Oleh: Muhammad Chirzin*
KHITTAH.CO, – Perhelatan balap MotoGP di Lintasan Pertamina Mandalika di Lombok tanggal 18 sampai dengan 20 Maret 2022 telah usai. Ribuan pengunjung datang berduyun-duyun dari berbagai penjuru dunia. Presiden RI Jokowi sebagai tuan rumah hadir pula di sana. Semua tak terhindar dari guyuran hujan yang coba dialihkan oleh Pawang Rara yang bekerja all out sepanjang waktu. Sang Pawang pun dalam wawancara khusus dengan Deddy Curboizer menyatakan bahwa ia secara resmi dipekerjakan oleh pihak Istana untuk mengendalikan hujan, dan dia pegang remote pintu-pintu langit untuk keperluan pengaturan hujan.
Hadir di tengah-tengah penonton mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang. Sekalipun dibujuk oleh beberapa pihak untuk duduk di ruang VVIP, ia tetap tidak mau beranjak dari deretan kursi penonton umum dengan mengenakan jas hujan dan masker, sehingga tidak cukup dikenali oleh sesama penonton.
Sebuah narasi menyertai TGB ketika beliau menyiapkan ajang balap motor kelas dunia tersebut.
Aguk Irawan MN menuliskan catatan berikut.
Ketika TGB masih menjabat sebagai gubernur, saya termasuk yang beberapa kali bertamu di ruang kerjanya. Saat itu saya tahu persis, bagaimana sibuknya beliau dan tim merintis proyek sirkuit Mandalika, sebagai bagian dari promosi pariwisata. TGB pun harus bolak-balik ke Spanyol bertemu Dorna Sport dan ke Istana, bertemu Pak Jokowi.
Tantangan pertama adalah sulitnya pengalihan lahan Mandalika dari yang sebelumnya dikuasai swasta (PTAN), lalu dipindahkan ke BUMN, juga meyakinkan Dorna Sport bahwa proyek Mandalika ini adalah prospek, termasuk tantangan lain adalah meyakinkan Pak Jokowi untuk bersaing dengan Propensi lain seperti Jabar, Sumatera dan Lampung.
Alhamdulillah, jerih payah itu kini sudah terbayar. Mandalika tidak saja menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga menjadi pusat perhatian dunia. Tetapi mungkin saudara semua kemarin yang menonton live MotoGP bertanya-tanya, ada di mana TGB? Beliau duduk bersama kami beserta istrinya di tribune B. Saat hujan deras beliau memakai mantel plastik.
Kami yang di sampingnya tahu persis, tak kurang-kurang pihak Dona Sport mendatangi beliau dan mengajaknya untuk masuk VVIP, begitu juga berkali-kali Paspampers mendatangi, dan dari bisik-bisik yang saya tangkap, Pak Jokowi mengajaknya bersama di ruang khusus, tetapi beliau tetap kekeh memilih membersamai kami di tribune B. Bahkan ada salah satu pejabat tinggi yang gagal mengajak TGB masuk ruang VVIP, akhirnya terpaksa duduk bersama kami juga.
Mengutip dari Suarabekaci.id, Juru bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesai (PSI), Sigit Widodo, menyebut event internasional MotoGP dan Formula E di Indonesia. Kedua even internasional tersebut sama-sama memerlukan pawang.
“Keduanya sama-sama perlu pawang. Kalau MotoGP perlu pawang hujan, Formula E perlu pawang anggaran,” ujar Sigit Widodo mengutip dari Suara.com.
“Warga Jakarta perlu pawang anggaran untuk mengusir tuyul-tuyul yang mengganggu uang rakyat,” ujarnya.
Saya pun berkomentar, “Di mana ada pihak yang beramar makruf nahi mungkar, di sana ada pihak yang beramar mungkar nahi makruf.
Imam Shamsi Ali turut menyoroti aksi pawang hujan di even kelas dunia tersebut.
Pawang Hujan di Even MotoGP, Imam Shamsi Ali: Kelebihan atau Kelucuan?
Praktik klenik pawang hujan di ajang MotoGP Mandalika 2022 menjadi polemik tak hanya di Indonesia, bahkan luar negeri. Aksi pawang hujan ini menjadi tontonan masyarakat dunia.
Cendekiawan muslim Imam Shamsi Ali turut menyoroti aksi pawang hujan di even kelas dunia tersebut.
“Pawang hujan dipertontonkan ke dunia. Akankah ini dianggap kelebihan atau kelucuan?” tulis Shamsi Ali pada akun twitter, Senin (21/3/2022).
Shamsi Ali pun mengungkapkan keherannya kepada pihak otoritas yang menggunakan jasa pawang hujang.
“Kalau sekiranya yang punya otoritas yakin pawang itu bisa menghentikan hujan, mungkin bagusnya dihadirkan di daerah-daerah yang sering banjir agar hujan dihentikan. Bahkan kalau bisa hentikan gempa,” ungkap Shamsi Ali.[Syaf/voa-islam.com]
Bahagia, pawang hujan tidak terbukti. Bisa buat bahan ceramah 1 bulan katanya
Prof. Dr. Fahmi Amhar, Alumnus Vienna University of Technology menulis, Modifikasi Cuaca: Sains, Agama, dan Kearifan Lokal.
Sosok Mbak Rara, pawang hujan di Mandalika menjadi viral di medsos. Secara saintifik, sebenarnya UPT Hujan Buatan BPPT yang kini telah bergabung ke dalam BRIN telah menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Jauh-jauh hari, BMKG memprediksi bahwa selama seri-2 MotoGP Mandalika 18-20 Maret 2022 ada potensi cuaca ekstrim. Ada Low Pressure di perairan selatan NTB, yang semakin mendekat. Ini menjadi pusat pertumbuhan awan hujan dan berpotensi menjadi Siklon Tropis.
TMC mencegat awan-awan yang terdeteksi radar menuju Sirkuit Mandalika, untuk segera dijatuhkan di luar area. Namun pelaksanaannya tidak selalu mudah. Awan yang mengancam itu sangat banyak dan berserak di ruang sangat luas, sedang kemampuan pesawat penabur garam penyemai hujan itu terbatas. Mereka juga dibatasi oleh instruksi dari Air Traffic Control (ATC).
Nah, pada kondisi itu, upaya teknologi dipandang perlu dilengkapi “kearifan lokal” non saintifik seperti Mbak Rara.
Kearifan Lokal?
Kearifan lokal adalah pandangan dan pengetahuan serta aneka strategi kehidupan yang berwujud aktivitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kearifan lokal dalam hal solusi persoalan kehidupan ini sering dihadapkan pada sains dan teknologi modern, sedang dalam pengaturan sosial dihadapkan pada agama.
Contoh kearifan lokal jenis pertama adalah penggunaan ramuan herbal untuk melawan penyakit, dibanding obat medis kimiawi, juga larangan penggunaan mesin untuk mengolah tanah pertanian. Sedangkan kearifan lokal jenis kedua, misalnya larangan menikah dengan sepupu, sekalipun dibolehkan agama, atau berkonsultasi dengan dukun tentang hari baik, sekalipun diharamkan agama.
Siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal lalu mempercayai yang dikatakan maka shalatnya ditolak selama 40 hari. (HR Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan, bahwa definisi dukun (kahin/ ’arraf) adalah orang yang mengaku mengetahui yang ghaib, peristiwa yang akan terjadi, dan keberadaan benda-benda yang hilang atau dicuri.
Ramalan masa depan termasuk menahan hujan dengan bantuan pawang (dukun) dipandang perbuatan haram. Dukun meminta bantuan jin untuk “menggeser” atau “menahan” hujan hingga acara usai. Faktanya, seperti di Mandalika kemarin, hujan lebat tidak serta merta berhenti ketika Mbak Rara melakukan aktivitasnya.
Secara saintifik, tidak ada hubungan kausalita antara aktivitas pawang dengan bergeser atau terhentinya hujan. Dalam tradisi suku-suku di Amerika, mereka mengenal “Tarian Hujan”, yang dilakukan sekian lama sampai hujan berhenti. Tentu saja hal yang sama bisa dilakukan dengan membaca Surat Al-Fatihah ribuan kali sampai hujan selesai. Nabi saw juga mengajarkan doa saat turun hujan maupun shalat istisqa’ untuk meminta hujan. Keduanya kadang terkabul, kadang juga tidak.
Namun dalam perspektif sosiologi, sains, agama maupun klenik (kearifan lokal) memiliki beberapa kesamaan.
Pertama, ketiganya berbasis pengetahuan. Bedanya adalah cara pengetahuan itu dikelola. Klenik dengan mistifikasi. Agama dengan keyakinan. Sains dengan riset dan eksperimen, dan tentu perlu biaya dan sponsor.
Kedua, terbentuknya elit dan massa. Ada sedikit orang yang tahu mantra sehingga bisa mengendalikan massa pemercaya klenik. Ada sedikit orang yang memahami teks agama sehingga diikuti ummat. Ada sedikit orang yang punya akses pada infrastruktur dan fasilitas riset sehingga mengendalikan konsumen sains dan teknologi.
Namun dalam dunia kini yang didominasi sains dan teknologi, kehadiran Mbak Rara menjadi selingan dan sekaligus sensasi. Dia mendadak menjadi selebriti.
Kalau sebuah perusahan TMC di Inggris bisa memindahkan hujan dengan biaya hampir Rp 2 Milyar dan persiapan enam minggu, Mbak Rara hanya perlu sesajen dan cawan yang dipukul-pukul sebagai modalnya.
Mungkin BRIN perlu membentuk “Pusat Riset Kearifan Lokal” yang salah satu Kelompok Risetnya meneliti sains dari pawang hujan? Dunia perguruan tinggi juga mungkin perlu membuka “Fakultas Kearifan Lokal” yang salah satu prodinya mendidik calon pawang hujan? Sayangnya para pemuja kearifan lokal itu malah sering kurang bersikap arif.
Mereka mengklaim bahwa bangsa yang haus prestasi ini menjadi bangga. Seakan semua urusan dunia berhenti karena Mandalika, dan tentu dengan Rara yang mendunia. Namun harga minyak goreng dan aneka kebutuhan lain tetap naik. Mengapa tidak ada pawang harga ?.
Kita jadi teringat ungkapan Romawi kuno: “Berilah rakyat roti untuk mengenyangkan perutnya; dan hiburan yang menyenangkan hatinya, maka mereka akan sukarela menanggalkan kebebasan dan hak-hak politiknya.”
“Panem et circenses.” atau “roti dan sirkus.” Roti adalah makanan; dan sirkus adalah hiburan. Namun roti kini makin mahal. Dan, sirkus hanya dinikmati segelintir elit. Tetapi banyak rezim bertahan tanpa memberi rakyatnya cukup makan. Dengan dua cara: represi dan nasionalisme.
Maka wajar bila kita akan mendengar lebih banyak nama Indonesia dielukan sukses menyelenggarakan MotoGP (daripada soal invasi Rusia ke Ukraina). Pawang hujan juga dibuat “mendunia” guna memompa nasionalisme ini. Jika efektivitasnya berkurang karena ada kritik berdasar sains atau agama, masih ada satu resep lagi yakni represi. Isolasi saja para kritikus tadi, misal dengan label radikal!
Uang yang dihabiskan negara untuk MotoGP Mandalika setara dengan anggaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) untuk 200 ribu mahasiswa. Namun tentu saja pembela MotoGP akan berdalih, bahwa acara ini akan mendongkrak ekonomi NTB dari pariwisata, sementara mahasiswa yang menjadi pintar boleh jadi hanya akan berdemo menentang penguasa.
Bahwa 200 ribu mahasiswa itu akan membantu mengentaskan keluarganya dari kemiskinan, dan otomatis mendongkrak ekonomi Indonesia, itu mungkin tidak terpikirkan oleh penguasa yang masih percaya tahayul dan klenik berlabel kearifan lokal.
Republika, 22 Maret 2022
Atas kegagalan Pawang Rara tahan hujan di Mandalika, Ki Bedul Sakti berujar, “Ini semua gara-gara Anies, auranya aneh, karena sering bertemu dengan Ulama Radikal!!!”
Dukun pendukung Jokowi itu pun pernah berujar, “Acara Kemah di IKN hampir gagal gara-gara Anies berkhianat.” Harusnya Anies membawa tanah yang keramat dari Jakarta, tetapi dia malah membawa tanah dari Kampung Akuarium yang digusur Gubernur Ahok.
Komentar sinis pun bermunculan terhadap aksi pawang hujan Rara Istiati Eulandari, Cloud Engineer at MotoGP Mandalika, di even kelas dunia tersebut.
“BMKG perlu dipimpin oleh pawang hujan biar lebih sesuai dengan kearifan lokal.
“Go home Shaman , we’re not paying for this “
Jatuh di Mandalika Marques ditolak Puskesmas karena tidak memiliki BPJS. Jumat, 18 Mar 2022 15:33 WIB.
“Tribun Kuburan” lokasi gratis menonton MotoGP Mandalika.www.gooto.com
Beredar video bertajuk “Pawang Hujan,” seorang perempuan mengangkat tinggi-tinggi sejenis sapu ijuk yang di atasnya dipasang celana dalam.
Beredar juga video seorang perempuan di bawah hujan melepas celana dalam lalu melemparkannya ke genting rumah untuk menghentikan hujan.
Gercep menangkap peluang bisnis. Jual remot AC Langit: Rp 16.642.682 × 12 bulan dengan SPayLater Rp 147.500.000. Ongkos kirim: Rp 4.000
Ada Bang Anies di Mandalika nih… 20 Maret 2022.
Para penonton MotoGP pun memanfaatkan kesempatan emas untuk selfi di depan Anies yang berjalan di tengah kerumunan penonton sambil melambai-lambaikan tangan ke arah kiri dan kanan menyambut antusiasme mereka.
Di balik riuh rendah perayaan atas kesuksesan perhelatan kejuaraan dunia MotoGP, salah seorang warga setempat mengeluhkan nasib tanahnya yang ribuan meter persegi di ajang balap tersebut. Apakah akan menerima ganti rugi, bila ya, kapan? Terbayang olehnya bahwa ia dan sanak saudaranya akan terpinggirkan dari arena tersebut bila tiba saatnya dibangun hotel-hotel maupun vila sebagai fasilitas penunjang arena balap kebanggaan Pak Jokowi.
Seorang sahabat bertanya, apa bedanya orang yang berdoa memohon agar hujan tidak turun dengan kerja pawang hujan?
Saya jawab demikian.
Pendoa, “Tuhan, hindarkanlah hujan dari wilayah ini, supaya hajatan kami dapat terselenggara dengan saksama…”
Pawang, “Hai hujan, jangan turun di sini, nanti perhelatan kami jadi berantakan!!!”
Allah swt berfirman dalam Al-Quran,
Rahmat apa pun yang dikaruniakan Allah kepada manusia, tidak akan ada yang dapat menahannya, dan apa pun yang ditahan-Nya tidak akan ada yang dapat melepaskannya dari Dia. Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS Fathir/35:2).
Hanya Allah swt yang mampu menurunkan dan menahan hujan, bukan pawang.
*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Dosen Program S3 Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Kajian Kitab Tarsir Fakultas Agama Islam UAD, anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik dan Revisi Al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI, penulis trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, dan Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Temua Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 20219), dan 60an buku lainnya.