Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
BeritaMuhammadiyahTabligh

Ini Pesan Haedar Nashir di Pembukaan Munas Tarjih ke XXX

×

Ini Pesan Haedar Nashir di Pembukaan Munas Tarjih ke XXX

Share this article

KHITTAH.CO, MAKASSAR – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir membuka secara resmi pelaksanaan Musyawarah Nasional Tarjih ke-30 di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), Jalan Alauddin Makassar, Rabu, 24 Januari 2018.

Dalam sambutannya Haedar mengatakan, paradigma tarjih Muhammadiyah yang terbuka, perlu merekonstruksi manhaj dengan mempertimbangkan situasi dan perkembangan terbaru. Haedar merekomendasikan untuk merujuk pemikiran tokoh pembaharu seperti Jamal Al-Banna dalam Fiqh al-Jadid yang mengkritik kaidah fiqhiyah klasik dalam hal konsep ibahah (kebolehan) dan muamalah (selain ibdahah dan akidah).

“Dalam praktek, konsep ibahah menyempit dan halal-haram justru lebih meluas. Ini satu pemikiran yang kita jangan reaksioner dalam menyikapinya,” jelas Haedar.

Dalam kesempatan itu, Haedar menyampaikan harapannya kepada Majelis Tarjih dan Tajdid untuk terus memproduksi produk-produk keagamaan dan praksis keseharian serta fikih-fikih baru.

“Pada saat yang sama juga merumuskan konsepsi ushul fikih sebagai paradigma keagamaan Muhammadiyah yang lebih responsif dan menjadi alternatif. Hal itu sekaligus melanjutkan beberapa gagasan sebelumnya dalam spirit Islam Berkemajuan,” jelas Haedar.

Selain itu, Haedar juga berharap Majelis Tarjih dan Tajdid dapat menghasilkan panduan-panduan epistemologi dan praksis. Hal itu dianggap penting di tengah arus polarisasi pemikiran di masyarakat.

Menurut Haedar arus besar yang berkembang secara garis besar bermuara pada paham humanisme-sekularisme (insaniyah) dan aliran theosentrisme (rabbaniyah).

“Serba rabbaniyah, gusar dengan yang kontemporer. Lari ke masa lampau. Serba religi, syariah. Atribut diri direproduksi seolah islam cirinya hanya itu,” imbuh Haedar.

Menyinggung pembahasan pada Munas Tarjih kali ini yang salah satu pokok pembahasannya mengenai fikih perlindungan anak, Haedar mengatakan bahwa anak memiliki potensi yang luar biasa, namun pada saat ini, anak juga memiliki berbagai permasalahan, baik yang disebabkan oleh lingkungan, perkembangan teknologi, maupun predator-predator baru.

“Menjadi penting ketika majelis tarjih membahas persoalan perlindungan anak ini, karena anak merupakan harapan bagi bangsa ini kedepan,” jelas Haedar.

Berkaitkan dengan fikih informasi, Haedar menjelaskan bahwa pada saat ini masyarakat tidak bisa terlepas dari arus informasi yang begitu cepat berkembang. Perkembangan teknologi saat ini telah melahirkan realitas baru, yaitu media sosial. Dalam menggunakan media sosial, sepatutnya umat Islam harus mengedepankan etika.

“Bagaimana pun dibalik derasnya arus media sosial, manusia tidak boleh menjadi obyek , bermedsos tanpa etika, tanpa nilai, dan jauh dari agama. Maka menjadi penting fikih informasi ini dibahas Majelis Tarjih untuk mengatur bagaimana bangsa ini dapat bermedia sosial dengan baik dan benar,” pungkas Haedar.

Sumber: Muhamamdiyah.or.id

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply