Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
OpiniTokoh

Munawar Khalil, Sebagaimana dalam Ingatan

×

Munawar Khalil, Sebagaimana dalam Ingatan

Share this article
Munawwar Khalil, Ketua Umum PP Ikatan Remaja Muhammadiyah Periode 2002-2004

KHITTAH.CO – Kabar kematian datang lagi, kali ini tentang seorang sahabat: Munawar Khalil. Tiap menghadapi kabar kematian orang-orang yang kita kenal baik, senantiasa menyisakan ruang sepi dalam diri.

Munawar Khalil, menjadi khatib Jumat di Masjid Agung Makale, Tana Toraja, tahun 1999. Inilah momen permulaan saya mengenal laki-laki berbadan subur ini. Saat itu adalah perhelatan tahunan Pelajar-Remaja Muhammadiyah untuk tingkat provinsi, Konferensi Pimpinan Daerah (Konpida). Nawar hadir sebagai representasi Pimpinan Pusat Pelajar Muhammadiyah.

Dalam khutbah Jumat itu, ia bicara tentang perlunya melawan watak rakus. Bagi saya, yang menarik dalam khutbah tentang kerakusan itu adalah, khatib menautkannya dengan suatu kearifan yang dipinjam dari khasanah di luar Islam: Mitologi Yunani, kisah tentang Midas Raja di Frigia. Tentang kemampuan sentuhan tangan yang mampu mengubah segala yang disentuhnya menjadi emas.

Nawar, karena itu kemudian memiliki ruang berbeda di lapak intelektual saya. Suatu kebaruan di antara pelajar-remaja Muhammadiyah. Pemikiran Islam di kalangan Angkatan Muda Muhammadiyah, sekurangnya dalam lingkar pergaulan saya waktu itu, belum beranjak kemana-mana. Senantiasa berputar berpusat di Tarjih. Dengan kata lain, fikih.

Nawar, dalam khutbah itu juga, melontarkan ajakan untuk berpikir: Jika benar Muhammadiyah tidak bermazhab, lalu Himpunan Putusan Tarjih itu apa? Pernyataan yang seperti itu, di masa itu, tentu menggelisahkan bagi banyak orang di pelajar-remaja Muhammadiyah.

Nawar adalah kader Muhammadiyah, tentu yang ia lontarkan bermaksud supaya pelajar-remaja Muhammadiyah beranjak maju dalam pemikiran keislaman. Saya dapat tahu itu, sebab saya bertanya padanya.

Berdiri di sisi pagar Masjid Agung Makale itu, setelah salat Magrib, Nawar dengan celana levis yang menjuntai terinjak di telapak kakinya berucap ringkas: Muhammadiyah ini organisasi yang menolak kejumudan. Tentang HPT itu? Bukan HPT yang kita persoalkan, melainkan eksplanasi episteme yang menjadi fondasi HPT tidak pernah terang di alam berpikir kader.

Tahun 2002, di Yogyakarta, Nawar terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat IRM, kini IPM, untuk masa kepemimpinan 2002-2004, menggantikan Raja Juli Antoni. Ia melanjutkan legacy dari periode sebelumnya, 2000-2002, suatu periode dinamisasi-transformasi pemikiran di sekujur tubuh pelajar-remaja Muhammadiyah.

Nawar menginisiasi kisah gerakan dengan nama yang indah dan enak dilafalkan: Revolusi Semut. Ketika Nawar, pada periode 2000-2002 itu, di mana ia menjadi ketua bidang ASK, ia bersama koleganya di ASK meng(k)ompilasi kisah gerakan Revolusi Semut itu menjadi sebuah buku.

Kini tiba kabar itu: segalanya berasal dari Allah dan pada akhirnya pada Allah juga segalanya kembali. Setiap muslim mengucapkan itu ketika mendengar kabar kematian, diucapkan dalam bahasa Arab. Saya menuliskan terjemahannya saja.

Kematian nampaknya akan selalu begitu bagi tiap-tiap orang, ia memiuh perpisahan yang canggung. Di hadapan kematian. orang tercampung dalam keluh, Chairil Anwar memuisikan dengan sendu: “Bukan kematian benar menusuk kalbu//Keridlaanmu menerima segala tiba//Tak kutahu setinggi itu atas debu//dan duka maha tuan bertakhta.

Di hadapan kematian, selalu pula diingat-ingatkan: tegar, sabar.

Di hari-hari ini, saat sampar merangsek kian akrab di kehidupan kita, kematian terasa menjadi kabar yang bergegas menyapa. Pada mulanya, kematian oleh sampar itu nampak sebagai kabar yang jauh, yang sesayup (tak) sampai. Lalu kabar itu, kematian itu, bergerak dan menjangkau kian dekat: “…menanti penghabisan mencekik//Memberat-mencengkung punda,” tulis Chairil dalam puisi yang lain: Hampa.

Mengutip Alquran, fondasi perjumpaan dengan Allah itu dua. Kebaikan pada sesama manusia dan kemurnian ibadat semata untuk Allah:

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS al-Kahfi (18):10).

Daeng Munawwar Khalil, sejauh yang saya tahu tentangnya, telah meletakkan dua fondasi itu–amal baik pada sesama manusia dan ibadat murni semata pada Allah–dengan teramat baik dalam hidupnya.

Daeng Munawwar Khalil, selamat menempuh jalan perjalanan menuju Allah-mu.
Deng Fanshuri
Kutai Timur, 22’08-2021

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply