan fisik, tapi integritas moral. Ia merujuk Ramadan sebagai arena mawas diri: sehat secara jasmani, kuat secara ruhani.

“Puasa membentuk tubuh sehat, salat lima waktu menjaga ritme tubuh. Tapi yang lebih penting, Ramadan menanamkan etos taqwa, sabar, dan syukur,” ucapnya.

Menurut Dahlan, semua itu harus bermuara pada terwujudnya manusia paripurna: insan kamil. Yaitu pribadi yang jujur, adil, taat aturan, dan tidak menjadi “gunting dalam lipatan”.

“Jangan jadi musuh dalam selimut atau pembawa perubahan tanpa arah,” sindirnya dalam kalimat yang tajam namun terbungkus hikmah.

Ia menegaskan, jika umat ini ingin membangun peradaban utama, maka harus lahir individu-individu yang tidak hanya cerdas secara spiritual, tapi juga solutif secara sosial.

“Hadirnya orang-orang bertaqwa, jujur, dan adil akan selalu menjadi solusi. Bukan bagian dari masalah,” pungkas Dahlan, suami dari Dr. Amirah Mawardi, sesama akademisi di Unismuh Makassar.

Takbir kembali menggema, menutup khutbah yang tak hanya mengajak pulang pada fitrah, tapi juga pulang pada kesadaran kolektif: bahwa Ramadan bukan sekadar ritual, melainkan pintu masuk menuju kemajuan umat dan bangsa.

Allahu Akbar… Walillahil Hamd.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply