Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Menarik Energi Langit dan Bumi: Kekuatan Khusyuk dan Fokus

×

Menarik Energi Langit dan Bumi: Kekuatan Khusyuk dan Fokus

Share this article

Oleh: Agusliadi Masssere*

Saya yakin ada pembaca yang terbawa dalam alam imajinasi yang tinggi, sehingga dari awal membaca tulisan ini telah memiliki harapan besar untuk memiliki kekuatan laiknya yang disaksikan dalam film-film sakti mandraguna tahun 1990-an. Dirinya, mengandaikan tulisan ini penuh tips dan trik untuk memiliki kekuatan dahsyat, super, dan sakti.

Meskipun saya tidak pernah melakukan riset atau wawancara dengan orang-orang yang memiliki kesaktian atau kekuatan dahsyat, tetapi saya yakin bahwa kedua hal di atas, khusyuk dan/atau fokus adalah salah satu syaratnya. Bahkan bukan sekadar syarat tetapi menjadi keyword.

Menarik energi langit dan bumi, tentu saja tidak bisa dibayangkan sebagaimana gambar yang menjadi ilustrasi tulisan ini, ada seseorang yang memperoleh kilatan energi atau cahaya yang mengarah kepada dirinya. Atau membayangkan semua benda-benda yang ada di sekelilingnya tertarik, bergerak, menuju, dan mendekati dirinya.

Menarik energi langit dan bumi, minimal bisa dimaknai sebagai upaya mendapatkan kasih sayang, pertolongan, perlindungan, hidayah, dan ridho Allah agar senantiasa merasakan sesuatu yang membahagiakan dan bermuara pada pencapaian harapan-harapan. Bahkan bisa saja merasakan apa yang dimaknai sebagai miracle (keajaiban) meskipun levelnya tidak sama dengan keajaiban yang menjadi mukjizat para nabi dan rasul Allah. Gambaran ini relevan dengan energi langit.

Lalu bagaimana memahami dalam tulisan ini, makna energi bumi? Apakah ini bermaksud untuk memindahkan kekuatan magnetis dan segala energi yang ada dalam perut bumi ke dalam diri? Minimal tulisan ini mampu menjadi petunjuk sederhana agar diri kita bisa mendapatkan energi sehingga setiap pengetahuan dan keterampilan atau skill yang diharapkan untuk dikuasai bisa dicapai secara efektif dan efesien. Membaca bagian setelah ini, saya yakin pembaca semakin memahami substansi tulisan ini dan termasuk jika berharap adanya tips dan trik.

Pada dasarnya kita semua, saya dan para pembaca, dalam hidup ini memiliki impian-impian bahkan yang berskala besar, atau disebut impian besar. Unttuk menggapainya dibutuhkan energi, spirit atau kekuatan. Spirit atau kekuatan itu pada dasarnya semuanya berasal dari Allah. Selain itu ada pula yang sudah diturunkan oleh Allah menjadi hukum, sunnatullah atau pun diistilahkan sebagai law of attraction.

Yang diminta dari Allah melalui shalat, dzikir dan/atau do’a, itulah sederhananya yang saya maknai sebagai energi langit. Dan yang diikhtiarkan secara maksimal secara prosedural-mekanistik atau berupa ikhtiar duniawi yang melibatkan dimensi material-fisik-biologis dalam ruang waktu, itulah yang saya makna energi bumi. Meskipun saya selalu berupaya untuk tidak memisahkan karena sesungguhnya semua berasal dari Allah Swt.

Mengharapkan energi, kekuatan, pertolongan, dan perlindungan dari Allah melalui do’a atau pun shalat kata hal utama yang harus diperhatikan adalah apa yang disebut khusyuk. Dalam do’a maupun shalat dan/atau dzikir membutuhkan sikap atau perilaku yang dimaknai sebagai khusyuk.

Khusyuk menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki beberapa pengertian: penuh penyerahan dan kebulatan hati; sungguh-sungguh; dan penuh kerendahan hati. Bahkan khusyuk pun bisa didefenisikan sebagai tujuan dan niat.

Jika kita memperhatikan literatur Islam, salah satu yang akan kita jumpai bagaimana sikap dan cara Rasulullah Muhammad Saw mempersiapkan, menjaga, dan memperhatikan agar dirinya bisa khusyuk dalam shalatnya. Pernah suatu waktu, Rasulullah tergesa-gesa dan membuat para sahabat terkejut dan diliputi rasa takut. Setelah itu Rasulullah menjelaskan bahwa “dirinya mengingat sepotong emas dan aku tidak ingin hal itu menahanku (menggangguku dan membuyarkan konsentrasiku dalam tawajuh/menghadap kepada Allah SWT, maka aku menyuruh untuk membagi-bagikannya”.

Keutamaan khusyuk pun, bisa ditemukan dalam Al-Qur’an, QS. al-Ahzab [33]: 35. Dalam ayat ini, ditegaskan “…laki-laki dan perempuan yang khusyuk…,Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala besar”. Selain itu dalam QS. al-Baqarah [2]: 45-46 pun bisa dipahami Allah memberikan ruang dan cara mendapatkan pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan Allah pun menegaskan bahwa shalat itu terkadang berat, tetapi tidak bagi yang khusyuk. Dan di sini pun ditegaskan bahwa yang dimaksud yaitu mereka yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

Khusyuk sesungguhnya sama dengan apa yang dimaknai fokus, jika konteksnya di luar dari shalat, dzikir dan do’a. Khusyuk berdasarkan apa yang saya pahami mengimplementasikan dari yang menjadi poin penting dari iman, kesatuan antara apa yang diucapkan, dibenarkan dalam hati dan dibuktikan melalui tindakan. Khusyuk pun relevan dengan makna ihsan, meyakini bahwa diri senantiasa berada dalam “pengawasan” Allah.

Shalat menjadi kunci utama atas ibadah-ibadah lainnya. Hanya saja shalat yang bisa menjadi kunci bukanlah shalat yang bertujuan hanya untuk menggugurkan kewajiban, apatah lagi hanya karena menjaga penilaian manusia. Bukan pula shalat yang hanya berdimensi gerakan fisik semata, dan bacaan lisan semata. Di dalamnya dibutuhkan pemusatan pikiran dan hati.

Shalat yang khusyuk mampu memantik dan mengaktivasi gelombang otak alpha dan theta yang memiliki fungsi dahsyat, salah satunya memantik lahirnya pikiran-pikiran cemerlang, bahkan bisa menghilangkan rasa sakit fisik.

Kaki Ali bin Abi Thalib pernah terkena anak panah, bahkan tembus hingga mengenai tulangnya. Lalu bagaimana anak panah itu dicabut, yang sesungguh bebekali pernah diusahkan tetapi terasa sakit dan kesulitan mencabutnya. Setelah itu, Ali bin Abi Thalib meminta agar anak panah tersebut dicabut ketika ia tengah menunaikan shalat Ashar. Ternyata pada saat dicabut dalam keadaan shalat tersebut, Ali bin Abi Thalib tidak merasakan kesakitan. Lalu apa yang membuat sehingga tidak dirasakan sakitnya pada saat dicabut dalam keadaan shalat? Jawabannya, karena shalatnya sangat khusyuk.

Apa yang dialami oleh Ali bin Abi Thalib hanyalah satu contoh dan bukti nyata kedahsyatan dan keajaiban dari sikap dan tindakan yang dimaknai khusyuk dalam shalat. Shalat, dzikir dan do’a yang khusyuk mampu menembus langit. Selain itu akan menjadi jalan agar do’a-do’a yang dipanjatkan kepada Allah Swt, cepat terkabulkan.

Selain khusyuk di luar shalat, dzikir dan do’a, sikap dan tindakan yang memusatkan perhatian atau bersungguh-sungguh bisa dimaknai pula sebagai fokus. Fokus memiliki efek dahsyat dalam kehidupan. Segala hal yang di dalamnya menerapkan sesuatu yang bisa dimaknai “fokus” menimblkan sesuatu yang dahsyat.

Terkait fokus, Jose Ortega y Gasset (dalam Brian Klemmer, 2010: 69) pernah berkata “Beritahu saya apa yang menjadi perhatian Anda, dan saya akan mengatakan siapa Anda”. Baik oleh Gasset maupun Klemmer, “perhatian” pun dimaknai sebagai “fokus”.

Adalah Klemmer menegaskan “Fokus adalah kemampuan untuk mengarahkan perhatian, usaha, maupun kegiatan Anda pada tujuan atau sasaran yang diinginkan tanpa terganggu”. Kita pada dasarnya bisa memilih untuk fokus pada apa saja kemudian menjaga konsentrasi itu.

Saya yakin, sejak kecil kita pernah menemukan sesuatu yang luar biasa, dan sesungguhnya meskipun kita terlambat menyadari dan mengetahuinya, di dalamnya itu ada hal yang bisa dimaknai sebagai fokus. Di antaranya adalah “kaca pembesar” dan “sinar laser”.

Mungkin pada masa kecil kita, pernah bermain kaca pembesar yang difungsikan bukan untuk melihat benda kecil nampak lebih besar. Tetapi kaca pembesar itu, diletakkan di bawah terik panas matahari, kemudian di bawahnya diletakkan selembar kertas. Lalu apa yang terjadi setelah beberapa durasi waktu berjalan? Kertas itu terbakar. Ini terjadi karena kita sedang memusatkan sinar matahari itu.

Sinar laser pun, saya yakin tidak asing bagi kita. Meskipun sinar laser yang dimaksudkan ini bukanlah senter laser yang sering menjadi bahan mainan anak-anak. Ada sinar laser yang mampu memotong baja setebal 15 cm. Padahal menurut Klemmer kekuatan atau tenaga yang digunakan oleh sinar laser tersebut sama seperti yang memancar dari lampu 75 watt. Mengapa sinar laser bisa memotong baja, padahal bisa jadi kita pernah berada di bawah cahaya lampur yang lebih 75 watt bahkan bisa saja ribuan, tetapi tidak memotong diri kita dan benda lainnya yang ada di sekitarnya? Jawbannya karena pada sinar laser, tenaga atau kekuatan listrik “difokuskan”. Sedangkann pada lampu, tidak fokus.

Jika kita pernah menonton film The Karate Kid, film Amerika China yang dirilis pada tahun 2010. Film legendaris ini disutradarai oleh Harald Zwart, dengan Jackie Chan dan Jaden Smith sebagai pemain utamanya. Lalu apa yang menarik dari film ini? Dalam pemahaman saya, di dalam film yang telah saya nonton lebih dari tiga kali secara tuntas, mengajarkan apa yang dimaknai sebagai “fokus”. Dan di akhir cerita dalam film ini, membuktikan betapa dahsyatnya efek daripada “fokus”.

Bahkan dalam film ini, aktor utamanya, selama berbulan-bulan latihan hanya memperagakan gerakan yang seakan “gantungkan baju”, “pasang baju”, “letakkan baju”, dan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai berbulan-bulan.

Ada banyak hal yang bisa dimaknai sebagai fokus dan meninggalkan jejak yang sangat dahsyat. Sebagai contoh KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surat Al-Ma’un selama kurang lebih tiga bulan, akirnya dari pemaknaan ini melahirkan jutaan amal usaha bagi Muhammadiyah, bahkan dinilai sebagai organisasi terkaya di dunia. Selain itu, KH. Ahmad Dahlan juga mengajarkan surat Al-Ashr, selama kurang lebih 7 s/d 8 bulan, ternyata hal ini mampu membuat Muhammadiyah bertahan dan melintas abad keduanya.

Jack Canfield, Mark Victor Hansen, dan Les Hewitt dalam buku The Power of Focus, karya bersamanya menegaskan “orang yang fokus kepada apa yang diinginkannya pasti berhasil.

Marilah kita senantiasa berusaha khusyuk dalam setiap melaksanakan shalat, dzikir dan do’a. Begitupun dalam bekerja, belajar, menulis marilah kita fokus. Ingat fokus itu tidak berat dan tidak mahal. Fokus itu bukan berarti spesialisasi ilmu, sehingga kita tidak mau melakukan integrasi-interkonektif berbagai ilmu, bukan itu maksudnya.

Selain itu kita perlu pahami bersama bahwa tidak semua dampak fokus itu adalah positif. Yaitu ketika yang difokuskan adalah hal negatif, maka dipastikan hasilnya adalah negatif.

 

* Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply