Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Berita

Gerhana Bulan 8 November, Bukti Hisab dapat Satukan Kalender Islam

×

Gerhana Bulan 8 November, Bukti Hisab dapat Satukan Kalender Islam

Share this article
Gerhana Bulan 8 November, Bukti Hisab Bisa Satukan Kalender Islam
Pakar Falak Muhammadiyah, Susiknan Azhari (sumber foto: uin sunan kalijaga)

KHITTAH.CO, Yogyakarta- Bagi umat Islam, peristiwa gerhana, baik matahari maupun bulan memiliki arti penting untuk merenungkan kebesaran ilahi. Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menunaikan salat dan khutbah gerhana.

Pakar Falak Muhammadiyah Susiknan Azhari mengatakan bahwa gerhana bulan yang terjadi pada Selasa, 8 November 2022 sering dikaitkan dengan problematika penyatuan kalender Islam.

“Peristiwa gerhana merupakan bagian penting dalam studi astronomi Islam. Seringkali orang bertanya dan mengaitkan dengan persoalan penyatuan kalender Islam. Mengapa dalam kasus hilal perdebatan tidak kunjung selesai?” ucap Susiknan pada Selasa, 8 November 2022.

Menurut Susiknan, peristiwa gerhana sudah dapat diprediksi jauh-jauh hari dan hasilnya selalu sesuai dengan realitas.

Ini termasuk peristiwa terakhir yakni Gerhana Matahari Sebagian pada 25 Oktober 2022 silam yang juga diprediksi sejak jauh-jauh hari.

Kecanggihan teknologi dan perkembangan studi astronomi memungkinkan manusia dapat memprediksi kapan terjadinya gerhana, bahkan untuk ratusan tahun yang akan datang. Lantas, mengapa dalam kasus hilal perdebatan seolah tak kunjung berakhir?

“Kegelisahan yang wajar. Meskipun demikian untuk menjawabnya tentu tidak semudah membalikkan tangan. Di sini diperlukan berbagai pendekatan agar pihak-pihak yang ‘bersebrangan’ bisa saling memahami dan dicari formulasi yang ‘menyenangkan’ semua pihak,” ucap Susiknan.

Sepanjang pengamatannya, Susiknan mengatakan bahwa selama era reformasi ketika hasil perhitungan menunjukkan posisi hilal di bawah ufuk (-) tidak ada laporan keberhasilan melihat hilal.

Dengan kata lain, semua pihak meyakini bahwa hilal tidak mungkin terlihat, meskipun ada yang melapor pasti ditolak.

Dalam praktiknya selama ini, ketika posisi hilal di bawah ufuk, umur bulan bulan selalu digenapkan 30 hari.

Sementara itu, jika hasil hisab menunjukkan bahwa posisi hilal di atas ufuk (+), maka muncul beragam pandangan dan di sinilah titik krusial yang selama ini terjadi.

“Apakah titik krusial itu tidak bisa dikompromikan perspektif syari dan sains? Jawabannya sangat mungkin dipertemukan. Sesungguhnya para pihak terkait sangat memahami bahwa benda-benda langit sangat teratur, tertib, dan bergerak sesuai tempat edarnya,” ucap Susiknan.

Bukti konkret benda langit selalu bergerak rapi ialah gerhana yang terjadi selama ini senantiasa bersesuaian.

Karena itu, konsep ‘hilal persatuan’ yang diupayakan memerlukan ‘keseimbangan pemahaman’ dan tidak boleh berat sebelah seperti penentuan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Selain itu, Susiknan menerangkan bahwa dalam konteks penyatuan kalender Islam, peristiwa gerhana dapat menjadi acuan memahami nas secara dinamis sesuai perkembangan zaman.

Sehingga upaya penyatuan tidak hanya fokus pada persoalan kriteria. Aspek lain terkait kalender Islam perlu memperoleh perhatian.

Umat Islam sudah saatnya memiliki satu sistem kalender Islam yang dapat diterima semua pihak agar ada kepastian dalam sistem transasksi uang di perbankan, jadwal penerbangan, internasional untuk jamaah haji, dan kepentingan lainnya.

“Untuk itu menurut Moedji Raharto umat Islam perlu mewujudkan kalender Islam yang mapan berbasiskan hisab. Dan tidak meninggalkan historikal rukyat untuk menjadi bahan evaluasi terhadap kriteria hilal yang dipedomani,” pungkas Susiknan.

sumber: Muhammadiyah.or.id

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL

Leave a Reply