KHITTAH.co, – Tepat 60 tahun Ikatan Pelajar Muhammdiyah. Bagi saya yang tumbuh dan besar bersama IPM, serta turut menyaksikan dan berjibaku dalam usaha-usaha untuk eksistensi IPM sejak di daerah hingga Pusat sampai hari ini, momentum kali ini semoga tidak hanya sebatas perayaan tahunan. Hal yang paling penting bagi kita sebagai kader apalagi seorang pimpinan adalah belajar memahami IPM yang tetap kokoh bertahan hingga 6 dekade lamanya. Setelah kita paham kekuatan-kekuatan dan kelemahan IPM sebagai organisasi, tentu sebagai kader kita butuh sebuah formulasi baru untuk mewujudkan maksud dan tujuan IPM.
Meminjam pikiran Jacques Derrida bahwa kebenaran tak pernah sekalipun kita raih secara utuh, kita hanya mendekati kebenaran. Kebenaran selama ini hanyalah semu, ketidakpastian yang berubah-ubah. Justru, terkadang kebenaran menafsirkan ulang dirinya terus menerus tanpa henti. Kita butuh sesuatu yang disebut Derrida dekonstruksi, sebuah metode untuk menata ulang, membangun kembali, dan merevisi tafsiran kita atas realitas dan mimpi di masa depan.
Momentum milad kali ini, perlu ada konsolidasi dalam upaya dekonstruksi gerakan IPM untuk menghasilkan gerakan yang terbarukan sebagai obat dari kejenuhan ber-IPM selama ini dan juga berfungsi sebagai injeksi kedalam tubuh ikatan yang nantinya akan memberi sinergitas yang harmoni.
Amanah sebagai Sekertaris Jenderal PP IPM periode 2018-2020 adalah puncak dari proses saya di struktural IPM dan bahkan menjadi pengalaman terbaik saya sebagai kader ikatan. Tentu setiap tingkatan struktural IPM memili ceritanya sendiri yang berbeda dan punya hal menarik, satu hal yang juga patut saya syukuri bahwa selain karier kepemimpinan, pengalaman, dan dinammika organisasi dimulai dari pimpinan cabang.
Tahun 2012, saya mengawali karier ber-IPM sebagai Sekertaris Umum PC. IPM di Kabupaten Enrekang. Memang betul yang dikatakan orang, first impression akan membentuk dan paling berkesan dalam hati seseorang. Itu jugalah yang saya rasakan sampai akhirnya karier IPM saya ditutup juga sebagai sekertaris jenderal.
Sebagai kader yang sedikit lagi akan purna dan juga sebagai pimpinan yang dalam waktu dekat ini juga akan menyerahkan amanah kepada empunya, dahulu, saya punya mimpi. Kelak, setelah menyelesaikan semua amanah di IPM dan menjadi alumni, saya akan bangga atas semua yang telah saya berikan kepada ikatan ini. Saya akan bangga menceritakan segudang pengalaman ber-IPM kepada kader-kader di manapun dan kepada siapapun. Sampai akhirnya, saya menemui realitasnya bahwa tak ada yang bisa dibanggakan, tak sedikit pun. Bahkan, jika semua diakumulasi sampai kapanpun saya masih berhutang banyak pada IPM dan Muhammadiyah. Karena alasan itu juga di masa-masa terakhir ini saya sempatkan untuk menulis beberapa kalimat, barangkali saja nanti bermanfaat untuk kader dan pimpinan IPM di manapun berada. Meskipun saya yakin juga dalam tulisan ini akan banyak kekeliuran, mohon dimaklumi saja dan mari kita sama-sama belajar.
IPM sebagai salah satu dari tujuh organisasi otonom dalam Persyarikatan Muhammadyah, untuk membangun kolaborasi, budaya organisasi adab dan etika menjadi hal yang wajib diperhatiakan khususnya oleh IPM, tentu didasari aturan-aturan yang berlaku dalam Persyarikatan. Sebegitu pentingnya, beberapa kajian dan pemahaman tentang ke-Muhammadiyahan sengaja diinjeksi ke dalam IPM, tidak lain dan tidak bukan, kader-kader IPM diharapkan mencerminkan pribadi seorang kader Muhammdiyah. Seorang kader yang mampu menerapkan prinsip moralitas, norma kesusilaan, dan mematuhi aturan yang hidup dalam masyarakat tentang baik dan buruk, barulah bisa dikatakan beretika.
Suatu kecelakaan jika ada dari kita berusaha untuk memisahkan antara etika dan aturan, apalagi jika dengan sengaja menganggap salah satu dari dua variabel ini lebih penting dan harus lebih diutamakan ketimbang variabel satunya. Kita tahu bahwa etika adalah sebuah norma dan aturan yang hidup dalam masyarakat dan disepakati sebagai standar baik dan buruk, meskipun sifatnya tidak tertulis, sedang aturan/hukum dibuat didasarkan pada pendekatan filosofi ontologi, epistemologi, dan aksiologi pada studi kasus tertentu apalagi jika yang dimaksud adalah undang-undang organisasi atau sebut saja AD/ART atau peraturan lainnya, maka sifatnya holistik terikat dengan norma yang hidup dalam organisasi tersebut.
Manfaat aturan/hukum dibuat untuk menjaga keteraturan, untuk memantapkan budaya organisasi kita menjadi lebih beradab. Jagalah etika dengan aturan tegakkan aturan dengan etika. Kegagalan etika adalah saat masyarakat tidak taat hukum, sedang kagagalan aturan/hukum adalah saat masyarakat tidak mempercayai etika.
Begitu banyak ketimpangan yang kita jumpai akibat ketidakharmonisan ataran etika dan aturan. Kita bisa lihat bagaimana aturan PPKM tidak dipatuhi dan penindakan terhadap pelanggar PPKM juga tidak beretika. Dalam kekacauan ini, saya ingin memberi sedikit pertimbangan. Jika kedua variabel dipisahkan dan kita buat salah satu varibel lebih diiutamakan, beberapa orang beranggapan bahwa etika mestinya harus lebih diutamakan ketimbang aturan.
Saya tidak menagkap bagaimana maksudnya, sebab hal semacam itu sangat sulit dinalar. Menurut saya, pandangan seperti ini justru ada indikasi untuk melanggar aturan, sehingga tidak lagi menjadikan aturan sebagai salah satu indikator dan tentu ini bahaya bagi organisasi apalagi untuk IPM. Mengingat IPM ini sebagai organisasi pelajar, kepentingan-kepentingan kita selalu berdasar kebutuhan dan kepentingan pelajar secara umum, bukan kepentingan kelompok apalagi kepentingan praktis.
Oleh karena itu, saya berkesimpulan bahwa etika kader IPM adalah TERTIB. Coba ingat 3T! Tertib dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia adalah teratur, menaati peraturan, artinya sebagai kader IPM harus taat pada aturan, keputusan, yang disepakati dan berlaku dalam IPM dan Persyarikatan Muhammadiyah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Tidaklah mencerminkan jati diri sebagai kader IPM jika tidak sami’na wa ata’na pada keputusan yang telah disepakati, tidak menghargai dan berusaha mengahalangi keputusan tersebut.
Maka sebagai kader dalam momentum Milad 60 tahun dan Mukatamar Luar Biasa yang akan datang, kita kembalikan jati diri kita sebagai kader yang TERTIB, kader yang saling membantu dan mendorong, kader yang menghargai dan menghormati hasil keputusan. Hal yang terpenting, berkolaborasi untuk meningkatkan herd immunity organisasi kita yang saat ini menurun.
Terakhir, seperti pesan Machivelli, ciptakan rasa takut. Sebab lebih baik ditakuti daraipada dicintai. Saya berpesan kepada seluruh pimpinan di struktural manapun, ciptakan ketakutan dalam hati kalian dan hati para kader. Takut tidak lagi bisa melakukan perkaderan, takut IPM tidak lagi aktif, takut IPM tidak eksis lagi, takut IPM tidak lagi berkegiatan. Ciptakan rasa takut kehilangan IPM! Ketakutan seperti itu akan memberi kalian kekuatan dan semangat untuk tetap ber-IPM.
Sebagai penutup, saya ucapakan terima kasih kepada pembaca atas atensinnya, baik pada tulisan ini maupun pada saya. Terima kasih juga kepada seluruh kader IPM, Kakanda, dan Ayahanda serta pemohonan maaf untuk semua yang berkenan di hati siapapun.
Oleh: Muhammad Furqan Ramli (Sekretaris Jenderal PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2018–2021)