Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Opini

Jihad Algoritmik sebagai Jalan Perjuangan

×

Jihad Algoritmik sebagai Jalan Perjuangan

Share this article
Jihad Algoritmik sebagai Jalan Perjuangan

KHITTAH.CO, Selemah-lemahnya iman adalah publikasi. Ungkapan ini untuk mereka yang hanya berpartisipasi lewat penyebaran konten.

Namun, ini sudah lebih baik dibandingkan mereka yang tidak peduli. Apalagi mereka yang malah berselingkuh dengan kekuasaan.

Saya teringat dengan kritik BEM UI tempo hari terhadap pemerintah dalam aksi meme king of lip service Presiden Joko Widodo.

Ini cukup ramai diperbincangkan warganet dan presiden pun ikut berkomentar. Ditambah dengan ulah si Bjorka yang menyentil kasus Munir lewat unggahannya, yang menyadarkan kita bahwa pemerintah terlalu lamban.

Tidak ketinggalan kasus Cambridge Analytica yang memeroleh 50 juta data akun untuk merancang iklan politik Donal Trump.

Ini diduga menjadi penyebab kemenangan Trump pada pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016. Ini semua adalah efek nyata dari kuasa algoritma. 

Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus menegaskan pentingnya algoritma sebagai konsep inti abad ke-21.

“Jika kita ingin memahami kehidupan masa depan, kita harus melakukan segala upaya untuk memahami algoritma dan bagaimana algoritma terhubung dengan emosi-emosi”, ujar Harari.

Salah satu ilmuan Islam, Abu Ja’far Muhammad Ibn Musa Al Khwarizmi sebagai pencetus algoritma menjelaskan dalam karya monumentalnya Al-Jabr Wa-al Muqabla bahwa algoritma adalah metode khusus untuk menyelesaikan suatau persoalan.

Secara sederhana, kita bisa memahami algoritma sebagai instruksi matematis sebagaimana yang diungkapkan oleh Ed Finn dalam bukunya What Algorithms Want.

Ia mengatakan, algoritma adalah perangkat matematis untuk memanipulasi data atau mengkalkulasi pemecahan masalah.  

Algoritma dalam media sosial menjadi penentu hidangan informasi yang akan dikonsumsi lewat gawai kita.

Sehingga sistem yang beroperasi dalam dapur media sosial untuk mengolah data dari input ke output merupakan ulah dari si algoritma.

Itulah sebabnya kita sering mendapati iklan tidak senonoh atau postingan negatif (output) karena kemungkinan kita pernah mengakses konten demikian (input).

Aktivis Algoritmik

Kemajuan zaman memberikan banyak perubahan pada tatanan kehidupan. Gerakan para aktivis bukan lagi sebatas pada interaksi langsung di dunia nyata.

Namun, gerakan aktivis juga harus bergeliat di dunia maya. Inilah realitas sekarang, bahwa kehidupan telah mengalami dikotomi antara dunia nyata dan dunia maya.

Teriakan lantang aktivis kampus di pintu gedung wakil rakyat harus diiringi dengan gemuruh di jendela sosial media.

Seruan aktivis dakwah di mimbar masjid harus mampu bertransformasi menjadi konten digital, serta gerakan aktivis sosial, sebaiknya melakukan inovasi palatfrom edukatif.

Ini sebagai ikhtiar untuk berdamai dengan algoritma. Tentunya, gerakan para aktivis ini harus terkonsolidasi agar lebih masif dan berefek.

Survei Hootsuite tahun 2021 memberikan data mengenai jumlah pengguna internet di dunia, yakni mencapai 4,66 miliar orang.

Indonesia sendiri menempati posisi keempat dalam daftar negara dengan jumlah pengguna media sosial terbanyak yakni 193 juta pengguna.

Ruang digital menjadi ladang yang subur untuk menyemai tunas harapan bangsa. Mengingat data yang disampaikan WHO bahwa 1 dari 4 remaja dan anak muda usia 16-24 tahun rentang terkena hama kesehatan mental.

Divisi Psikiatri Anak dan Remaja FK UI menemukan fakta dalam risetnya bahwa 88% remaja pernah mengalami stres dan 89,8% menyelesaikan masalah degan mencari informasi di internet.

Karena itulah, kita tidak boleh apatis terhadap konstelasi di ruang digital. Sebab, masyarakat lebih khusyu beriteraksi lewat layar gedget ketimbang menatap lawan bicaranya.

Sebut saja para milenial yang meski dalam forum diskusi masih sibuk mengurusi curhatan di media sosialnya.

Dakwah Bil Konten

Kemajuan zaman menuntut kita untuk tidak sebatas saleh ritual dan sosial, tetapi juga harus saleh sosial media.

Mengutip Habib Husein Ja’far, kita harus saleh algoritma. Ini bisa kita upayakan dengan mengakses (input) konten yang positif dan konstruktif.

Karena itulah, timeline akun sosial media kita akan dipenuhi oleh konten yang berfaedah. Sehingga aktivitas kita di media sosial bisa menjadi ibadah algoritma.

Namun, jangan mau hanya sebagai objek dalam medan jihad algoritma. Setelah kita memastikan algoritma akun kita sudah positif, maka kita juga harus mengupayakan algoritma kawan kita juga menjadi positif dengan membuat dan menyebar konten konstruktif.

Gawai kita harus menjadi senjata dalam jihad algoritma. Konten yang kita buat ibarat peluru, sehingga kreativitas kita menentukan seberapa besar kekuatan tembakan dari senjata (gawai) kita.

Terserah dari kita, ingin membuat konten kritik konstruktif seperti Si Bjorka, ataukah konten edukasi anak muda untuk menangani gangguan kesehatan mental, yang jelas senjata kita tidak diam hingga jihad algoritma menuai hasil.

Gerakan melalui konten sosial media ini sebagai variasi baru dalam jalan perjuangan. Konten sosial media harus menjadi media gerakan untuk memperjuangkan terwujudnya kesalehan algoritma. Sehingga setiap medan perjuangan kita tempuh dengan usaha yang maksimal.

Jihad algoritma menjadi ekspresi wajah Islam Berkemajuan untuk berkotribusi dalam kemajuan zaman. Sebagaimana basis algoritma yang diajarkan Rasulullah dalam sabdanya “sebabaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain”.

Karena itulah, seharusnya yang paling dipopulerkan oleh algoritma adalah konten edukatif konstruktif. Itupun kalau kita mau.

Biarlah cuwitan twitter “Salut sama Pak Tentara, musnahkan” oleh  akun resmi Polsek Srandakan atas kasus Kanjuruhan menjadi bahan berbenah untuk kita semua.

Sudah cukup atmosfer digital Tanah Air kita dipenuhi kebencian. Saatnya, Jihad Algoritmik untuk memaksimalkan kontribusi.

Jika ratusan tahun yang lalu Al-Khawarizmi telah mencetuskan algoritma sebagai solusi persoalan zaman dan Mark Zuckerber telah melakukan inovasi algoritma lewat platfrom media sosialnya, maka sudah menjadi keharusan untuk kita agar mampu berdamai dengan algoritma.

Kita harus menjadikannya medan jihad untuk memperjuangkan “Jaringan internet bermasalah…..

Ditulis oleh:

Muhammad Yusran

Kader IMM Makassar Timur

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply