Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Hikmah RamadanOpini

Puasa Ramadan dan Filosofi Habits

×

Puasa Ramadan dan Filosofi Habits

Share this article
Marhaban Ya Ramadhan

Oleh: Agusliadi Massere *)

Sesungguhnya Allah telah menciptakan sunnatullah atau bisa dikategorisasikan dan disebut law of attraction. Salah satunya, bahwa apapun yang dilakukan/dipraktekkan (practice) dan diulang-ulang (repetition) akan menghasilkan sebuah efek, jejak yang dahsyat. Inilah yang saya  sebut Habits. Sunnatullah ini berlaku baik di alam semesta (makrokosmos) maupun dalam diri kita (mikrokosmos).

Mungkin, pembaca telah pernah melewati “jalanan kebun” (khususnya, yang hanya dilewati untuk pejalan kaki) sebagai petunjuk arah agar tidak tersesat termasuk untuk bisa kembali ke rumah. Saya yakin, kita sepakat bahwa jalanan kebun tersebut,  tidak pernah dibangun/dirintis secara sengaja. Tetapi, kenapa terbentuk jalanan? Inilah salah satu bukti nyata sunnatullah Habits berlaku.

Saya yakin, kita bisa menemukan banyak fenomena dalam realitas kehidupan yang membuktikan betapa dahsyatnya filosofi Habits. Sama halnya, kita pernah menyaksikan, sebuah batu yang keras, bisa berlubang bahkan pecah hanya karena setetes air yang menetes secara terus-menerus.

Al-Baqarah [2] : 183 secara tegas, bahwa puasa adalah kewajiban bagi orang-orang beriman agar bertakwa. Puasa ramadhan yang dilaksanakan selama 29 atau 30 hari jika mengikuti filosofi habits, idealnya predikat “takwa” itu dicapai. Dan ketakwaan ini bukan hanya predikat dan status yang berdimensi transendensi semata, tetapi nampak nyata dalam realitas sosial. Nilai puasa mewarnai dinamisasi hidup dan kehidupannya.

Keyakinan itu berangkat dari sebuah pemahaman dan elaborasi antara firman Allah tersebut di atas dan sunnatullah habits (kebiasaan). Habits mengandung dua hal—jika saya meminjam perspektif Felix Y. Siauw—“practice” dan “repetition”. Ingat “practice makes right” dan “repetition makes perfect”.

Meskipun mengalami sedikit pergeseran makna, namun memiliki efek substansial yang sama, Allah memanggil orang-orang yang beriman untuk berpuasa, agar bisa dipastikan “praktek puasanya bisa benar, minimal dari aspek niat sudah benar.Jadi dalam pemahaman saya, ini melampaui dari “practice makes right”.

Dan Allah memerintah kita berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan ramadhan, tentunya ini dalam rangka memenuhi unsur “repetition makes perfect”. Apapun yang diulang-ulang melahirkan kesempurnaan, apalagi puasa dilakukan selama se bulan penuh, maka yakin saja melahirkan “ketakwaan”.

Ketakwaan atau takwa adalah sebuah predikat, target capaian daripada puasa yang dilakukan secara benar dan berulang-ulang. Namun dibalik itu ada nilai, perilaku berulang-ulang yang dilakukan oleh orang yang berpuasa dan idealnya bentuk konkretisasi “takwa” sebagaimana dalam Firman Allah SWT, dalam realitas empirik adalah “karakter”, “Akhlak” berupa pengendalian diri. Sesungguhnya puasa, secara esensial salah satunya mengandung pengendalian diri.

Dari perspektif filosofi Habits, setelah berpuasa selama bulan Ramadhan, bukan hanya kita kembali suci dalam pengertian tanpa dosa, tetapi idealnya setelah itu kita memiliki kemampuan “pengendalian diri” yang tangguh dan kokoh. Dengan itu, koruptor tidak lagi korupsi, penipu tidak lagi menipu, begitu pun pelaku negatif lainnya. Namun kita kembali berjalan pada rel kehidupan yang diridhoi Allah.

*) Agusliadi Massere adalah Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Bantaeng, Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

 

 

 

 

 

 

 

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply