KHITTAH.co, Kepulauan Selayar- Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dengan dukungan penuh Lazismu, kembali mengirimkan relawan dan logistik ke Pulau Bonerate dan Kalaota, Sabtu, 8 Januari 2021.
Diketahui, dua lokasi tersebut merupakan kawasan terdampak parah gempa magnitudo 7,4 yang terjadi Selasa 14 Desember 2021 silam di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Berdasarkan rilis dari MDMC, disebutkan, sebanyak 15 orang relawan yang berasal dari MDMC Sulawesi Selatan, Kabupaten Selayar, Jawa Tengah, dan Yogyakarta berangkat menuju dua pulau tersebut pada Sabtu 8 Januari 2022 pagi dengan menggunakan kapal Pelni.
Para relawan tersebut membawa barang logistik untuk kebutuhan respons di Bonerate dan Kalaotoa yang direncanakan akan berlangsung sampai 1 bulan ke depan.
Total logistik yang dibawa sebanyak 7,5 ton dengan rincian 250 paket hunian darurat terdiri 500 lembar tenda terpal, 250 kg kawat, dan 325 kg paku.
Tidak hanya itu, berdasarkan rilis MDMC, sebanyak 500 paket family kit berupa perlengkapan mandi berupa sabun mandi, sabun pakaian, sikat serta pasta gigi, dan perlengkapan tidur berupa kelambu.
Terdapat juga perlengkapan makan berupa gelas, piring, sendok makan, sendok nasi, sendok sayur, panci, tempat nasi dan perlengkapan salat berupa sarung dan sajadah.
Koordinator Tim Respons MDMC PP Muhammadiyah untuk Gempa Selayar, Fathul Faruq menyampaikan, bantuan tersebut adalah dari bantuan masyarakat Idonesia yang disalurkan melalui Lazismu.
Lebih lanjut, Faruq menceritakan berbagai tantangan yang dihadapi timnya dalam respons ini.
Ia menyampaikan, para relawan yang dikirim beserta logistik akan ditempatkan di Pos Pelayanan (Posyan) Muhammadiyah yang sudah berdiri di Desa Sambali, Bonerate, Garaupa Raya, dan Kalaotoa.
Berdasarkan informasi yang masuk, kata Fathul, roda ekonomi kedu pulau belum lancar. Bahkan, kata Faruq, untuk belanja juga masih sulit.
“Kalaupun ada, dalam skala besar harus dikirim dari Makassar. Untuk kebutuhan kebutuhan sehari hari itu juga masih terbatas, ada beberapa yang bisa dibeli disana misalnya logistik makanan untuk anggota tim,” kata Faruq.
Secara umum, tambah Faruq, memang yang didatangi oleh timnya merupakan desa-desa dengan kerusakan paling parah daripada di desa-desa lainnya dan aksesnya juga cukup sulit.
Selain logistik, akses komunikasi juga menjadi perhatian utama tim Muhammadiyah. Komunikasi di dua pulau tersebut hanya bisa dilakukan di lokasi-lokasi dan jam-jam tertentu. Bahkan, di dua pulau tersebut belum ada jaringan PLN masuk, listrik hanya mengandalkan genset dan solar cell.
“Ini menjadi tantangan koordinasi kami,” ungkap Faruq.
Karena masuk pulau-pulau terluar, Faruq mengatakan jika terjadi kondisi emergensi, fasilitas kesehatan terbaik hanya puskesmas setempat, sedangkan yang paling dekat dan paling cepat diakses itu di Maumere, NTT.
Kalau mau kembali ke pulau Selayar, lanjut Faruq, akses transportasinya menggunakan kapal Pelni ataupun kapal feri. Itu pun seminggu sekali jadwalnya.
“Ada kapal rakyat, kapal kayu yang biasa ngangkut barang-barang, mereka punya trip, hanya saja tidak terjadwal. Kalau memang pas barang dimuat banyak mereka jalan, kalau tidak, mereka juga tidak punya jadwal jalan,” ungkap Faruq.
Maka dari itu, menurut Faruq, MDMC menyiapkan seluruh kebutuhan utamanya. Untuk emergency kesehatan, dibawa dari Pulau selayar, baik obat obatan termasuk makanan. Ini untuk mengantisipasi jika terjebak ombak dan tidak bisa keluar dari kedua pulau tersebut.
Untungnya, di kedua pulau tersebut warga memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi. Hal ini karena di beberapa musim mereka harus bertahan, tidak bisa akses keluar dan mendapatkan belanja dari luar.
Mereka, lanjut Faruq, hanya bertahan dengan mengandalkan apa yang dimiliki dan ada di pulau itu bisa sampai 3 sampai 4 bulan.
“Ini saya pikir menjadi catatan yang sangat krusial untuk teman-teman tim. Jika tim kami harus melakukan hal yang sama dengan warga, harus survive bulan 2 sampai 3 bulan tanpa asupan logistik dari luar,” pungkas dia (Tim Media MDMC/Fikar).