Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Ramadhan Bulan Kemerdekaan: Puasa Proklamasi Kemerdekaan dari Penjajahan Hawa Nafsu

×

Ramadhan Bulan Kemerdekaan: Puasa Proklamasi Kemerdekaan dari Penjajahan Hawa Nafsu

Share this article

Oleh: Muhammad Chirzin*

KHITTAH.CO, – Setengah bulan Ramadhan telah kita lewati dengan pengharapan akan berkah-Nya, memenuhi sapaan penuh kelembutan, “Wahai orang yang beriman, berpuasa diwajibkan atas kamu sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa.” (QS 2:183).

Puasa Ramadhan membangun dasar-dasar pengorbanan kepentingan diri sendiri, menghimpun bekal untuk mengarungi kehidupan dalam 11 bulan berikutnya, melatih sederhana dalam makan dan minum, memelihara lisan dari ucapan keji, bodoh, dusta, dan keributan; menjaga mata, hidung, telinga, tangan, dan kaki dari perbuatan tak terpuji.

Puasa adalah pendidikan untuk ketahanan, keutamaan, dan kesempurnaan. Puasa melatih beribadah, muraqabatullah, dengan qiyamullail, i’tikaf, shadaqah, dan amalan lainnya. Inti puasa ialah tazkiyatun nafsi, membersihkan jiwa dari segala kekeruhan, dan menjernihkan kalbu dari segala keraguan, serta menyiapkan diri menuju kesempurnaan insani.

Allah begitu dekat kepada orang beriman, lebih-lebih di bulan Ramadhan. Maka hendaklah kita juga menjalankan perintah-Nya dan beriman kepada-Nya, supaya kita berada dalam jalan yang benar. Rasulullah saw bersabda, betapa banyak orang tak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.

Apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, jawablah, Aku sangat dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa bila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, supaya mereka selalu berada dalam jalan yang benar. (QS 2:186)

Orang biasa sudah puas bila dapat menahan diri tidak mencuri atau menipu. Sebentuk keserakahan yang halus yaitu mempergunakan harta untuk menyuap orang lain – para hakim atau mereka yang berkuasa sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan materi, sekalipun dengan cara terselubung dan di bawah perlindungan hukum, juga harus dihindarkan.

Pengaruh puasa berbeda-beda menurut kadar kejujuran seseorang dalam menghadap Allah swt dan ketulusan hati menyatukan pikiran dan menghayati interaksi dengan-Nya. Sejauh mana kita mampu menangkap pesan-pesan Ramadhan, sejauh itulah keberuntungan kita.

Imam Al-Ghazali menggolongkan puasa menjadi tiga: awam, khawash dan khawashul khawash. Puasa awam ialah sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri di siang hari. Puasa khawash di samping menahan diri dari haus, lapar, dan hubungan seksual suami istri, ditambah dengan amalan yang utama. Sedangkan puasa khawashul khawash ialah puasa para nabi dan orang-orang shaleh.

Puasa mempunyai arti penting dari segi rohani. Tanpa itu maka puasa seperti tempurung kelapa kosong tanpa isi. Kalau kita dapat memahami ini, kita akan melihat puasa Ramadhan itu tidak lagi sebagai beban, melainkan keutamaan. Kita akan bersyukur atas bimbingan yang telah diberikan oleh Allah swt kepada kita.

Ramadhan adalah penghulu bulan, pusat pendidikan, medan perjuangan untuk kesabaran dan berlomba menuju kebaikan. Pada bulan itulah Al-Quran diturunkan, sebagai petunjuk bagi umat manusia, juga penjelasan mengenai petunjuk itu dan ukuran untuk menilai yang baik dan yang buruk, yang hak dan batil, pembebas dari kebodohan.

Bulan Ramadhan, bulan diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda hak dan batil. Siapa yang di tempat tinggalnya di bulan itu, hendaklah berpuasa, dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan lalu berbuka, wajib berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan, dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS 2:185)

Sungguh Kami telah menurunkannya, Al-Quran, pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu malaikat-malaikat dan malaikat Jibril turun dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS Al-Qadr/97:1-5).

Ha` mim. Demi Kitab Al-Quran yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Ad-Dukhan/44:1-6)

Bagi bangsa Indonesia, bulan Ramadhan memiliki nilai historis tak terperi. Proklamasi Kemerdekaan RI dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan dengan bulan Ramadhan, pada hari Jum`at Legi, jam 10 pagi. Kita bersyukur atas kemerdekaan tanah tumpah darah kita, Republik Indonesia; berkat rahmat Allah swt Yang Maha Kuasa.

Indonesia adalah komunitas karakter yang berkembang dari komunitas pengalaman bersama yang dipersatukan oleh pengalaman ketertindasan, pengalaman ketidakadilan yang diderita bersama, pengalaman berbagai kekejaman, pengalaman penghinaan, bahwa orang asing menjadi tuan-tuan dan menghisap tenaga rakyat.

Dalam upacara Sumpah Pemuda, 17 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, para pemuda dari seluruh Nusantara menyatakan tekad mereka sebagai satu bangsa. Mereka menciptakan bahasa Indonesia sebagai bahasa bersama yang mempersatukan rakyat di Nusantara. Kebangsaan Indonesia merupakan bukti hasrat para pemuda untuk menjadi satu bangsa.

Pemersatu kemajemukan komunitas di seluruh wilayah Indonesia adalah kesetiaan dasar bangsa pada Pancasila. Maka Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia harus dipertahankan dalam rangka menjaga dan mengembangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Supaya bangsa Indonesia dapat menanggulangi tantangan-tantangan yang dihadapi masa kini, bangsa ini harus mengingat sejarahnya. Kita harus tahu apa yang dipikirkan dan dipersoalkan oleh para pendiri bangsa, para penggerak kebangsaan Indonesia.

Pidato Bung Karno, 1958: “Kecuali Pancasila adalah satu welanshauung (way of life, pandangan hidup, dasar falsafah hidup), Pancasila adalah pemersatu bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri yang terwujud dalam kebudayaannya, perekonomiannya, wataknya, dan lain sebagainya.”

Tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya kepada sesuatu, dan jikat tidak sesuatu yang dipercayai itu memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban besar.

Pancasila adalah warisan jenius Nusantara. Sesuai dengan karakteristik lingkungan alamnya, sebagai negeri lautan yang ditaburi pulau-pulau, Pancasila juga merefleksikan sifat lautan, yakni menyerap dan membersihkan. Menyerap tanpa mengotori lingkungannya, dan mampu menampung segala keragaman jenis dan ukurannya.

Kita patut merayakan Proklamasi Kemerdekaan RI setiap bulan Ramadhan, setiap hari Jum`at, dan setiap hari pukul 10.00 pagi, sebagaimana Pemerintah DIY mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di kantor-kantor resmi instansi.

Tuhan berfirman dalam Al-Quran,
Apakah kamu mengira akan masuk surga, tanpa suatu cobaan seperti dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka mengalami penderitaan dan malapetaka, dan jiwa mereka teroncang dengan bermacam-macam cobaan, sehingga Rasul pun berkata bersama orang-orang yang beriman, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ya, sungguh, pertolongan Allah sudah amat dekat. (QS Al-Baqarah/2:214)

Mengapa kamu tidak mau berjuang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah, – laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berseru, “Tuhan, keluarkanlah kami dari kota ini yang penduduknya zalim dan berilah kami pelindung dari pihak-Mu, dan berilah kami penolong dari pihak-Mu.” (QS An-Nisa`/4:75)
“Indonesia Pusaka”

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
S’lalu dipuja-puja bangsa.

Di sana tempat lahir beta
Dibuai, dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Hingga akhir menutup mata.
(Penulis Lagu: Ismail Marzuki)

*Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Dosen Program S3 Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Kajian Kitab Tarsir Fakultas Agama Islam UAD, anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik dan Revisi Al-Quran dan Terjemahnya Kementerian Agama RI, penulis trilogi Kamus Pintar Al-Quran, Kearifan Al-Quran, dan Nur ‘Ala Nur: Sepuluh Temua Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, cetak ulang 20219), dan 60an buku lainnya.

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

  • Klik Banner UIAD

Leave a Reply