Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Zakat: Analisis Teori Konflik & Kelanjutan Substansinya di Luar Ramadan

×

Zakat: Analisis Teori Konflik & Kelanjutan Substansinya di Luar Ramadan

Share this article

Oleh: Khoirul Iksan (Mahasiswa & Penggiat Literasi Klaten)

KHITTAH. CO – Hidup di era liberalisme yang ditandai dengan perdagangan bebas telah melahirkan individu maupun kelompok yang berorientasi kapitalisme. Kapitalisme berfokus pada perolehan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan nasib individu atau kelompok lain. Akibatnya, mereka yang minim modal rentan tersingkir, memicu kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Karl Marx dalam Das Kapital menyatakan bahwa kapitalisme menciptakan eksploitasi dan ketimpangan, di mana “akumulasi kekayaan di satu kutub berarti akumulasi kemiskinan di kutub lain.” Hal ini menunjukkan bagaimana kapitalisme memperbesar kesenjangan sosial dan ekonomi.

Menariknya, di bulan Ramadan, umat Islam menjalankan ibadah puasa dan zakat sebagai bentuk kontrol diri dan sosial. Kontrol diri terwujud dalam menahan lapar serta menghindari perilaku buruk, sementara kontrol sosial tercermin dalam sikap berbuat baik dan mengasihi sesama, dari penjelasan kedua ibadah tersebut, terkhusus zakat menjadi antitesis brutalnya kapitalisme, mengapa bisa begitu?

Jika mendalami lebih dalam tentang zakat, ia merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki berbagai fungsi, di antaranya sebagai penyucian harta dan jiwa, bentuk ketaatan kepada Allah, serta penguat ukhuwah Islamiyah. Dalam Al-Qur’an, zakat ditegaskan sebagai bentuk kepedulian terhadap kaum lemah, sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” Ayat ini menegaskan bahwa zakat memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan sosial dan ekonomi dengan mendistribusikan harta kepada mereka yang berhak menerimanya.

Secara khusus, zakat menjadi antitesis dari brutalnya kapitalisme. Kaitannya teori konflik yang digagas Karl Marx, zakat berfungsi sebagai mekanisme distribusi kekayaan yang adil, mengurangi kesenjangan sosial, dan memastikan bahwa kelompok rentan tetap mendapatkan hak ekonomi mereka. Hal ini menjadi musuh besar kapitalisme yang cenderung menumpuk kekayaan di tangan segelintir orang, zakat justru mendorong pemerataan dan solidaritas sosial. Jadi fungsi zakat jika dianalisis dengan teori konflik adalah:

Zakat sebagai “Alat Redistribusi Kekayaan”. Zakat adalah salah satu cara untuk membagi kekayaan agar tidak hanya berputar di kalangan orang kaya saja. Dalam Islam, orang yang memiliki harta berlebih wajib memberikan sebagian dari hartanya kepada mereka yang kurang mampu. Dengan demikian, zakat membantu mereka yang kesulitan ekonomi agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya zakat, harta tidak hanya terkumpul di satu kelompok, tetapi juga mengalir ke masyarakat luas, sehingga lebih banyak orang bisa merasakan manfaatnya.

Zakat itu “Mengurangi ketimpangan kelas sosial”. Dalam sistem ekonomi kapitalis, kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin sering kali semakin besar. Orang yang memiliki modal besar semakin mudah mendapatkan keuntungan, sedangkan yang kurang mampu sering kali tertinggal. Zakat berperan sebagai jembatan untuk mengurangi ketimpangan ini. Dengan menyerahkan sebagian kekayaan kepada yang membutuhkan, zakat membantu orang miskin untuk bangkit dan memiliki peluang yang lebih baik dalam hidupnya. Ini menciptakan keseimbangan sosial, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang lebih adil dalam hal ekonomi.

Zakat pun bisa berperan untuk “Menentang individualisme atau kelompok kapitalis”. Kapitalisme cenderung membuat orang berpikir hanya untuk diri sendiri dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Akibatnya, mereka yang lemah dalam ekonomi sering kali terpinggirkan. Zakat hadir sebagai solusi untuk melawan sikap individualisme ini. Dalam Islam, harta bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga harus digunakan untuk membantu sesama. Dengan berzakat, seseorang tidak hanya membersihkan hartanya tetapi juga menunjukkan kepedulian terhadap orang lain. Ini menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan saling tolong-menolong, bukan hanya mementingkan keuntungan pribadi.

Keberlanjutan Substansi Zakat

Melihat pandangan Karl Marx dan ajaran Islam mengenai zakat, dapat disimpulkan bahwa zakat memiliki dampak pada kesalehan individu, yang ditandai dengan meningkatnya kedekatan dengan Sang Pencipta serta kepekaan terhadap sesama. Oleh karena itu, nilai-nilai zakat seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya saat bulan Ramadan.

Zakat bukan sekadar kewajiban keagamaan, tetapi juga mekanisme nyata dalam menciptakan keseimbangan sosial dan ekonomi. Dalam perspektif Karl Marx, kapitalisme cenderung memperkuat ketimpangan dengan menumpuk kekayaan di tangan segelintir orang, sementara zakat justru berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan yang adil. Dengan adanya zakat, kesenjangan sosial dapat dikurangi, kepedulian terhadap sesama meningkat, dan masyarakat lebih terbebas dari individualisme kapitalis yang eksploitatif.

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner ITKESMU SIDRAP

Leave a Reply