Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
ArsipOpini

Spiral Kekerasan dalam Organisasi

×

Spiral Kekerasan dalam Organisasi

Share this article

IMG_20160728_111547_edit

Oleh : Adam Malik*

Keterlibatan seseorang dalam sebuah lembaga organisasi merupakan perwujudan aktualisasi diri. Setelah berbagai kebutuhan lainnya dapat di penuhi maka aktualisasi diri menjadi pilihan untuk melakukan ekspresi sosial. Teori kebutuhan Abraham Maslow, menjadikan aktualisasi diri menempati puncak kebutuhan manusia. Artinya secara otomatis manusia membutuhkan ruang ber-aktualisasi diri ketika kebutuhan-kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi yaitu 1). Kebutuhan bilogis 2) kebutuhan rasa aman 3). Kebutuhan akan kasih sayang, dan 4). Kebutuhan akan harga diri.
Ketika keempat kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka manusia akan mencoba meraih kebutuhan selanjutnya yaitu kebutuhan untuk ber-aktualisasi diri. Seperti berprestasi dalam bidang akademik, memiliki IP sempurna, atau memiliki peran penting dalam sebuah organisasi. Jika, organisasi diartikan sebagai akses untuk aktualisasi diri maka, organisasi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok. Keterlibatan aktor besar bangsa dalam organisasi selain sebagai wadah aktualisasi diri juga sebagai wadah untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat, termasuk membawa Indonesia pada kemerderkaan.

Sendi kekuatan bangsa dibangun dari kekuatan organisasi didalamnya maka, tak berlebihan jika organisasi akan membawa perubahan secara cepat dalam setiap sendi kehidupan. Tak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan eksistensi diri saja, dengan berorganisasi individu bisa menjadi kekuatan kolektif yang memiliki daya lebih besar. Maka, berorganisasilah, berserikatlah, dan lakukan trasformasi perubahan.

Dinamika dalam berorganisasi adalah suatu keniscayaan, tetapi bagaimana jika dinamika tersebut disertai dengan kekerasan yang kadang mengorbankan anggota internal organisasi bahkan, jika kekerasan tersebut dirasakan secara luas oleh masyarakat. Dapat kita jumpai di berbagai pemberitaan media, sekelompok organisasi agama yang melakukan tindakan represif terhadap kelompok lain atas dasar perintah Tuhan, dalam melakukan aksinya sering kali melibatkan kekerasan fisik terhadap korban berupa pemukulan personal sampai aksi pengeroyokan. Artinya, identitas agama, dan organisasi tak selaras dengan perilaku. Maka, bisa dikatakan bahwa mentalitas mereka dalam berorganisasi tidaklah dewasa. Sehingga, perbedaan prisip adalah cikal bakal kelompk tersebut melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok lainnya.

Sebuah karya teoritis tentang kekerasan yang dicetuskan Dom Helder Camara. Selain dikenal luar sebagai tokoh gereja, pekerja sosial, dan pejuang perdamaian, ia juga bisa disebut sebagai intelektual pencetus teori kekerasan yang langka walaupun ada kesejajaran antara teori kekerasan struktural (structural violence) yang dicetuskan Galtung, tentu dengan segala kelebihan dan kekurangan masing. Teori kekerasan Galtung lebih bersifat deduktif-analitik karena terkesan berat untuk dipahami, sedangkan teori kekerasan Dom Helder Camara bersifat induktif-sintetik, diangkat dari observasi dan pengalaman langsung, sehingga lebih lugas dan mudah dipahami. Teori spiral kekerasan sangat ringkas dan mudah dipahami.

Teori ini dapat dijelaskan dari bekerjanya tiga bentuk kekerasan yang bersifat personal, institusional, dan struktural. Ketiganya saling terkait satu sama lain, kemunculan kekerasan satu akan menyebabkan kemunculan kekerasan lainnya. Dengan teori spiral kekerasan ini tampaknya. Tampak bahwa Dom Helder Camara adalah seorang strukturalis yang menyadari bahwa kekerasan merupakan realitas multidimensi, tidak bisa dipisahkan keterkaitannya antara kekerasan yang satu dengan kekerasan lainnya.

Dari ketiga bentuk kekerasan itu yang paling mendasar dan menjadi sumber utama adalah ketidakadilan, karena sifatnya yang sangat mendasar dan menjadi sumber dari kekerasan lainnya, Dom Helder Camara menjelaskan kekerasan jenis ini dengan kekerasan nomor 1. Dom Camara melihat kekerasan nomor 1 sebagai gejala yang menimpa baik perseorangan, kelompok, yang mengakibatkan bekerjanya ketidakadilan sosial. Ketidakadilan itu terjadi sebagai upaya kelompok superior mempertahankan kepentingan mereka sehingga terpelihara sebuah struktur yang mendorong terbentuknya sub-human, yaitu kondisi hidup dibawah standar layak untuk hidup sebagai manusia normal.

Kondisi sub-human ini selanjutnya menciptakan ketegangan terus menerus dalam struktur organisasi, mendorong munculnya kekerasan nomor 2, yaitu pemberontakan di kalangan yang dirugikan. Dalam kondisi sub-human itu manusia menderita tekanan, alienasi, dehumanisasi martabat, kemudian mendorong mereka melakukan perlawanan. Teori kekerasan Dom Helder Camara ini membenarkan postulat sangat dalam teori kekerasan violence beget violence (kekerasan lain menimbulkan kekerasan lainnya). Sumber utama dari kekerasan adalah kesenjangan atas keadilan. Maka, jika kekerasan dilawan dengan kekerasan maka terciptalah spiral kekerasan. Jika ada kelompok melakukan tindakan kekerasan jangan berikan perlawanan dengan menggunakan kekerasan pula.

* Penulis adalah Wakil Sekretaris PD Pemuda Muhammadiyah Kota Makassar

KAMPUS MUHAMMADIYAH DI SULSEL