Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Logo Label Halal Lagi

×

Logo Label Halal Lagi

Share this article

Oleh: Muhammad Chirzin*

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag RI telah menetapkan Label Halal Indonesia menggantikan logo buatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terdahulu, berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal sebagai pelaksanaan amanat Pasal 37 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.

Logo label halal tersebut menuai pro-kontra dari berbagai pihak.

Unggahan pandangan Ustadz Alfian Tanjung di YouTube berjudul:
MAKSA GANTI LOGO HALAL, SKEMA LICIK UNTUK MEMBUBARKAN MUI?

Pelemahan MUI diawali dengan menterorisasi anggota MUI yang vokal menyuarakan kebenaran. Selanjutnya membuat MUI lemah dalam memberikan status label halal yang difatwakan para Ulama, dengan penggantian logo yang dipaksakan. Apakah ini skema untuk membubarkan MUI?

Ustadz Alfian Tanjung berpendapat bahwa pihak yang lebih tepat dan berhak memberikan label halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai wadah himpunan para alim ulama Indonesia. Sedangkan Kementerian Agama mengurus semua agama di Indonesia yang tidak tentu semuanya berkepentingan dengan label halal. Lagi pula, pelaksana teknis pengujian produk halal itu sendiri niscaya beragama Islam. Bahkan Ustadz Alfian Tanjung mengusulkan agar di samping label halal dikeluarkan juga label haram, untuk menjaga kemaslahatan umat.

Ustadz Anwar Abbas menyesalkan keluarnya logo Halal Indonesia dengan desain sebagaimana yang disosialisasikan oleh Menteri Agama. Pasalnya, beberapa waktu yang lalu telah dilangsungkan musyawarah dengan mufakat tentang karakter logo halal yang hendak ditetapkan. Tiba-tiba Menteri Agama melaunching label tersebut tanpa konfirmasi dan komunikasi lebih dahulu, termasuk tentang lembaga yang bersangkutan dengan sertifikasi halal yang mesti disertakan pada logo tersebut.

Logo halal yang telah viral ditulis dengan jenis kaligrafi Kufi yang ciri utamanya tanpa tanda-tanda baca. Sedangkan logo halal beberapa negara menggunakan jenis kaligrafi Naskhi yang lazim digunakan untuk menulis mushaf Al-Quran. Adapun Pemerintah Saudi Arabia menghiasi kiswah/kain penutup Ka’bah dengan jenis kaligrafi Tsulusi yang sangat indah lagi menawan hati.

Di antara pendukung keabsahan logo halal baru Kemenag tersebut dari berbagai sisi/sudut pandang adalah kaligrafer senior Dr. Sirojuddin AR, dan Dr. Muchlis M. Hanafi. Sedangkan yang kontra di antaranya pakar kaligrafi Khudori Bagus.

Argumentasi pihak yang kontra antara lain sebagai berikut.


Pertama, permulaan huruf ha‘ berbentuk garis lurus memanjang ke bawah pada logo halal tersebut tidak lazim pada jenis kaligrafi Kufi.


Kedua, huruf lam alif, dalam jenis kaligrafi apa pun, lazimnya bersambung antara lam dengan alif. Jika huruf alif terpisah dari lam, maka tidak bisa disebut lam alif, dan karenanya tidak bisa dibaca lam fathah panjang (laa). Sebagian orang lalu membacanya ra’ panjang (raa).


Ketiga, tulisan huruf terakhir, lam, tidak lazim dimulai dengan garis miring dari atas ke bawah, sehingga menyerupai huruf kaf tanpa hamzah di tengah-tengah. Sebagian pengkritik bahkan menyebutnya mirip mim, sehingga lafal halal yang dimaksud terbaca haram.

Di antara pengamat berpendapat bahwa bentuk huruf pertama, ha‘, dan huruf terakhir, lam, bisa ditoleransi untuk orientasi seni sesuai dengan bentuk logo yang diinginkan, yakni menyerupai gunungan dalam khazanah perwayangan. Hanya bentuk huruf kedua, lam alif, yang tidak bisa dibenarkan ditulis secara terpisah demi estetika sekalipun. Saya sependapat dengan pandangan yang terakhir. Alternatifnya, huruf alif tersebut dipanjangkan hingga menyentuh lam. Insyaallah dengan penulisan demikian sudah memadai dari sisi kebenaran tulisan, keterbacaan, dan keindahan.

*Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Dosen Program S3 Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Kajian Kitab Tarsir Fakultas Agama Islam UAD, anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik dan Revisi Al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI, penulis trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, dan Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Temua Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 20219), dan 60an buku lainnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply